Oleh: Always Nailun Najah, Royhaan Ahmad N.H, dan Mukhamad Shofaul Puadi
Tidarislam.co- Manuskrip merupakan salah satu peninggalan budaya yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap pengetahuan terkait warisan peradaban para leluhur yang sudah sewajarnya kita jaga dan syukuri. Terlebih dengan ragam kebudayaan di Indonesia yang pastinya memiliki berbagai peninggalan baik dalam bentuk adat istiadat, tuntunan keagamaan, dan lain sebagainya. Salah satunya yaitu peninggalan manuskrip Al-Qur’an sebagai salah satu bukti awal penyebaran dan pengajaran Islam di Indonesia. Sejarah penulisan manuskrip di Indonesia mencerminkan perkembangan intelektual dan spiritual yang mendalam di berbagai wilayah Nusantara (Khusniyah 2024).
Salah satu manuskrip yang menarik untuk kita amati adalah manuskrip Pondok Pesantren Darul Muqoddas. Manuskrip mushaf Al-Qur’an ini adalah koleksi dari Pondok Pesantren Darul Muqoddas yang diperoleh dari warisan turun-temurun pengasuh pondok pesantren tersebut. Mushaf ini belum didigitalisasi serta belum terdata dalam peta sebaran naskah.
Sejarah naskah
Mushaf ini awalnya adalah milik Kyai Taftazani. Kyai Taftazani adalah seorang kyai di Keraton Kasunanan Surakarta pada zaman pemerintahan Pakubuwono X. Beliau adalah sosok yang memiliki peran yang cukup signifikan dalam pengajaran ilmu agama di Kartasura saat itu. Kyai Taftazani merupakan keturunan dari Mbah Sayyid Abdurrahman atau yang biasa kita kenal dengan Mbah Sambu Lasem. Di Surakarta, pada zaman Pakubuwono X beliau dibuatkan satu pondok pesantren yang diberi nama Jamsaren di sekitar area Keraton yang saat ini masih menjadi pondok pesantren tertua di Surakarta.
Kyai Taftazani bukanlah penulis dari naskah mushaf ini, beliau menerima mushaf ini sebagai bahan beliau mengajar di Keraton Surakarta. Jika kita lihat dari segi penerimaan naskah ini kepada mbah kyai Taftazani, dapat diperkirakan mushaf ini berusia sekitar 132 tahun. Selanjutnya sepeninggal Kyai Taftazani, perawatan dan kepemilikan mushaf ini diturunkan secara turun-temurun. Dari mulai Kyai Taftazani, kemudian ke Mbah Tabroni, kemudian diturunkan ke Mbah Khumairah, diturunkan ke Mbah Ahmad Shiddiq, dan diturunkan ke Kyai Muhammad Ridwan, pengasuh pondok Pesantren Darul Muqoddas saat ini.
Karakteristik naskah
Kondisi manuskrip mushaf Al-Qur’an Pondok Pesantren Darul Muqaddas ini tergolong baik. Naskah ini masih utuh 30 Juz yaitu mulai dari surat Al-Fatihah hingga surat An-Nas dalam kondisi halaman yang masih baik. Hanya saja pada juz 30 terdapat beberapa halaman yang hampir lepas dari halaman lainnya, dan beberapa halaman yang cenderung rusak di bagian pinggir. Naskah yang berukuran 32,5 cm x 20,5 cm, dan ketebalan 6 cm ini mempunyai rata-rata 19 halaman dalam setiap juz yang diketahui setiap halamannya memiliki 15 baris.
Sampul yang digunakan dalam mushaf ini masih menggunakan sampul asli saat penerimaan mushaf tersebut, yakni masih menggunakan bahan dari kulit kijang serta dijilid dengan benang. Dalam penulisannya mushaf ini umumnya menggunakan tinta berwarna hitam, dan terdapat beberapa ayat yang memakai tinta yang berwarna merah yang berfungsi sebagai penanda awal surah, penamaan juz, ruku’, serta awal pergantian juz.
Mushaf ini menggunakan kaidah rasm campuran antara Rasm Utsmani dan Imla’i dan dengan gaya penulisan Naskhi. Tulisan dalam mushaf menggunakan rasm yang cukup unik dikarenakan terdapat banyak sekali gabungan tanda baca yang dicantumkan dalam kriteria. Mushaf ini sudah menggunakan tanda baca dalam penulisan ayatnya. Dalam setiap ayatnya manuskrip ini tidak menggunakan nomor ayat ataupun nomor yang digunakan untuk penanda halaman. Sementara dalam setiap peralihan ayat hanya ditandai dengan lingkaran kecil berwarna merah serta titik merah kecil di tengah dan titik hitam di bagian bawah. Dalam setiap halamannya terdapat kata alihan (catch word) yaitu pada bagian bawah sebelah kiri (pojok kiri), dan di samping setiap halamannya juga terdapat lingkaran dengan tinta merah yang diyakini sebagai tanda Maqra’.
Baca juga: Mengenal Beberapa Manuskrip al-Quran Tertua
Penulisan awal surat juga disebutkan secara jelas nama surat, jumlah ayat, dan keterangan turunnya surah yakni tergolong Makiyyah atau Madaniah. Dalam mushaf ini tidak ditemukan tanda waqaf tambahan seperti waqaf lazim, jaiz, lam alif, shola, qola, dan waqaf mu’annaqah. Diperkirakan pada zaman tersebut belum terdapat pelajaran Tanafus, yang akhirnya pembaca bisa berhenti di tengah ayat dan mengambil nafas tanpa perlu mengulang. Ayat dari manuskrip tersebut sangat jelas masih mudah untuk dibaca, karena hampir sama seperti tulisan mushaf Rasm Utsmani dan Imla’i saat ini. Harakat fathah, kasrah, dhammah, dan tanda sukun juga terlihat jelas di mushaf manuskrip al-Qur’an tersebut. Dalam mushaf ini juga belum ditemukan tanda baca tambahan untuk bacaan-bacaan tajwid, seperti garis lengkung atau gelombang di atas sebagai tanda hukum bacaan Mad.
Iluminasi pada mushaf ini terdapat pada tiga tempat, pertama pada halaman awal, yaitu Surah Al-Baqarah dan Surah Al-Fatihah. Kedua, pada awal Surah Al-Kahfi. Ketiga, pada akhir mushaf, yaitu pada Surat Al-Falaq dan An-Nas. Iluminasi dalam mushaf ini menggunakan hiasan flora yang minimalis namun terlihat elegan yang dipadu dengan ornamen berbentuk anyaman dengan warna hitam dan putih membentuk tameng khas Jawa.
Bahan kertas yang digunakan dalam penulisan naskah ini menurut narasumber adalah menggunakan Daluang. Daluang merupakan kertas yang berasal dari kulit pohon, yang cara membuatnya dipukul-pukul, berbunyi dhok-dhok, dan oleh karena itu, di Jawa Timur juga disebut sebagai kertas gedhok. Namun, berdasarkan pengamatan penulis, kertas yang digunakan dalam penulisan manuskrip ini bukanlah daluwang, tapi Kertas Eropa. Hal ini dapat kita amati berdasarkan adanya watermark dan countermark yang nampak ketika kertas tersebut diterawang.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan akan menambah wawasan serta pengetahuan kita terhadap ragam manuskrip di Indonesia serta menambah khazanah pemahaman terhadap tradisi penyalinan Al-Qur’an nusantara dan mendukung pelestarian warisan keislaman.
Baca juga: Melacak Sejarah Penerjemahan al-Quran