Search

Visi dan Ragam Gerakan Green Islam di Indonesia

Ilustrasi gambar visi Green Islam. Sumber: stock.adobe.com

Tidarislam.co– Belakangan muncul beberapa penelitian yang mengangkat tentang konsep green Islam. Apa yang dimaksud green Islam? Konsep ini diangkat sebagai bentuk respon Muslim terhadap problem krisis lingkungan yang mengancam kehidupan umat manusia. Apa yang telah dilakukan oleh umat beragama dalam merespon tantangan tersebut? Untuk itulah konsep green Islam dihadirkan, yang tidak hanya ingin menggambarkan respon yang bersifat normatif dan preskriptif tentang hubungan Islam dan lingkungan, atau tidak hanya sebatas berhenti pada anjuran penghormatan terhadap lingkungan. Lebih mendalam dari itu, konsep ini menggambarkan secara empirik tentang aksi-aksi nyata yang dilakukan oleh komunitas Muslim sebagai upaya “membumikan” nilai-nilai ekologi Islam, baik dalam bentuk gerakan sosial, advokasi, edukasi sosial, pewacanaan, dan berbagai bentuk perjuangan pro-kelestarian lingkungan.

Jadi, pada level paradigmatik, green Islam dapat dilihat sebagai semacam visi Islamic deep environmentalism yang tidak hanya menekankan aspek teoritis yang menekankan cinta lingkungan sebagai bagian dari keimanan sehari-hari, tetapi juga yang terpenting adalah praksis, artinya ada aksi sosial untuk memperbaiki kerusakan dan mengubah keadaan lingkungan menjadi lebih baik lagi. Organisasi gerakan green Islam internasional (lihat greenislam.org), misalnya, aktif mempromosikan praktik gaya hidup Muslim yang selaras dengan etika lingkungan Islam, mengoreksi gaya hidup konsumtif, dan melakukan penelitian, kampanye edukatif, advokasi, untuk membumikan ajaran Islam tentang keadilan, perdamaian, dan cinta kasih terhadap manusia, binatang, dan lingkungan.

Di Indonesia, salah satu bentuk praksis green Islam adalah berupa edukasi sosial yang dilakukan oleh komunitas-komunitas Islam di pesantren, lembaga pendidikan Islam yang boleh dikatakan khas Indonesia. Beberapa lembaga pendidikan Islam ini kini tidak hanya sebatas mengajarkan pengetahuan dasar keislaman (seperti bahasa, fikih atau hukum Islam, tauhid atau teologi Islam, dan akhlak atau moralitas Islam). Beberapa pesantren telah mengembangkan kurikulum mereka sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah kurikulum ekologi Islam, yakni pengetahuan keislaman terkait pelestarian lingkungan. Dengan kata lain, mereka menjadi semacam “eco-pesantren”. Tentu ini adalah perkembangan baru yang positif dalam dunia pesantren ketika mereka mulai terlibat dalam isu-isu kontekstual yang selama ini seolah hanya dikonsumsi di kampus-kampus.

Ahmad Sihabul Millah, misalnya, dalam penelitian disertasinya mengambil contoh Pesantren At-Thariq di Garut Jawa Barat. Komunitas pesantren ini adalah salah satu pusat pendidikan inklusif yang selama ini banyak melakukan, dalam istilah Millah, “perjuangan hegemonik” untuk mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Proses edukasi sosial ini dilakukan secara bersama-sama, dengan melibatkan segenap elemen pesantren, baik keluarga pemimpin pesantren, tenaga pengajar, dan para santri atau anak didik di pesantren.

Sebenarnya, beberapa upaya membumikan ekologi Islam dalam komunitas pendidikan Islam juga telah banyak dilakukan di beberapa pesantren lain di Indonesia. Beberapa pesantren menjadi “center of excellence” bagi pelestarian lingkungan seperti Pesantren Annuqayyah di Guluk-Guluk. Pesantren yang masuk kategori “pesantren progresif” versi Tempo (2022) ini memiliki visi kuat dan menjadi pusat aktivisme tentang pelestarian lingkungan. Beberapa pesantren modern, seperti Pesantren Darul Muttaqien Parung Bogor sangat menekankan visi tentang kebersihan lingkungan sebagai nilai dasar yang dijunjung tinggi di pesantren. Ada juga pesantren Nurul Haramain di NTB yang diasuh oleh TGH Hasanain Juaini, telah mendapatkan pengakuan internasional melalui Ramon Magsaysay Award tahun 2011 karena berbagai terobosan di bidang lingkungan. Dan masih banyak lagi pesantren di Indonesia yang memiliki amplifikasi kuat tentang ide-ide green Islam meski mereka bergerak dalam lingkungan pendidikan Islam.

