Otoritas Keulamaan Klan Baalawi Menurut Kiai Said Aqil Siradj

Tidarislam.co – Dalam sebuah podcast di channel youtube Akbar Faisal baru-baru ini (tonton di sini), Kiai Said Aqil Siradj memberikan pernyataan yang mengejutkan tentang kontroversi isu klan Baalawi di Indonesia. Tema utama dalam podcast tersebut sesungguhnya tidak hanya menyoal isu Baalawi, tetapi banyak hal yang dibicarakan, seperti gerakan Islam radikal, hubungan NU dan pemerintah, dan tentunya Baalawi.

Kiai Said sendiri merupakan ulama besar Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketum PBNU selama dua periode sebelum Gus Yahya. Kiai Said merupakan ulama berpengaruh yang ahli di bidang teologi Islam, tasawuf, dan filsafat. Kecerdasannya dapat diterawang melalui ceramah-ceramahnya yang sangat mendalam.

Dalam podcast bersama Akbar Faisal tersebut, kiai Said menjelaskan bahwa peradaban Islam sesungguhnya tidak dilakukan oleh orang-orang Arab, tetapi orang Ajam, yakni orang-orang non Arab. Hampir di semua bidang keilmuan Islam, seperti fikih, tasawuf, teologi, dan filsafat, tidak ada kontribusi orang-orang Arab.

Mengapa hal ini terjadi padahal Islam berasal dari Arab? Hal ini disebabkan karena ketika itu banyak orang-orang Arab yang sibuk dengan urusan politik dan pemerintahan, begitu pula dengan cucu-cucu Nabi, sehingga bidang keilmuan dan peradaban diambil alih oleh orang-orang non Arab.

Baca juga: Habaib dan Otoritas Keulamaan Pasca Orde Baru

Dalam konteks realitas inilah, kiai Said membaca posisi klan Baalawi di Indonesia. Menurut beliau, sebagaimana juga terjadi dalam sepanjang sejarah peradaban Islam, klan Baalawi sesungguhnya tidak memiliki otoritas keilmuan Islam di Indonesia. Kiai Said mengatakan bahwa banyak habaib – untuk tidak mengatakan semuanya – hanya mengandalkan nasab dan tidak memiliki bobot keilmuan sama sekali.

Kendati ada pula habib yang memiliki otoritas keilmuan yang tinggi, tetapi itu tidak banyak. Justru yang muncul dipermukaan adalah mereka-mereka yang tidak berbobot justru yang ditampakkan adalah kebodohannya dalam memperkenalkan Islam. Dari konteks inilah, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa umumnya habaib memang tidak memiliki otoritas keulamaan di Indonesia.

Kiai Said juga menerangkan bahwa salah satu alasan mengapa keilmuan para habaib ini diragukan adalah karena keberadaan mereka sangat jarang ikut andil dalam perkumpulan ulama, terutama dalam konteks merumuskan berbagai bidang keilmuan Islam yang dilakukan secara ijma dan ijtihadi bersama ulama-ulama lain di Indonesia.

Menurut kiai Said, tidak ada keturunan Yaman (Baalawi) yang memiliki otoritas keulamaan mumpuni, mereka hanya mengandalkan posisinya sebagai keturunan Nabi dan mengajak shalawatan di tengah masyarakat. Padahal, menurut kiai Said, mereka sesunggguhnya telah memanipulasi keturunan yang dimanfaatkan untuk menggaet kepercayaan umat. Artinya, mereka hanya mengaku-ngaku keturunan Nabi dan mengambil manfaat dari itu.

Apa yang disampaikan kiai Said ini tidak bisa dilepaskan dari konteks gonjang-ganjing klan Baalawi yang menggegerkan Indonesia sejak dua tahun terakhir. Ternyata, isu ini masih terus berkembang di masyarakat dan belum ada tanda-tanda surut.

Baca juga: MLB dan Serangkaian Polemik di Tubuh PBNU

Tentu kita harus objektif dalam menanggapi isu ini. Misalnya, kita tidak bisa mengabaikan bahwa klan Baalawi juga ada yang berkontribusi dalam penyebaran ajaran Islam di Indonesia, banyak di antara mereka juga alim, kendati banyak juga yang tidak.

Selain itu, bila dipahami bahwa klan Baalawi nasabnya putus dari Nabi Muhammad Saw, tidak bisa dipungkiri bahwa di antara mereka ada pula yang menikah dengan keturunan Nabi yang asli, seperti Sayyid dan Sayyidah, sehingga kendati banyak yang memahami bahwa mereka bukan keturunan Nabi, tetapi ada pula habaib yang menikah dengan keturunan Nabi asli yang artinya mereka melahirkan keturunan Nabi yang asli pula.

Terlepas dari itu semua, sebagai orang Indonesia, kita perlu bangga bahwa ulama-ulama di negeri ini banyak pula yang sangat alim dan pengarang banyak kitab. Mereka semua tidak kalah saing dengan ulama-ulama kelas dunia lainnya di belahan bumi yang lain. Hanya saja, mungkin banyak yang belum mengenal mereka di negara-negara lain.

Tugas umat Islam Indonesia adalah bagaimana Islam Indonesia ini dapat mendunia, dilihat, dan dapat berkontribusi bagi perkembangan keilmuan Islam di dunia internasional. Tentu ini bukan tugas yang mudah, sebab ulama-ulama maupun ilmuan internasional masih banyak yang belum melirik khazanah keilmuan Islam di Indonesia.

Baca juga: Keulamaan sebagai Kompetensi Keilmuan

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *