Oleh: Zahra Naila Abhista
Tidarislam.co- Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah membawa perubahan yang fundamental terhadap cara manusia berinteraksi sosial. Media sosial tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi tetapi juga dapat menjadi ruang penyebaran informasi ataupun gagasan termasuk yang berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan. Penyebaran informasi dapat terjadi secara cepat dan luas melalui tulisan, gambar, bahkan video hingga melintasi batas geogafis berbagai wilayah. Dengan pesat dan mudahnya penyebaran informasi, muncul beberapa persoalan. Lalu, bagaimana pula peran pendekatan Ilmu Kalam dalam menangkal penyebaran radikalisme dan sekularisme yang berkembang pesat di media sosial?
Apakah semua informasi yang terdapat di media sosial dapat dipercaya?
Tidak semua informasi di media sosial dapat diterima tanpa sikap kritis pembaca. Sebab, di satu sisi, media sosial menyediakan informasi edukasi atau dakwah seperti keagamaan dari berbagai sumber yang dapat diakses oleh masyarakat. Namun, di sisi lain, arus informasi yang beragam juga dapat menjadi tantangan karena membuka ruang pula untuk paham keagamaan yan menyimpang. Perspektif yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai Islam dapat memengaruhi pola pikir masyarakat menjadi radikal dan sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan dunia. Kedua hal tersebut dapat dengan mudah memengaruhi pola pikir masyarakat, terutama masyarakat yang belum memiliki fondasi keilmuan agama yang kuat.
Apa yang terjadi apabila paham tersebut diterima masyarakat yang belum memiliki fondasi keilmuan yang kuat?
Ketika paham tersebut diterima langsung oleh masyarakat, akan terjadi adanya pola pikir radikalisme, yang merupakan suatu tindakan yang kerap muncul dari interpretasi bahwa kebenaran pandangan ajaran agama hanya terdapat pada suatu kelompok dan menutup ruang toleransi dari berbagai perbedaan. Dalam memahami ajaran agama Islam bersikap tekstual tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas. Semangat mereka dalam mengoreksi orang lain sangat tinggi dan cenderung memaksa.Tidak jarang, mereka yang memiliki paham radikalisme menilai kafir kepada siapapun yang tidak menjadikan agama sebagai dasar hukum bermasyarakat.
Selain radikalisme, terdapat pula paham sekularisme yang dapat menyebar dengan paham yang memisahkan antara ajaran agama dengan berbagai aspek kehidupan. Sikap tersebut bertentangan dengan ajaran agama yang menekankan bahwa agama merupakan pedoman kehidupan, sehingga dapat menjauhkan masyarakat dari nilai agama dan melemahkan iman pada tiap individu.
Apa pengaruh media sosial dalam penyebaran pemahaman tersebut?
Dengan media sosial, siapapun dapat terpengaruh paham radikalisme hanya dengan mengakses konten tertentu tanpa interaksi langsung. Selain itu, tersebarnya konten kebencian dan intoleransi berpotensi mengancam kerukunan sosial dan keberagaman. Para pelaku radikalisme sering kali mengatasnamakan agama, padahal mereka sebenarnya salah memahami ajaran agama dan bertindak tanpa nurani ataupun pemahaman agama yang mendalam. Media sosial juga memiliki peluang dalam mempercepat penyebaran paham sekularisme dengan adanya konten atau diskusi keagamaan yang cenderung kurang dalam hal dalil atau dasar yang kuat hingga menekankan kebebasan pola pikir masyarakat yang jauh dari ajaran agama. Hal tersebut dapat berpotensi mengikis pemahaman tentang penßtingnya mengintegrasikan ajaran agama Islam dalam berbagai aspek kehidupan oleh masyarakat.
Masyarakat modern cenderung mengedepankan akal dan rasional, sehingga kebebasan pola pikir masyarakat sering kali jauh dari ajaran agama. Agar masyarakat tidak mudah terjebak oleh paham yang menyimpang, masyarakat memerlukan pemahaman ajaran agama Islam yang mendalam dan kontekstual.
Bagaimana memahami ajaran agama Islam yang mendalam? Untuk apa memahami ajaran Islam dalam konteks media sosial?
