Nilai Tawazun dan Realisasinya dalam Pemerataan Pendidikan Nasional

Oleh: Naila Salma Nor Halisa*

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara dengan segmen multikultural yang sudah eksis di dunia Internasional. Multikultural berasal dari istilah multikulturalisme yang memiliki pengertian yaitu konsep yang mengakui dan menghargai keberagaman budaya, etnis, agama, dan identitas lainnya dalam suatu masyarakat (Sipuan et al., 2022). Indonesia termasuk ke dalam segmen multikultural yang berarti bahwa memiliki keberagaman yang sangat variatif sehingga terbentuk segi perbedaan yang amat mencolok. Keberagaman ini justru tidak menjadikan Indonesia terpecah belah, melainkan muncul celah-celah untuk memupuk persatuan dan kesatuan, sehingga suatu perbedaan yang ada tidak menjadikan Indonesia berada di lingkaran masalah keberagaman.

Dalam lingkaran keberagaman, masyarakat tentunya memerlukan sesuatu untuk tetap mempertahankan persatuan dan kesatuan yang ada. Terutama dalam segi keyakinan, dengan concern pada umat muslim Indonesia. Dalam hal ini, Nahdlatul Ulama hadir sebagai organisasi Islam yang menjunjung ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja), di mana ajaran Aswaja merupakan ajaran yang menganut pada kelima sumber hukum. Kelima sumber hukum tersebut adalah Al-Qur’an dan Hadits, Ilmu Fiqih, Ijma’, dan Qiyas (Abrori et al., 2022: 18).

Penanaman nilai-nilai keaswajaan juga sangat dibutuhkan dalam pengelolaan keberagaman Indonesia, agar masyarakatnya tidak mudah terkecoh dan terguncang dengan kebaharuan yang hadir dengan sangat cepat. Nilai-nilai Aswaja yaitu Tawassuth (moderasi), Tasamuh (toleransi), Tawazun (keseimbangan), I’tidal (tegak lurus pada kebenaran), dan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (mangajak kebaikan dan mencegah kemungkaran). Nilai-nilai inilah yang nantinya akan mengarahkan negara Indonesia dalam menjalankan proses bernegara dengan baik dan sesuai nilai-nilai keaswajaan.

Pada esai ini, penulis ingin membahas mengenai realisasi nilai tawazun dalam aktualisasi kegiatan bernegara di Indonesia. Karena pada faktanya, keadaan kenegaraan dan tatanan bernegara di Indonesia masih memiliki kualitas yang cukup rendah dalam penerapan nilai “tawazun”. Pemerintahan Indonesia cenderung tidak memperhatikan keseimbangan hak dan kewajiban masyarakatnya terutama dalam konteks pemerataan pendidikan, masalah inilah yang nantinya akan menjalar ke aspek-aspek nilai “tawazun” secara lebih lanjut. Penulis meyakini bahwasanya nilai “tawazun” masih menjadi masalah dalam realisasi aktual kenegaraan Indonesia dengan status “baik”. Karena pada faktanya, masih banyak terjadi penyimpangan bahkan sampai sekarang ini.

Pembahasan

Tawazun adalah konsep yang merujuk pada keseimbangan dalam segala aspek kehidupan, baik dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, maupun dengan alam semesta. Dalam bahasa Arab, tawazun berarti “keseimbangan”. Konsep ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan akhirat, spiritual dan material, serta antara kewajiban dan hak-hak. Dalam konteks ini, nilai tawazun (keseimbangan) merupakan salah satu prinsip penting yang dapat diaktualisasikan dalam kehidupan bernegara. Dalam konteks bernegara, tawazun mengandung makna menjaga keseimbangan antara berbagai kepentingan, baik antara individu atau negara, antara hak dan kewajiban, maupun antara kepentingan nasional dan yang lainnya. Nilai tawazun mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam bertindak, menjaga harmoni, dan mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Pemerintahan Indonesia dalam menjalankan proses pemerintahannya memiliki skema yang beragam dan terencana. Dalam menjalankan roda pemerintahan, tentunya seorang tokoh pemerintah memiliki nilai yang menyongsong bagaimana ia bertindak dan berperilaku. Sebagai seorang muslim, sudah semestinya ia mengedepankan nilai-nilai keislaman. Nilai-nilai keislaman ini termuat dalam nilai Aswaja, yang mana terdapat satu nilai yang cocok untuk segmen pemerintahan, yaitu nilai tawazun. Realisasi nilai tawazun dalam kegiatan bernegara ini dilakukan oleh pemerintah yaitu sebagai pengambil kebijakan yang dituntut untuk mampu menciptakan kebijakan yang inklusif, adil, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Kebijakan yang seimbang akan mengakomodasi berbagai kepentingan dan mencegah terjadinya ketimpangan sosial.

Tawazun (keseimbangan) dalam bingkai kenegaraan merupakan kesesuaian, keadilan, dan pemerataan setiap unsur-unsur hak dan kewajiban dalam kenegaraan. Keseimbangan ini dilakukan oleh pelaku-pelaku pemerintahan, yaitu dapat berupa penerapan keadilan dalam memberikan layanan kepada masyarakat, baik berupa kesetaraan kebijakan, kesetaraan hukum, pemerataan pendidikan, dan lain-lain. Keadaan inilah yang akan mencerminkan aktualisasi nyata penerapan nilai tawazun dalam kegiatan bernegara yang dilakukan oleh pemerintah.