Gerakan pendidikan ekologi berbasis pesantren ini, dalam pandangannya, menjadi semacam “counter-discourse” terhadap cara pandang dan hegemoni praktik “kapitalisme lanjut” -dalam istilah beberapa sarjana Eropa- yang selama ini dianggap sebagai biang ideologis dari krisis lingkungan. Namun demikian, dalam pandangan Millah (2023), edukasi sosial itu belum cukup jika dilihat dari sisi kebutuhan terhadap respon atas kerusakan lingkungan yang terjadi lebih masif. Oleh karena itu, ia mengusulkan bahwa ekologi Islam ini harus menjadi gerakan sosial yang lebih masif, dilakukan secara kolegial, dan membutuhkan keteladanan dan kepemimpinan kharismatik yang mendukung visi besar tentang green Islam.

Beberapa sarjana Muslim terus memberikan perhatian terhadap pengarusutamaan green Islam di Indonesia. Salah satu penelitian terbaru berusaha memetakan secara lebih sistematis gerakan-gerakan sosial green Islam di Indonesia secara lebih luas lagi, tidak hanya sekedar komunitas kecil pesantren. Salah satu penelitian terbaru oleh Ismatu Ropi dkk., menghasilkan dokumentasi tentang: Gerakan Green Islam di Indonesia: Aktor, Strategi, dan Jaringan (2024). Dalam buku ini, para peneliti melihat green Islam tidak hanya sebagai visi besar agama Islam, tetapi juga menjadi misi berbagai gerakan sosial Islam di Indonesia yang telah diwujudkan dalam berbagai macam bentuk aksi-aksi nyata secara lebih masif sehingga menjadi “best practices” gerakan pelestarian lingkungan berbasis keagamaan. Dalam buku hasil penelitian terhadap sekitar 50 program lingkungan oleh beragam aktor agama ini dinyatakan, “Green Islam dalam buku ini merujuk pada upaya bersama dalam pengamalan ajaran Islam yang menegaskan hubungan integral antara keimanan dan pelestarian lingkungan atau, singkatnya, upaya kolektif yang menggunakan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam aksi-aksi pelestarian alam. Buku ini lebih berfokus pada aktivisme lingkungan dibandingkan pembahasan ilmiah atau akademis mengenai lingkungan. Karena itu, pembatasan studi dalam buku ini adalah pada ranah identitas agama dan aktivisme lingkungan.” (p.7)

Cover buku Gerakan Green Islam di Indonesia: Aktor, Strategi, dan Jaringan, oleh Testriono dkk. (2024)

Para peneliti melihat berbagai program-program kreatif yang dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam yang mengusung gerakan pelestarian lingkungan patut dijadikan best-practices perwujudan gerakan green Islam, karena dilakukan dengan visi yang mendalam, memiliki dampak yang masif, dan dilakukan secara berkelanjutan, sehingga menunjukkan komitmen yang besar terhadap pelestarian lingkungan. Di antara program green Islam itu adalah terkait manajemen sampah dan lingkungan atau waste management, seperti program Kiai Peduli Sampah dan Program Kampung Iklim yang dilakukan oleh jaringan yang diinisiasi LDII DIY.

Selain persoalan sampah, gerakan green Islam juga memberikan perhatian pada perlindungan satwa yang menjadi korban kerusakan lingkungan. Contohnya adalah program Dai Konservasi yang dilakukan oleh PPI Unas. Program ini berusaha menciptakan dai-dai yang nantinya akan memberikan pemahaman dan pengajaran kepada masyarakat tentang perlunya perlindungan satwa liar. Program ini diciptakan untuk merespon maraknya perburuan dan perdagangan satwa liar, kelangkaan satwa, dan perdagangan bebas satwa-satwa yang semestinya dilindungi.

Selain itu, gerakan green Islam di Indonesia juga dapat dilihat dari gerakan lingkungan yang dipelopori kaum perempuan sebagai bentuk eko-feminisme. Konsep yang belakangan disebut ini merupakan konsep feminis berorientasi lingkungan, yang melihat bumi sebagai representasi perempuan yang selama ini telah memberikan perlindungan dan kehidupan bagi umat manusia. Beberapa program ProKlim LDII DIY, Kelompok Wanita Tani, organisasi Aisyiyah di Muhammadiyah, beberapa kelompok perempuan dalam organisasi masyarakat adat, juga menjalankan berbagai program-program unggulan, seperti contohnya program Ngaji Lingkungan oleh ibu-ibu Aisyiyah, untuk menciptakan generasi perempuan yang ber-kesadaran lingkungan.  

Program-program gerakan green Islam juga menjangkau dunia digital, dengan adanya berbagai platform media sosial keislaman yang mengkampanyekan nilai-nilai ramah lingkungan, seperti EcoDeen, AgriQuran, dan Bumi Langit. Kampanye ekologi melalui media sosial ini banyak dipelopori oleh kaum pemuda yang memang kehidupannya dekat dengan teknologi digital. Mereka memanfaatkan fasilitas teknologi yang ada untuk melakukan edukasi sosial di dunia maya dengan membuat konten, menyebarkan modul tentang nilai-nilai ekologi dalam agama Islam, dan mengajak masyarakat melakukan aksi bersama melestarikan lingkungan.

Dengan demikian, secara gender, aktor yang terlibat di dalam gerakan lingkungan juga banyak berasal dari kaum perempuan. Secara umum, gerakan green Islam ternyata telah melibatkan berbagai jaringan masyarakat sipil, seperti jaringan tokoh agama, tokoh akademisi muslim, jaringan ormas Islam, jaringan lintas iman (interfaith), jaringan pemerintah dan lembaga internasional, dan sebagaimana disebut sebelumnya, juga jaringan lembaga pendidikan Islam. 

Di antara program green Islam lainnya memfokuskan pada bagaimana menciptakan energi terbarukan dan energi alternatif di tengah tantangan krisis energi. Salah satu program yang menjadi best-practice adalah program Kampung Hijau Energi yang diprakarsai oleh Yayasan Hadji Kalla (YLK) di Makassar. Yayasan ini merupakan lembaga filantropi yang selama ini melakukan penggalangan dana zakat dan dana-dana filantropis lainnya dari perusahaan-perusaan Kalla Group, dan mendistribusikannya untuk kepentingan kemanusiaan dan gerakan pelestarian lingkungan. Selain menyajikan berbagai bentuk aksi sosial, buku ini juga diperkuat dengan analisis dari sisi kekuatan, peluang, dan tantangan bagi perkembangan green Islam di masa depan.

Hemat penulis, buku Green Islam ini sangat penting sebagai referensi tentang ragam praktik ekologi berbasis keagamaan dan luasnya jaringan aktor green Islam di Indonesia. Jaringan semacam itu boleh jadi tidak ditemukan di belahan negara lain di Timur Tengah seperti Yaman, Irak dan Suriah , terutama karena energi kalangan masyarakat sipil mereka terforsir dengan gejolak politik yang tak berkesudahan. Buku ini juga menampilkan inspirasi dan contoh tren baru keberagamaan yang kontekstual, yakni keberislaman yang ramah lingkungan dan memberikan perhatian lebih mendalam (deeper) pada ekologi. Agama terbukti menjadi kekuatan moral (moral force) untuk gerakan-gerakan pelestarian lingkungan. Gaya beragama yang progresif seperti inilah yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan ekologi di masa depan.

Muhammad Nur Prabowo Setyabudi, merupakan peneliti di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN

2 thoughts on “Visi dan Ragam Gerakan Green Islam di Indonesia”

  1. Pingback: Menyingkap Gagasan “Mawas Diri” dalam Tradisi Filsafat Islam-Jawa – Tidar Islam

  2. Pingback: Tafsir Transformatif: Upaya Mufassir Kontemporer Menjawab Kebutuhan Umat – Tidar Islam

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top