Dalam menangkal penyebaran radikalisme dan sekularisme di media sosial, Islam memiliki cabang ilmu yang menekankan pendekatan rasional dan keilmuan yakni Ilmu Kalam atau Ilmu Tauhid. Ilmu Kalam merupakan salah satu disiplin ilmu dalam Islan yang membahas aqidah Islam yang pembahasannya akan berpuncak kepada keesaan Tuhan. Maka, Ilmu Kalam memiliki dua fungsi, yakni sebagai pengukuh akidah umat dan untuk menolak beragam keraguan dalam beraqidah. Dengan menggunakan akal yang sehat dan dalil yang jelas yang terintegrasi dengan dasar dalam Islam yakni Al-Quran dan Hadits, ilmu kalam dapat menjawab pertanyaan mengenai Tuhan, sifatNya, dan hubungannya dengan alam semesta.
Pendekatan rasional dalam ilmu kalam memungkinkan masyarakat untuk memahami ajaran Islam secara mendalam. Sehingga, selain dapat menangkal penyebaran radikalisme dan sekularisme, juga dapat membangun pemahaman keislaman yang kokoh dan dalamnya keimanan.
Dalam era digital, dakwah dapat dilakukan dengan cara lain selain dalam majelis taklim dan masjid, yakni dengan media sosial. Penyampaian ilmu agama dapat dikemas dalam konsep yang menarik dan mudah dipahami seperti video dakwah singkat, infografis keagamaan, dan diskusi terkait pandangan ajaran agama yang interaktif. Hal ini, menuntut partisipasi masyarakat seperti membiasakan untuk membuat dan membagikan konten positif yang mengajak orang untuk berbuat kebaikan, serta tidak menyebarkan informasi dari media sosial apabila belum yakin dengan kebenaran kontennya. Apabila menemukan konten yang mengarah pada paham radikalisme dan sekulerisme, masyarakat harus bersikap aktif dan tegas menolak ataupun mengkritisi konten tersebut.
Baca juga: Asal Usul Ilmu Kalam dalam Tradisi Pemikiran Islam
Dalam hal ini, sosialisasi sikap anti radikalisme dan anti sekulerisme dapat menjadi langkah dalam membentuk kesadaran masyarakat agar memiliki sikap kritis dan selektif terhadap konten yang berpotensi menyimpang. Selain itu, penting memiliki sikap keberanian untuk melaporkan konten yang tidak pantas dalam menagkal penyebaran pemahaman agama yang menyimpang dengan ajaran Islam, baik seperti radikalisme maupun sekulerisme.
Hal yang sangat penting yakni penekanan terhadap pentingnya literasi digital yang berbasis pada nilai-nilai agama Islam. Agar membantu masyarakat dalam memahami dan menyaring informasi di media sosial dengan kritis dan bijaksana, mampu membedakan mana yang sesuai dengan ajaran agama Islam dan yang bertentangan. Sehingga, masyarakat tidak mudah percaya pada informasi tentang pemahaman agama yang kurang terbukti asalnya atau dalilnya yang dapat mengubah pola pikir mereka menjadi radikalisme dan sekularisme.
Selanjutnya yang diperlukan ialah mengedepankan sikap moderasi beragama di tengah berbagai tantangan zaman yang beragam. Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin yang menanamkan keseimbangan (wasathiyah) dalam berbagai aspek kehidupan. Ilmu kalam membantu menanamkan nilai-nilai moderasi dalam berbagai pemikiran paham keagamaan yang dapat mengikis nilai-nilai agama islam. Ilmu kalam melalui pendekatannya yang rasional dan keilmuan mampu memberi ruang bagi masyarakat dalam memahami ajaran agama Islam secara mendalam, tekstual, dan kontekstual.
“Penerapan pendekatan Ilmu kalam yang tetap berlandaskan pada Al-Quran dan Hadits di tengah arus informasi yang beragam mampu menumbuhkan sikap berpikir kritis dan bijaksana, yang terbuka dengan dialog perbedaan namun menjaga keaslian ajaran agama Islam, mengokohkan akidah serta menangkal paham yang menyimpang dalam memahami ajaran agama.”
Pemahaman yang mendalam memungkinkan masyarakat bersikap kritis terhadap informasi yang mengarah pada penyimpangan ajaran agama. Sehingga, literasi digital berbasis pada nilai-nilai Islam sangat penting untuk masyarakat mampu menyaring informasi dan menumbuhkan sikap moderasi beragama dalam perbedaan. Maka, umat Islam dapat menangkal penyebaran paham radikalisme dan sekularisme, serta menjaga akidah dan nilai agama dalam bermasyarakat khususnya di media sosial.