Tidarislam.co – Budaya Jawa mengandung beragam warisan tertulis seperti karya-karya sastra Jawa. Karya kasusastraan tersebut mencerminkan ajaran hidup dan nilai-nilai filosofi kehidupan yang dianut dalam masyarakat Jawa. Bentuk karya sastra Jawa berbeda-beda, yang menunjukkan perbedaan isi dan tujuan penulisan serat tersebut.
Sastra suluk mengandung ajaran atau nilai religius seperti suluk Syeh Siti Jenar, atau suluk Sheh Ngabdul Salam oleh R.M Wirakusuma; sastra piwulang atau niti banyak menyimpan tentang ajaran etika seperti Serat Wedhatama oleh Mangkunegara IV dan Serat Wulang Reh oleh Paku Buwana IV; sastra babad banyak mengandung ajaran sosial seperti Babad Jaka Tingkir; serat roman seperti Cemporet oleh Ranggawarsita; dan teks pewayangan seperti Serat Kandhaning Ringgit Purwa.
Serat Wedhatama, yang ditulis oleh Mangkunegara IV, raja kerajaan Mangkunegaran Surakarta, merupakan salah satu bentuk karya sastra jenis piwulang yang mengajarkan tentang etika kehidupan. Tetapi sebagian ahli menggolongkannya menjadi bagian dari serat suluk karena ajaranya tentang ilmu kesejatian.
Serat tersebut ditulis pada sekitar abad ke-18. Teks-teks yang ditulis dalam bahasa Jawa tersebut mengajarkan tentang etika normatif (normative ethics) kehidupan yang dianut oleh masyarakat Jawa yang masih kental dalam budaya kerajaan.
Dalam sejarahnya, perkembangan sastra di Jawa mengalami keemasan pada abad XVIII dan XIX yang dipelopori penulisannya oleh para pujangga di Yogyakarta (Mataram) dan Surakarta. Salah satu buah karya pujangga yang lahir pada zaman itu adalah Serat Wedhatama ditulis oleh Raja Mangkunegara IV . Selanjutnya Wedhatama digubah dalam bentuk tembang yang terdiri atas tembang Pangkur, Sinom, Pucung, dan Gambuh.
Baca juga: Mengenal Berbagai Jenis Kepusatakan Islam Kejawen
Serat Wedhtama menjadi populer dan memiliki kedudukan yang tinggi di kalangan masyarakat Jawa karena kedalaman isi dan kandungannya, ditambah lagi otoritas penulisnya yang merupakan seorang raja Jawa.
Serat ini mengandung ajaran-ajaran Jawa tentang etika, ketuhanan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan. Ajaran etika yang termuat dalam Wedhatama contohnya anjuran agar seseorang memiliki jiwa yang bersih, tenggang rasa, suka memberi maaf, rela, pasrah dan tawakal, sepi ing pamrih rame ing gawe, tidak congkak dan sombong, dan menghormati pendapat orang lain. Sedangkan tentang etiket contohnya seseorang harus bersikap sopan dan pandai dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Selain itu, melalui Serat ini, Sri Mangkunegara IV memberikan petunjuk etis tentang bagaimana bersikap dan bertingkah laku dalam mencapai kehidupan yang baik. Petunjuk itu dibedakan pada petunjuk yang berlaku bagi siapa saja yang ingin memperoleh keberhasilan atau keutamaan. Petunjuk itu dibedakan pada petunjuk yang berlaku umum, artinya bagi siapa saja yang ingin meraihnya dalam kehidupan duniawi, terpenuhi apa kebutuhan primernya secara wajar dan juga petunjuk khusus untuk siapa yang sudah bersuami istri. Ajaran yang berlaku umum tersebut dikenal dengan Astagina atau delapan faedah sebagai kunci meraih kesuksesan dan keutamaan dalam hidup.
Adityo Jatmiko dalam Tafsir Ajaran Serat Wedhatama menguraikan ajaran Astagina atau delapan faedah sebagai kunci meraih kesuksesan hidup, yang antara lain menganjurkan: (1). Mengupayakan secara optimal apa yang diinginkan menurut kondisi zamannya; (2) mampu mencari pemecahan masalah apabila ia menghadapi kesulitan; (3) senantiasa hemat dan hati-hati dalam berharta; (4) cermat dan teliti dalam pengamatan untuk memperoleh kepastian sesuatu; (5) mampu memperhitungkan segala sesuatu (6) menuntut ilmu dan gemar bertanya kepada ahli bidang ilmu; (7) mencegah keinginan yang tidak bermanfaat yang menambah pemborosan; (8) bertekad bulat tanpa ragu-ragu.
Baca juga: Damardjati Supadjar Menegakkan Rukun Ihsan
Inti ajaran yang juga sangat populer dari Serat Wedhatama adalah ajaran perlunya manusia memiliki sikap eling dan waspada dalam hidup, atau senantiasa ingat dan hati-hati agar tidak lupa terhadap jati diri manusia di dunia ini dan tahan terhadap godaan duniawi. Terlebih, ingat tentang dirinya sebagai makhluk Tuhan.
Sifat eling juga dimaknai senantiasa mengingat sang Pencipta. Sebagai langkah penyempurnaan (kasampurnan), Wedhatama mengenalkan 4 tahap laku spiritual dalam tingkatan penyembahan dalam rangka pengenalan lebih dalam kepada Tuhan, yakni melalui tahap sembah raga (olah fisik) yang identik dengan penyebahan pada tahap syari’at, sembah cipto (olah pikiran) yang identik dengan penyembahan pada tahap laku tarekat, sembah jiwa (olah karsa) identik dengan penyembahan pada level hakekat, dan sembah rasa (olah rasa batin) identik dengan penyembahan bagi orang-orang ahli makrifat.
Serat Wedhatama tidak hanya sekedar karya sastra biasa, melainkan sumber etika keutamaan Jawa (Javanese virtue ethics) yang mengandung ajaran-ajaran inti yang diyakini orang Jawa untuk meraih keutamaan hidup, atau bagaimana menjadi pribadi utama menurut filosofi dan pandangan hidup Serat Wedhatama Karya Mangkunegara IV merupakan karya yang bukan sekadar sastra biasa, namun juga menjadi sumber ajaran etikaorang Jawa. Ia menjelaskan etika dan etiket hidup sehari-hari di tengah masyarakat Jawa. Lebih dari itu, kehidupan yang utama bagi orang Jawa didasarkan pada upaya menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhannya. Serat ini, dengan demikian, menyentuh inti-inti dasar dalam spiritualisme Jawa.
MN Prabowo Setyabudi
One thought on “Serat Wedhatama Karya Mangkunegara IV”