Oleh: Muhammad Nur Prabowo Setyabudi
Tidarislam.co- Ibadah haji memiliki kedudukan istimewa dalam Islam karena mengandung pesan universal tentang kisah hamba-hamba Tuhan yang diabadikan dalam prosesi ibadah haji, di antaranya Ibrahim, Hajar, dan Ismail. Mereka adalah keluarga yang soleh, taat, penuh cinta, dan dimuliakan Tuhan. Ibrahim adalah leluhur para Nabi. Hajar memiliki kekuatan seorang ibu yang luar biasa. Ismail adalah putra yang taat dan berbakti. Allah memuliakan mereka sebagai hamba-hamba pilihan untuk dikenal dan menjadi teladan bagi manusia.
Pentingnya ibadah haji juga tampak dari dijadikannya penamaan surat dalam al-Quran. Surat ke 22 dalam al-Quran dinamakan surat Hajj atau Haji karena di dalamnya terkandung ajaran tentang haji. Surat Hajj terdiri dari 78 ayat, sebagian diturunkan ketika Nabi Muhammad SAW berada di Makkah, sebagian lain di Madinah. Salah satu pesan utama dalam surat Hajj adalah perintah kepada umat manusia untuk melaksanakan ibadah haji (minimal sekali seumur hidup bagi yang mampu). Informasi dan perintah ibadah seputar haji itu, termasuk perintah korban, diabadikan dalam Q.S. Al-Hajj ayat ke-25-37.
Q.S. Hajj: 25-26 menyebutkan ketika Nabi Muhammad SAW mengingatkan orang-orang di Makkah tentang sejarah nenek moyang Ibrahim. Dia adalah orang yang pertama-tama membangun Ka’bah dan menyampaikan pesan tentang tauhid atau monotheisme. Nabi Muhammad, yang lahir dari keturunan Ibrahim melalui Ismail, sesungguhnya datang kepada mereka (orang-orang Makkah) dengan seruan yang sama.
- Sungguh, orang-orang kafir dan yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan dari Masjidilharam yang telah Kami jadikan terbuka untuk semua manusia, baik yang bermukim di sana maupun yang datang dari luar dan siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zalim di dalamnya, niscaya akan Kami rasakan kepadanya siksa yang pedih.
- Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), “Janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud.
Dengan demikian, ibadah haji merupakan tradisi lama yang terhubung dengan sejarah kenabian hingga Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim diperintah oleh Allah untuk membuat tempat ibadah pertama, dan menyeru umat manusia melaksanakan ziarah atau haji ke tempat yang disebut Baitullah (Rumah Allah), tempat ibadah pertama yang dibangun untuk umat manusia. Orang-orang yang mengikuti ajaran millah Nabi Ibrahim kemudian disebut “muslimin” (QS Hajj: 78), artinya orang-orang yang berpasrah kepada Allah. Ajaran monotheisme yang dibawa oleh Nabi Ibrahim ini adalah sesuatu yang revolusioner pada masanya ketika masih dominannya kepercayaan paganisme dan tidak mengenal Allah (lih. QS. Ibrahim: 36).
Baca juga: Seputar Haji (1) Perjalanan Spiritual Menuju Baitullah
Pada awalnya Nabi Ibrahim dilahirkan, tumbuh, dan berdakwah di bawah kekuasaan Raja Namrud di Babilonia (kini wilayah Irak). Setelah mendapatkan perlawanan, penentangan, hingga siksaan bertubi-tubi, beliau kemudian berpindah ke Palestina beserta istrinya Sarah dan pembantunya Hajar. Setelah lahir putranya dari Hajar yang dinikahinya, maka Ibrahim berpindah sementara untuk membawa Hajar dan Ismail, dipandu sebuah unta yang tak tentu arah. Hingga, atas pentunjuk Tuhan, unta tersebut membawa mereka kepada wilayah tandus dan gersang yang disebut Makkah.
Nabi Ibrahim bersama Ismail yang membangun tempat ibadah suci di tempat gersang tersebut sebelum akhirnya beliau pulang ke Palestina hingga meninggal di sana. Tempat itu yang disebut Masjidil Haram. Istilah Masjidil Haram disebutkan dalam ayat ke-25 yang menekankan bahwa Masjidil Haram adalah tempat yang suci dan terbuka bagi semua manusia, baik yang tinggal di sana maupun dari luar (Q.S. Hajj: 25).
