Ramadan Fil Ma’had: Tradisi Khataman Kitab Kuning di Pesantren

Oleh: Rohmatul Izad

Ramadan telah tiba. Bulan ini menjadi salah satu bulan dalam kalender Islam yang paling dinanti-nanti oleh segenap umat Muslim di seluruh Dunia. Di bulan ini, umat Islam berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan dan sekaligus meningkatkan kualitas ibadah.

Dalam tradisi Islam di Indonsia, bulan Ramadan sangatlah meriah dan penuh sorak gembira. Salah satu tradisi unik yang dilakukan saat Ramadan adalah pengkajian kitab kuning yang dilakukan di berbagai pesantren di Indonesia.

Hampir seluruh pesantren di Indonesia menyelenggarakan kajian kitab selama Ramadan. Karenanya, pengkajian ini dikenal dengan berbagai istilah, misalnya pesantren Ramadan, pengajian kilat, dan santri kilat, dsb. Tradisi ini juga mengambarkan bahwa Ramadan adalah bulan seribu kitab di Pesantren.

Tidak seperti kajian kitab kuning pada umumnya, kajian kitab di pesantren selama bulan Ramadan biasanya dikhatamkan dalam satu bulan penuh selama Ramadan. Kitab-kitab yang dikaji pun juga beragam, mulai yang tipis-tipis hingga kitab yang paling tebal.

Baca juga: Dugderan, Ekspresi Warga Semarang Sambut Ramadan

Biasanya, kitab-kitab yang lumayan tebal cukup dimaknai saja dan kurang memberi penekanan pada keterangan isinya. Hal ini dilakukan agar kitab ini dapat khatam dalam satu bulan. Sedangkan kitab-kitab yang lebih tipis biasanya dikaji seperti biasanya, yakni guru memberikan keterangan makna sekaligus memberikan penjabaran atas apa yang dibaca.

Tidak seperti di bulan-bulan lain di mana para santri banyak mengkaji kitab-kitab gramatika Arab seperti nahwu dan sharaf, di bulan Ramadan santri lebih banyak memperdalam kitab-kitab tasawuf, akhlak, tafsir, hadits, tarikh, dsb. Harapan besarnya santri dapat lebih memperdalam ilmu agama warisan ulama-ulama terdahulu.

Tradisi kajian kitab selama Ramadan sesungguhnya belum terlalu lama dilakukan. Meskipun beberapa pesantren telah memaksanakan tradisi ini sejak lama, misalnya seperti pesantren Lirboyo di Jawa Timur. Tapi adanya pengkajian kitab kuning secara masif selama Ramadan di berbagai pesantren di Indonesia baru terjadi dalam kurun dua dekade terakhir.

Di masa sebelumnya, biasanya santri lebih banyak diliburkan dan hanya disunahkan saja mengikuti pesantren Ramadan. Sekarang, pengkajian ini bersifat wajib dan santri-santri tidak diperbolehkan pulang selama bulan Ramadan. Biasanya, mereka akan pulang menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Kitab-kitab yang dikaji selama Ramadan ini biasanya kitab-kitab yang tidak dikaji secara umum di madrasah diniyah, sehingga santri-santri yang tidak sempat mengkaji berbagai kitab tersebut bisa dipelajari selama bulan Ramadan. Tentu, ini menjadi poin penting bagi santri untuk dapat lebih banyak mempelajari turath atau kitab-kitab klasik yang begitu banyak jumlahnya.

Baca juga: Tiket Menuju Surga Bagi Umat Islam

Waktu pengkajian kitab kuning ini juga luar biasa padat. Biasanya, kitab-kitab yang dikaji selama Ramadan ini dilakukan secara penuh dari pagi hingga malam. Hal ini sangat berbeda dengan kajian kitab di madrasah diniyah yang biasanya cukup satu sampai dua jam saja dalam sehari. Bahkan, ada pula pesantren yang mengkaji kitab dari malam setelah tarawih hingga sahur tiba, seperti yang dilakukan di Pesantren Maulana Rumi di Yogyakarta. Tentu, ini membutuhkan motivasi dan semangat yang ekstra bagi segenap santri.

Tradisi kajian kitab kuning selama Ramadan merupakan salah satu tradisi unik yang boleh jadi hanya ada di Indonesia. Ini menjadi salah satu kekayaan khazanah intelektual dalam tradisi Islam di Indonesia. Umat Islam Indonesia patut bersyukur dengan adanya tradisi ini, sebab tradisi ini akan menjadi warisan intelektual yang sangat berharga dan dapat menjadi sarana pengkaderan ulama.

Ramadan Fil Ma’had menjadi gambaran bahwa bulan Ramadan tidak hanya sepatutnya diisi dengan meningkatkan kualitas ibadah dan amaliyah, tetapi sekaligus meningkatkan kualitas dalam mencari ilmu dan belajar tanpa henti. Dari sini, antara intelektualitas dan spritualitas berjalan beriringan secara seimbang.

Rohmatul Izad. Mahasiswa S3 Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *