Oleh: Muhammad Nur Prabowo Setyabudi
Tidarislam.co – Kitab suci al-Quran dalam format baku seperti sekarang ini merupakan hasil dari proses panjang sejarah perkembangan penulisan al-Quran. Dahulu al-Quran hanya dihafal oleh para Sahabat Nabi. Namun kemudian seiring dengan banyaknya sahabat Nabi yang meninggal, terutama karena peperangan, maka Khalifah Abu Bakar dan para Sahabat berijtihad untuk menyalin teks al-Quran.
Meskipun al-Quran telah banyak dihafal sepenuhnya sehingga otentisitasnya terjaga, tetapi penulisan al-Quran terus dilakukan untuk disebarkan dan dihafalkan. Saat itu belum terdapat percetakan dan masih mengandalkan tulisan manual. Al-Quran pertama-tama dituliskan dalam bentuk “mushaf resmi” versi negara. Versi resmi al-Quran itu kemudian disebut “mushaf utsmani” yang ditulis pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan. Beberapa salinan mushaf dalam jumlah terbatas kemudian disebarkan ke berbagai daerah kekuasaan Islam.
Salinan al-Quran ditulis ketika belum dikenal harakat dan titik dalam penulisan bahasa Arab. Dokumentasi dan teknologi saat itu tentu belum semaju sekarang, sehingga banyak naskah-naskah al-Quran yang kemudian hilang dan sulit untuk dilacak kembali. Tetapi manuskrip-manuskrip kuno al-Quran masih banyak ditemukan di kemudian hari, dan menjadi bukti tentang otentisitas dan historisitas al-Quran. Manuskrip tersebut tersimpan di beberapa lokasi, dan sudah banyak yang terdigitalisasi. Sebagian masih utuh, sebagian berupa serpihan.
Beberapa manuskrip al-Quran tertua dan paling terkenal di dunia perlu kita ketahui, di antaranya sebagai berikut:
1. Manuskrip “Birmingham” di Inggris
Manuskrip tersebut konon ditulis sekitar tahun 610-645 M, saat di masa Nabi Muhammad masih hidup dan ditulis dengan aksara Hijazi. Manuskrip ini berupa satu lembar perkamen yang berisi tulisan surat ke-18-20, yaitu Surat al-Kahfi (18) ayat 17-31, di satu lembar, dan lembar lainnya memuat Surat Maryam (19) 91-98 dan Surat Taha (20) ayat 1-40. Fragmen al-Quran tersebut tersimpan di Perpustakaan Universitas Birmingham.
2. Manuskrip “Quran Utsmani” di Kairo
Manuskrip ini tersimpan di Masjid Al-Husein, dan termasuk manuskrip paling lengkap 99%, terdiri dari 1.087 lembaran, dan diperkirakan hilang 4 lembar. Beberapa ahli mengidentifikasi ini merupakan salinan resmi dari “Mushaf Utsmani” pada masa Utsman bin Affan tahun 651 M. Namun demikian, karena lokasinya di Mesir, ada yang menganggap mushaf ini dibuat di Mesir pada masa Gubernur Mesir Abdul Azis bin Marwan tahun 685-705 M.
3. Manuskrip “Quran Kufi” di Samarkand
Manuskrip dalam tulisan Kufi ini dianggap sebagai manuskrip tertua yang diperkirakan ditulis antara tahun 610 – 855 M. Salah satu pendapat kuat mengindikasikan Quran Kufi ditulis pada masa khalifah Utsman, dan termasuk satu dari enam manuskrip Utsman. Manuskrip ini bertuliskan ayat mulai tengah Surah 2 ayat 7 dan berakhir di Surah 43:10, dan memuat 81% dari keseluruhan Quran. Kini manuskrip tersebut disimpan di perpustakaan Hast Imam, Tashkent, Uzbekistan.
4. Manuskrip “Topkapi” di Turki
Manuskrip yang tersimpan di Museum Istana Topkapi Istanbul Turki ini beraksara Kufi, termasuk al-Quran tertua yang paling lengkap memuat 99% al-Quran, dengan hanya 2 halaman yang hilang, sehingga mendekati al-Quran lengkap. Ada yang menyatakan mushaf ini ditulis pada abad ke-8. Tetapi ada yang menyatakan pula ditulis lebih tua dari itu, yakni pada masa Utsman, sekitar tahun 651 M. Gubernur Mesir, Mehmed Ali Pasha, mengirimkan manuskrip ini kepada Sultan Ottoman Mahmud II sebagai hadiah pada abad ke-19 M.
5. Manuskrip “Mushaf Utsmani” di Istanbul Turki
Manuskrip ini tersimpan di Turkish and Islamic Art Museum, yang diyakini sebagai salah satu mushaf Utsmani yang original. Namun ada juga yang berspekulasi manuskrip ini ditulis lebih belakangan. Manuskrip Mushaf Utsmani Istanbul ini terdiri dari 439 lembar, ditulis dalam aksara Kufi, dan kelengkapannya mencapai 98%. Namun demikian, beberapa ahli Turki sendiri masih berbeda pendapat tentang penanggalan dan orisinalitas manuskrip ini sebagai Mushaf Utsmani.
6. Manuskrip “Kodeks Porisino-Petropolitanus” di Perancis
Kodeks Parisino-petropolitanus adalah salah satu manuskrip tertua yang masih ada dari al-Qur’an, yang diyakini berasal dari abad ke-7. Fragmen-fragmen manuscript tersebut tersebar di berbagai koleksi. Bagian terbesar dari manuskrip fragmenter tersebut disimpan di Museum Nasional Paris, terdiri dari 70 lembar. 46 lembar lainnya dari manuskrip tersebut tersimpan di Perpustakaan Nasional Rusia, 2 lembar di Perpustakaan Vatikan, dan yang lainnya di London.
7. Manuskrip “Sana’a” di Yaman
Manuskrip Sana’a ini termasuk paling spektakuler karena ditemukan belum lama (tahun 1972), bersama manuskrip-manuskrip lama yang terus diidentifikasi. Ada manuskrip al-Quran yang diyakini termasuk manuskrip paling tua yang ditulis pada masa Ali bin Abi Thalib, konon berasal dari abad pertama hingga kedua Hijriyah, tersimpan di Masjid Jami’ al-Kabir Yaman.
Beberapa manuskrip sana’a yang lain kini tersebar di beberapa tempat, di antaranya di al-Maktabah al-Syaqiyyah, dan Dar al-Makhtutat. Hingga kini, manuskrip-manuskrip tersebut masih diteliti oleh para peneliti. Tahun 1981, di antara manuskrip-manuskrip Sana’a diidentifikasi bagian dari al-Quran, konon berasal dari tahun 632 – 671 Masehi.
8. Manuskrip “Tubingen” di Jerman
Fragmen al-Quran ini tersimpan di Universitas Tubingen Jerman, dan diidentifikasi berasal dari tahun 649 M – 675 M, sehingga manuskrip tersebut ditulis sekitar 40 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad.
9. Manuskrip “Hijazi” di Irlandia
Salah satu mushaf tertua juga tersimpan di Perpustakaan Chester Beatty di Dublin Irlandia yang konon diperkirakan berasal dari tahun 675 – 725 M. Manuskrip ini berasal dari abad pertama Islam di semenanjug Arab atau Suriah, dan ditulis dengan Aksara Hijazi, berasal dari Makkah dan Madinah.
Selain 9 manuskrip tua yang disebut di atas, masih banyak lagi manuskrip-manuskrip al-Quran yang tersimpan di beberapa perpustakaan dan pusat penelitian di berbagai negara. Manuskrip yang terkenal yang ditulis belakangan di antaranya: manuskrip “al-Quran biru” (the Blue Quran) di Museum Nasional Tunis, manuskrip “Ibnu Bawwab” di Chester Beatty Dublin, manuskrip “Maghribi” di Afrika Utara, manuskrip “Seville” di Jerman, dan banyak lagi.
Selain di negara-negara Timur Tengah, Jerman termasuk negara di Eropa yang memberikan perhatian besar pada pengumpulan manuskrip-manuskrip al-Quran, seperti proyek manuskrip Corpus Coranicum oleh Akademi Ilmu Pengetahuan dan Kemanusiaan Berlin-Brandenburg. Proyek yang telah mendigitalisasi dan mentranskrip lebih dari 2000 halaman ini, termasuk manuskrip-manuskrip dari tradisi Yahudi dan Kristen, dipimpin seorang Ahli Studi Arab, Angelika Neuwirth. Manuskrip-manuskrip ini menjadi bahan kajian dan penelitian ilmiah untuk tujuan memperkuat pemahaman kebudayaan antar tradisi agama.
Penelitian-penelitian al-Quran tidak hanya dilakukan oleh sarjana Muslim, tetapi juga oleh banyak orientalis yang memiliki beragam kepentingan. Ada yang menggunakan pendekatan kritis untuk mencari kelemahan al-Quran, tetapi kini banyak juga dari mereka yang lebih apresiatif untuk melihat sisi interpretatif dan kultural dari sejarah al-Quran.
Eksistensi manuskrip tersebut menunjukkan “historisitas” al-Quran, menjadi bukti perkembangan al-Quran dari masa ke masa, dari tradisi oral (hafalan) menjadi tradisi tulisan (mushaf), dan sekaligus juga menjadi jejak “otentisitas” wahyu al-Quran yang dituliskan dengan bahasa Nabi Muhammad, bahasa Arab. Wallahua’lam.
Baca juga: Kesarjanaan Revisionis al-Quran