Nabi Ibrahim diperintah oleh Allah untuk menyeru segenap umat manusia untuk datang ke tempat suci itu (Q.S. Hajj: 27). Perintah tersebut diberikan setelah Ibrahim selesai membangun Ka’bah. Dalam sebuah penjelasan riwayat Ibnu ‘Abbas dari Jubair menerangkan terkait perintah ini, bahwa:
Tatkala Ibrahim a.s selesai membangun Ka’bah, Allah memerintahkan kepadanya, “Serulah manusia untuk mengerjakan ibadah haji.” Ibrahim a.s menjawab, “Wahai Tuhan, apakah suaraku akan sampai kepada mereka?” Allah berkata, ”Serulah mereka, Aku akan menyampaikannya.”
Maka Ibrahim naik ke atas bukit Abi Qubais, lalu mengucapkan dengan suara yang keras, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah benar-benar telah memerintahkan kepadamu sekalian mengunjungi rumah ini, supaya Dia memberikan kepadamu surga dan melindungi kamu dari azab neraka, karena itu tunaikanlah olehmu ibadah haji itu.” Maka suara itu diperkenalkan oleh orang-orang yang berada dalam tulang sulbi laki-laki dan orang-orang yang telah berada dalam rahim perempuan, dengan jawaban, “Labbaika, Allahumma labbaika”. Maka berlakulah “talbiyah” dengan cara yang demikian itu.
Dalam ayat-ayat berikutnya (27-33) disebutkan mengenai seruan Ibrahim tersebut:
- Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.
- Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.
- Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).
- Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (hurumat) maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan dihalalkan bagi kamu semua hewan ternak, kecuali yang diterangkan kepadamu (keharamannya), maka jauhilah olehmu (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta.
- (Beribadahlah) dengan ikhlas kepada Allah, tanpa mempersekutukan-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.
- Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.
- Bagi kamu padanya (hewan hadyu) ada beberapa manfaat, sampai waktu yang ditentukan, kemudian tempat penyembelihannya adalah di sekitar Baitul Atiq (Baitullah).
Di antara bagian dari prosesi haji adalah berkurban. Hal ini sangat terkait dengan sejarah pengalaman spiritual Nabi Ibrahim yang diuji oleh Allah untuk mengorbankan putranya sebagai bentuk cinta dan kesetiaannya kepada Allah. Ketika Nabi Ibrahim berhasil membuktikan ketulusannya berkorban, maka sebelum terjatuh pisau tajamnya ke leher Ismail, Allah menggantikan perintah korban tersebut dengan hewan ternaknya. Perintah Kurban kemudian menjadi bagian dari syariat dalam haji, sebagai bentuk komitmen terhadap keikhlasan dan ketakwaan seorang hamba kepada Allah, dan pesan untuk memperhatikan orang-orang fakir dan miskin di lingkungan sekitarnya.
Baca juga: Seputar Haji (9): Kisah Pengorbanan Ibrahim
Pada ayat-ayat berikutnya (34-38), Allah mengingatkan tentang bentuk syukur dan mengagungkan nama Allah di balik ibadah kurban tersebut:
- Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),
- (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang melaksanakan shalat dan orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka.
- Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk-mu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.
- Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
- Sesungguhnya Allah membela orang yang beriman. Sungguh, Allah tidak menyukai setiap orang yang berkhianat dan kufur nikmat.
Demikian kisah Nabi Ibrahim pergi ke Makkah, membangun tempat ibadah, dan menetap sesaat sampai kembali ke Palestina menyimpan banyak pelajaran. Namun yang tidak boleh dilupakan adalah peran seorang Hajar, seorang perempuan yang luar biasa. Beberapa tahun Ibrahim menetap di Makkah, dan tiba waktunya kembali ke Palestina. Sebelum perpisahan dengan Hajar dan Ismail, sempat terjadi percakapan, ketika Nabi Ibrahim harus meninggalkan istri dan anaknya di Makkah. Hajar berjuang seorang diri.
“Apakah Allah yang memerintahkan kepadamu agar aku ditempatkan di daerah sunyi lagi tandus ini?” Ibrahim menjawab, “Benar.” Hajar menjawab, “Jika demikian, Dia (Allah) tidak menyia-nyiakan kita.” Pelan-pelan, terbukalah rahasia tempat tersebut sebagai tempat yang penuh berkah. Nabi Ibrahim pun mendoakan keturunannya melalui Ismail agar menjadi ahli sembahyang (lih. Q.S. Ibrahim: 37).
Peristiwa ini juga mengingatkan kepada “kualitas rohani” dan kesabaran paripurna seorang perempuan taat bernama Hajar, istri Ibrahim ibunda Ismail, yang ketabahannya dikenang sepanjang zaman dalam proses Sa’i dari bukit Shafa hingga Marwah. Suasana ketika ia harus mempertahankan hidup bersama Ismail di tengah panas dan gersangnya Makkah.
Ali Syariati, sebagaimana dikutip KH Husein Muhammad, menggambarkan Hajar sebagai seorang perempuan yang bertanggung jawab, seorang ibu yang penuh cinta, seorang diri, mengembara, mencari, menahan sakit, gelisah, kehilangan pelindung, tidak punya tempat bernaung, tiada rumah, terasing dari kaumnya, tak berkelas, tak punya ras, dan tak berdaya; namun meskipun diliputi segala kekurangan ini, ia penuh harapan. Cintalah yang membuatnya hidup penuh gairah dan optimis.
Hajar yang solihah dan taat kepada suaminya berjuang bertahan hidup dalam kesendiriannya dan menemukan berbagai bukti kekuasaan Allah. Tidak mudah untuk bertahan hidup tanpa suami di tengah wilayah gersang di Makkah. Tapi keyakinan dan kepasarahannya kepada Allah mengalahkan kelemahan dan ketakutannya sebagai perempuan. Allah kemudian memberikan penghormatan luar biasa di hadapan seluruh umat manusia dalam prosesi haji.
Baca juga: Islam Agama Rahmat
Tradisi melaksanakan haji atau menziarahi Rumah Allah sebagaimana diajarkan Nabi Ibrahim ini masih dipertahankan ketika hadir syariat Islam pada masa Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW meneruskan tradisi nenek moyangnya tersebut, yakni tradisi yang sarat dengan pesan-pesan monotheisme atau Tauhid dan pesan kemanusiaan.
Elemen-elemen dalam ibadah haji pada esensinya adalah mengambil dan menghidupkan kembali pesan dan spirit dari orang-orang besar seperti Ibrahim, Hajar, dan Ismail. Mereka orang-orang yang dihormati oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW bahkan mewarisi komitmen Nabi Ibrahim tentang cara-cara dakwah dengan penuh kelembutan dalam menyeru kepada Tauhid (lih. Q.S. Ibrahim: 36).
Nabi Muhammad SAW sendiri melaksanakan ibadah haji sekali sebelum hijrah, dan melaksanakan sekali lagi setelah hijrah ke Madinah yang disebut sebagai haji Wada’ atau haji Perpisahan. Selain itu, beliau juga empat kali melakukan ziarah biasa atau umrah ke tanah suci setelah hijrah.
Demikianlah ibadah haji yang mengingatkan pada perjalanan keluarga Ibrahim. Makam Nabi Ibrahim, di Palestina, diziarahi oleh penganut tiga agama besar dari keturuan-keturunannya (agama Abrahamik atau Islam, Yahudi, dan Kristen). Tetapi haji, mengingatkan Ibrahim bersama Hajar dan Ismail di Makkah, yang hanya diziarahi oleh para pengikutnya dan pengikut Nabi Muhammad yang menamakan dirinya muslimun (orang-orang yang berpasrah).
Selain pesan-pesan tentang Haji, keseluruhan ayat yang terdiri dari 78 ayat dan terangkum dalam surat al-Hajj tersebut juga mengandung pesan-pesan penting yang mengingatkan tentang penciptaan manusia, kekuasaan dan keadilan Allah, kekuatan iman dan doa, dan pesan eskatologis tentang tanggungjawab manusia di akhirat. Wallahua’lam.
Baca juga: Seputar Haji (3): Haji sebagai Revolusi Spiritual