Oleh: Shava Rosalia Efendi
Tidarislam.co- Generasi Alpha merupakan anak yang lahir pada tahun 2010-2024, yang kini berusia sekitar 1 hingga 15 tahun. Generasi Alpha lahir di tengah pesatnya kemajuan teknologi yang akrab dengan smartphone, tablet, media sosial, dan berbagai teknologi lainnya, dengan itu Generasi Alpha memiliki akses yang luas terhadap informasi melalui teknologi digital. Namun, Generasi Alpha cenderung kurang mampu untuk memilah, menganalisis, dan mengolah informasi secara kritis. Hal ini menjadi tantangan utama di tengah derasnya arus informasi yang belum valid terverifikasi.
Tulisan ini bertujuan untuk membangun budaya literasi yang kritis terhadap Generasi Alpha dengan memanfaatkan teknologi media belajar digital. Literasi yang kritis merupakan tidak hanya mencakup kemampuan membaca dan menulis dengan baik tetapi, kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan mencerna informasi secara bijaksana. Teknologi digital menjadi cara yang paling efektif untuk meningkatkan literasi yang kritis di tengah maraknya pengaruh negative penggunaan teknologi digital, walaupun terdapat pengaruh negatif teknologi digital tetap ada pengaruh positif-Nya jika di gunakan dengan baik. Maka dari itu penulis ingin mengajak Generasi Alpha untuk belajar menggunakan teknologi digital dengan baik dan menerapkan literasi yang kritis.
Melalui pemanfaatan teknologi yang tepat, diharapkan Generasi Alpha bisa belajar cara memilah informasi yang baik dan relevan untuk mendukung pertumbuhan karakter mereka serta menanamkan nilai budi pekerti. Penanaman nilai budi pekerti dalam pengembangan literasi yang kritis dapat dilakukan secara bersamaan dan perlu pendampingan khususnya orang tua. Proses penanaman nilai budi pekerti melalui pendidikan karakter harus dilakukan sejak dini dan bila perlu dimaksimalkan pada usia anak sekolah dasar.
Generasi Alpha yang lahir pada tahun 2010-2024 merupakan generasi yang hidup di tengah disrupsi teknologi, menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pendidikan literasi. Karakteristik dari Generasi Alpha, tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya yaitu Generasi Z. Generasi Z ialah mereka yang lahir pada tahun 1997-2012. Mereka tumbuh bersama teknologi dan tidak bisa lepas dari penggunaan smartphone yang terhubung oleh internet dan dapat mengakses segala sesuatu dengan mudah dan bebas.
Saat ini Generasi Alpha dengan sangat mudah mendapatkan informasi melalui internet. Anak-anak dengan mudah mengakses berbagai konten dari internet contohnya seperti dari TikTok, Instagram, X, YouTube dan aplikasi lainnya, namun tidak mampu membedakan mana informasi yang valid, relevan, atau yang malah bisa menyesatkan. Hal ini, menjadi tantangan pada Generasi Alpha bila individu pada Generasi Alpha yang minim literasi kritis akan risiko terpapar informasi yang tidak valid atau biasa disebut dengan hoaks.
Selain itu, dapat menyebabkan menurunnya minat baca akibat lebih sering melihat konten secara visual dan instan, seperti video pendek dan media sosial juga menjadi perhatian utama. Tetapi dari aplikasi-aplikasi yang penulis sebutkan di atas pastinya juga ada pengaruh positif nya jika bisa menggunakannya dengan baik. Kemajuan teknologi telah mengubah cara belajar anak. Mereka lebih tertarik pada visual interaktif daripada teks panjang. Akibatnya, kemampuan membaca mendalam dan berfikir kritis menjadi kurang terasah. Hal ini tentu berdampak pada kualitas pemahaman, daya nalar, dan bahkan pembentukan karakter.
Dalam hal ini Generasi Alpha perlu pengembangan berpikir kritis dalam mengolah informasi dengan baik. Melalui literasi kritis, anak-anak pada generasi alpha dapat belajar untuk mengidentifikasi informasi yang valid berbasis bukti sehingga tidak mudah terpapar berita hoax. Literasi kritis juga diharapkan mendorong anak untuk membuat keputusan bijak berdasarkan analisis, argumen yang kuat dan mendalam untuk menemukan fakta dalam suatu informasi di dunia digital.
Strategi Efektif Untuk Meningkatkan Literasi Generasi Alpha Di Tengah Dirupsi Teknologi
Peningkatan literasi kritis pada Generasi Alpha merupakan tantangan sekaligus peluang di era disrupsi teknologi. Anak-anak yang tumbuh di tengah kemajuan digital memiliki akses informasi yang sangat luas, namun tidak selalu memiliki kemampuan untuk memilah dan memahami informasi secara bijak. Oleh karena itu, literasi tidak hanya harus dilihat sebagai kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga sebagai kemampuan berpikir kritis, analitis, dan etis dalam menghadapi arus informasi yang masif.
Meningkatkan minat membaca Gen Alpha adalah tanggung jawab bersama. Orang tua, pendidik, dan masyarakat perlu bekerjasama untuk menciptakan generasi yang gemar membaca dan memiliki pengetahuan yang luas. Dengan meningkatkan minat membaca, Gen Alpha dapat menjadi generasi yang cerdas, kreatif, dan inovatif.
Beberapa strategi dapat dimanfaatkan secara efektif oleh orang tua untuk meningkatkan literasi Generasi Alpha di tengah disrupsi teknologi, di antaranya:
- Teknologi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan minat membaca anak, seperti dengan menggunakan e-book, aplikasi membaca interaktif, dan audiobooks.
- Memadukan teks dengan gambar, audio, dan video untuk meningkatkan ketertarikan anak terhadap bacaan. Buku digital interaktif, animasi edukatif, dan aplikasi belajar yang menyenangkan bisa menjadi sarana efektif.
- Memberikan arahan kepada anak untuk memakai smartphone untuk kegiatan literasi yang produktif. Misalnya, membuat proyek membaca digital, menulis cerita pendek lewat aplikasi, atau berdiskusi melalui platform edukatif.
- Mengajarkan anak cara untuk memilah informasi, menngenali hoaks, memahami privasi digital, dan bersikap etis di media sosial.
- Membiasakan anak membaca sejak dini dengan membacakan cerita pengantar tidur, mengajak anak ke toko buku, dan menyediakan buku-buku yang menarik bagi anak.
- Menciptakan suasana membaca yang nyaman di rumah dengan menyediakan ruang khusus untuk membaca dan menyediakan buku-buku yang mudah dijangkau anak.
- Orang tua dapat bekerjasama dengan sekolah untuk meningkatkan minat membaca anak, seperti dengan mengadakan program literasi, mengadakan lomba membaca, dan menyediakan akses buku yang berkualitas di sekolah.
Teknologi digital, bila dimanfaatkan dengan bijak, dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk meningkatkan minat baca dan literasi anak. Melalui strategi seperti penggunaan aplikasi edukatif, buku digital, dan konten multimedia interaktif, anak-anak dapat diajak belajar dengan cara yang menyenangkan dan relevan dengan dunia mereka. Namun, pemanfaatan teknologi ini juga harus dibarengi dengan pendampingan dari orang tua dan guru agar anak mampu menyaring informasi dengan tepat dan membentuk karakter yang baik.
Kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan ekosistem literasi yang mendukung tumbuh kembang Generasi Alpha. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat menumbuhkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak, kritis, dan berkarakter dalam menghadapi tantangan zaman.
Referensi
- Alamsyah, M. A., Hidayati, L., Ana, M. F., Barizi, A., & Iswatiningsih, D. (2025). Membangun literasi kritis pada Gen Alpha (melalui teknologi) dalam pengolahan informasi dengan menanamkan budi pekerti. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 10(1), 811–820.
- Ramadhani, A. V., Ambarita, T., Sella, F. A., Lazuarni, D. N., Utami, R. U., Margolang, D. N. S., Purba, D. T., & Barus, F. L. (2024). Urgensi minat membaca Gen Alpha di tengah maraknya penggunaan smartphone. Jurnal Teknologi Pendidikan, 1(4), 1–9. https://edu.pubmedia.id/index.php/jtp
- Nugroho, J., & Ismail, D. H. (2024). Strategi membangun keterampilan berpikir kritis untuk Generasi Alpha Z (Critical thinking skills building strategies for Generation Alpha Z). Transparansi: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi, 7(1), 46–55. https://doi.org/10.31334/transparansi/v7i1.3752
Shava Rosalia Efendi, merupakan mahasiswa di Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta