Tidarislam.co – Ilmu fikih (fiqh) adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum dalam syariat Islam yang diturunkan dari al-Quran dan al-Hadits. Ahlinya disebut fakih (ahli fiqh). Proses pengambilan hukum biasanya disebut ijtihad (pengambilan hukum). Pesantren-pesantren mengajarkan tentang ilmu ini sejak level dasar, yang menyajikan hasil-hasil keputusan hukum oleh ulama-ulama, hingga tingkat advance yang mulai melatih prinsip-prinsip dalam pengambilan hukum Islam dalam forum seperti Bahtsul Masail.
Ilmu fikih membahas putusan-putusan praktis hasil ijtihad para ulama yang ahli dalam memahami dasar dan tujuan syariat Islam. Ilmu fikih menjadi ilmu praktis yang menjelaskan tentang hukum-hukum Allah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, menyangkut aspek mendasar terkait peribadatan (‘ibadah) hingga politik (siyasah) dan pidana (jinayah). Dengan ilmu fikih, nilai-nilai syariat Islam dapat dirasakan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Namun kekayaan khasanah fikih menjadikan fikih bagaikan lautan ilmu tak bertepi. Hal ini dikarenakan satu masalah yang dibahas dalam ilmu fikih sangat dinamis, dapat bercabang menjadi banyak, seakan tak ada habis-habisnya. Persoalan-persoalan dalam fikih juga berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
Kajian dalam fikih melahirkan banyak aliran fikih yang mempunyai pandangan yang berbeda dan beragam tentang satu masalah yang sama. Dari semua bidang Ilmu yang banyak dikaji dalam Islam, ilmu fikih lah yang paling banyak diperhatikan dan juga paling banyak melahirkan perbedaan pendapat. Karena masing-masing mazhab memiliki dalil dan argumentasi sendiri. Perbedaan tentang tata cara bersuci, misalnya, melahirkan perbedaan di kalangan aliran-aliran fikih. Bahkan, boleh jadi, perbedaan itu juga muncul di kalangan ahli hukum dalam satu lingkaran satu madzhab. Oleh karena itu dikatakan bahwa ilmu fikih sangatlah dinamis. Setiap komunitas masyarakat di suatu negara atau wilayah memiliki referensi hukum yang berbeda, dan sebagian bahkan memasukkan adat atau tradisi yang baik dari suatu komunitas sebagai bagian dari unsur yang dipertimbangkan dalam pengambilan suatu hukum.
Oleh karena itu, sikap terbaik yang harus diambil adalah menerima berbagai macam perbedaan pendapat dalam hukum baik menyangkut ibadah atau yang lain. Menyatukan perbedaan hukum tentang suatu masalah di kalangan umat Islam adalah suatu kemustahilan. Perbedaan hukum justru merupakan sesuatu yang positif, senada dengan Sabda Nabi Muhammad SAW:
“Perbedaan pendapat dikalangan umatku adalah rahmat.”
Rahmat artinya, bahwa perbedaan itu sesungguhnya merupakan bentuk manivestasi dari kasih sayang Allah kepada umat manusia, dan bentuk luasnya hikmah Allah.
Baca juga: Islam Agama Rahmat
Salah satu referensi keulamaan yang menerangkan dan memberi contoh tentang perlunya kita memahami perbedaan dalam fikih di kalangan umat Islam adalah Kitab Rahmatul Ummah fi Ikhtilafi al-Aimmah, yang membahas suatu masalah dari pandangan empat madzhab besar dalam fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Kitab ini cukup populer, dan ditulis oleh seorang ulama ahli hukum dari Damaskus, yaitu Syaikh Muhammad bin Abdurrahman, dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Fikih Empat Madzhab.
Buku ini banyak dikaji di pesantren-pesantren sebagai suatu “standard” dalam kajian ilmu fikih, dan menjadi rujukan yang cukup otoritatif dalam bidang ilmu fikih. Penulis buku menerangkan pendapat-pendapat dari kalangan imam-imam ahli fikih terhadap suatu masalah tertentu. Sehingga perbedaan pendapat menjadi asumsi dan titik tekan dalam kitab ini. Dalam mukaddimahnya, penulis kitab menyampaikan mengapa perbedaan itu terjadi:
“Segala puji bagi Allah yang membesarkan kebaikan-Nya, dan menurunkan Quran-Nya; dan menjelaskan di situ kaidah-kaidah agamaNya dan tiang-tiangnya, lalu menjadikan kepada utusannya penjelasannya; lalu beliau menjelaskan hal tersebut kepada sahabat beliau saat hidup beliau; lalu mereka berpisah setelah wafat beliau; mereka mencari dari Allah anugrah-Nya dan ridlo-Nya; dan ketika kota-kota tertaklukan dan kalimat tauhid menjadi tinggi di daerah-daerah dan iman memukul para tetangganya, dan sebagian sahabat menuju untuk mencari bekal ke suatu tempat di ujung negara, dan menetapi perkaranya dan urusannya, maka ia mengajarkan apa yang ia ketahui kepada pengikutnya, dan menjelaskan apa yang ia paham kepada kelompoknya; dari ahli mengurai dan berbuat, maka tumbuh dari pengikut mereka kelompok yang agung; mereka siap untuk ilmu dengan segala kesiapan; mereka sampai pada kedudukan yang tinggi, dan berijtihad dengan seluruh ijtihad, dalam mencari kebenaran dan yang diharapkan, untuk mencari penyampaian amanah; dan mereka berbeda karena kerasnya ijtihad mereka dalam mencari kebenaran; dan perbedaan mereka adalah suatu Rahmat untuk makhluk; maha suci Allah yang maha bijaksana.”
Kitab ini, dengan demikian, sedari awal mengingatkan dan menegaskan kepada kita, bahwa kita perlu membekali diri dengan pemahaman yang terbuka dalam menjalankan agama, khususnya ketika melihat suatu masalah dari segi hukum. Perbedaan pendapat dalam bidang fikih di tengah umat Islam adalah suatu keniscayaan yang tidak mungkin diingkari, dan kita harus lebih dewasa dalam melihat perbedaan pendapat hukum sebagai sesuatu yang positif, karena dilahirkan dari putusan ahli-ahli hukum yang kredibel. Wallahu a’lam.