![](https://tidarislam.co/wp-content/uploads/2024/12/nudotordotidddd.jpg)
Ilustrasi gambar: nu.or.id
Tidarislam.co – Di sepanjang tahun 2024, konten-konten di situs online yang bermuatan radikalisme-terorisme masih sangat marak terjadi, bahkan jumlah konten terorisme yang tersebar di situs-situs online dan media sosial mencapai ratusan ribu, ini angka yang sangat banyak dan tentunya masih sangat menghawatirkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat rawan terhadap berbagai praktik radikalisme-terorisme.
Kendati berbagai praktik terorisme telah menyusut dalam beberapa tahun terakhir, tapi bibit-bibitnya masih tetap ada. Pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia kiranya perlu tetap waspada terhadap ilfiltrasi adanya paham-paham keislaman yang menyimpang. Untuk itu, penyebaran konten-konten positif tentang moderasi dan toleransi sangat diperlukan untuk makin menyadarkan masyarakat tentang perlunya membangun kehidupan sosial keagamaan yang damai dan harmonis.
Mengutip dari situs resmi bnpt.go.id, dalam konteks penumpasan paham-paham radikal, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah berhasil memblokir 180.954 konten bermuatan toleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di ruang siber.
Baca juga: Meneroka Tren Indeks Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
Sebagian besar konten-konten tersebut berasal dari propaganda jaringan teroris seperti ISIS, HTI, dan JAD yang masih sangat aktif menyebarkan ideologi kekerasan melalui platform digital. HTI sendiri pada dasarnya telah resmi dibubarkan di era Jokowi beberapa tahun yang lalu, tetapi tentu saja akar-akarnya masih sangat kuat dan simpatisan HTI masih sangat banyak di Indonesia.
Ini sekaligus menggambarkan bahwa kendati pergerakan mereka telah dilarang oleh negara, namun ideologi mereka masih sangat subur, hal ini dibuktikan dengan banyaknya konten yang masih aktif menyuarakan gagasan-gagasan radikal yang mereka usung.
Kepala BNTP, Komjen Pol. Eddy Hartono, S.I.K, M.H., menekankan bahwa pencegahan adalah kunci utama dengan menangani ancaman terorisme, “langkah pencegahan ini jadi yang utama bersama kementerian lembaga sehingga Indonesia ini bebas dari ancaman terorisme”, ungkapnya dalam pernyataan pers akhir tahun BNPT, Senin (23/12).
Langkah strategis ini menjadi bagian dari upaya prevensif BNPT dalam mencegah penyebaran paham terorisme di dunia maya. Berdasarkan temuan Knowledge Hub (I-KHub) BNPT CT/VE Outlook, kelompok teroris kerap memanfaatkan ruang digital untuk merekrut anggota, menyebarkan doktrin terorisme, hingga merencanakan aksi kekerasan.
Selain melakukan pemberantasan terhadap konten berbau terorisme, BNPT juga aktif melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya radikalisme. Upaya ini tentunya untuk mempromosikan kerukunan antarumat beragama sekaligus memutus rantai radikalisme di Indonesia. Langkah tersebut juga merupakan bagian dari perwujudan Asta Cita Presiden RI yang menitikberatkan penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, dan HAM. Serta menciptakan kehidupan harmonis dalam konteks budaya, lingkungan, dan toleransi beragama.
Namun demikian, apa yang dilakukan oleh BNPT tidaklah cukup, sebab hal ini tidak sebanding dengan banyaknya orang atau anggota yang telah terpapar paham radikal. Oleh sebab itu, bahu-membahu antar segenap umat beragama menjadi kunci bagi pemberantasan gerakan radikalisme di akar rumput.
Selain itu, masyarakat juga harus betul-betul tahu tentang bahaya gerakan radikal ini. Misalnya, orang-orang yang sudah terpapar ideologi radikal, mereka menganggap gagasan-gagasannya suci, sehingga ketika melakukan aksi terorisme mereka tidak menyadari bahwa perbuatannya itu salah. Berbeda dengan perilaku kriminal lainnya, di mana ketika seseorang melakukan pembunuhan, ia menyadari bahwa tindakan itu salah, sementara kelompok radikal sering tidak menyadari itu.
Pemberantasan gerakan radikal-teroris kiranya bukan hanya menjadi tanggung jawab BNPT dan Densus 88 yang selama ini menjadi lembaga yang aktif memberantas gerakan teroris, segenap masyarakat Indonesia juga harus bersama-sama melawan berbagai ideologi yang dianggap menyimpang. Bahu-membahu antara pemerintah dan masyarakat akan mendorong pada kehidupan yang lebih damai dan harmonis.
Sesungguhnya, berbagai aksi intoleransi agama di Indonesia telah mengalami menurunan dalam beberapa tahun terakhir, hal ini dibuktikan dengan adanya laporan dari Menag tentang indeks tren kerukunan umat beragama di Indonesia. Hasilnya, tahun 2024 tren itu mengamali menyusutan, ini merupakan kabar yang menggembirakan. Meskipun tentu saja Indonesia belum ada di titik aman dalam kaitannya dengan ancaman ideologi radikal-teroris. Adanya kerjasama antar lembaga pemerintah dan masyarakat sipil harus terus didorong agar kita dapat mencapai kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
Tidarislam.co – News