Penerapan nilai tawazun dapat direalisasikan secara nyata melalui pemerataan pendidikan di Indonesia. Mendapatkan akses pelayanan pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara dunia. Berdasarkan rancangan SDGs (Sustainable Development Goals) pendidikan yang mutu menjadi hal yang fundamental bagi seluruh negara di dunia (Anwar, 2022). Di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan konstitusi dasar yang telah menjamin bagi adanya pemenuhan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan pemerintah wajib memberikan pelayanan pendidikan nasional. Hakim, (2016) mengatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai minat dan bakat yang dimiliki tanpa memandang status sosial, suku, ras, agama,dan budaya.

Keragaman yang ada di dalam bangsa Indonesia menjadi modal sekaligus potensi konflik, terutama pada kebudayaan dan sosial ekonomi yang dimiliki bangsa Indonesia (Khairuddin, 2018). Berlandaskan secara hukum telah diatur dengan memberikan ruang keragaman dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, Pasal 4 menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki keragaman budaya tetapi memiliki tujuan yang sama, yakni menuju masyarakat adil, makmur dan sejahtera.

Oleh karena itu, pengembangan pendidikan multikultural, merupakan langkah intervensi yang strategis untuk memoderatori keragaman budaya. Secara umum, pendidikan multikultural merupakan gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, agama, kultur, dan kelompok kelas sosial yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan hak akses dalam pendidikan (Banks, 1995).

Implementasi kebijakan aksesibilitas pendidikan masih menjadi agenda utama yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Suryana, (2020) menjabarkan bahwa permasalahan yang masih dihadapi pada pembangunan pendidikan di Indonesia seperti halnya (a) pemerataan dan perluasan akses; (b) peningkatan mutu; (c) penataan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik; dan (d) peningkatan pembiayaan. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang kurang mendapat perhatian pemerintah di bidang pendidikan. Ini merupakan sebuah kesenjangan pendidikan, daerah-daerah yang berada di kota atau dekat dengan pusat pemerintahan memiliki pendidikan yang baik (Suryana, 2020). Sedangkan untuk daerah-daerah pinggiran, kualitas tenaga pendidik sangat kurang dan jumlahnya pun terbatas, fasilitas yang dimiliki sekolah terkesan seadanya.

Fakta dan data inilah yang akan menunjukkan bagaimana realisasi nyata nilai tawazun dalam kegiatan bernegara. Pemerintah memiliki kewajiban dalam memberikan hak yang bersifat horizontal, artinya adil dan tidak memandang bulu, merata dan sesuai porsinya. Nilai tawazun pada konsep ini berarti bahwa pemerintah harus menjadi tokoh penyeimbang kebijakan untuk seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah harus memberikan hak dan kewajiban kepada setiap warna negara tanpa melibatkan perbedaan yang ada, inilah realisasi nyata nilai tawazun dalam kegiatan bermayarakat dan bernegara. Namun, pada kenyataannya, realisasi nilai Tawazun ini masih menjadi permasalahan dalam kegiatan pemerintahan. Di Indonesia, keseimbangan yang dilakukan pemerintah masih minim, yang akhirnya menyebabkan kesenjangan dan ketimpangan.

Pemerataan akses pendidikan di Indonesia masih rendah. Faktor yang menyebabkan antara lain yaitu keadaan geografis, perbedaan ras,etnis, dan suku, perbedaan budaya, serta yang lainnya. Ketimpangan pendidikan ini ditunjukkan secara nyata yaitu bagaimana gambaran antara pemberian akses pendidikan dintara dua wilayah kota dan pinggiraan. Keadaan inilah yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam aktualisasi kegiatan bernegara. Masalah ini seharusnya menjadi fokus dan perhatian bagi pemerintah, bagaimana mereka memberikan solusi dan alternatif efektif bagi seluruh lapisan masyarakat. Nilai tawazun sangat diperlukan pada keadaan seperti ini, terutama untuk tokoh-tokoh pemerintah. Sebagai seorang muslim, sudah semestinya mereka memiliki kesadaran dalam menyeimbangkan hak warga negara tanpa mendiskriminasi perbedaan yang ada. Karena dalam agama pun sudah diperjelas bahwa kita semua memiliki derajat kemanusiaan yang sama, tidak ada perbedaan antara satu suku dengan suku lainnya. Ini dijelaskan pada Surat Al-Hujurat ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ۝١٣

Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti (Al-Hujurat;13).

Realisasi nilai tawazun dalam pemerataan akses pendidikan dapat dilakukan pemerintah dengan berbagai cara. Nilai tawazun, yang berarti keseimbangan atau kesetaraan, merupakan prinsip penting dalam kebijakan pemerataan akses pendidikan di Indonesia. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, berperan dalam mewujudkan prinsip ini melalui berbagai kebijakan dan program. Kebijakan dan program yang dapat dilakukan yaitu;

  1. Pembagian Tugas antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Dalam sistem desentralisasi pendidikan di Indonesia, pemerintah pusat bertanggung jawab atas standarisasi dan regulasi nasional, sementara pemeritah daerah memiliki kewenangan untuk menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan lokal. Namun, kolaborasi antara keduanya seringkali menghadapi tantangan, seperti perbedaan prioritas dan kapasitas daerah dalam mengelola pendidikan. Hal ini dapat mempengaruhi pemerataan akses pendidikan di berbagai wilayah.

  1. Manajemen Guru dan Kualitas Pendidikan

Guru merupakan elemen kunci dalam peningkatan kualitas pendidikan. Namun, manajemen guru di tingkat daerah, seperti di Kabupaten Bangka Selatan, masih menghadapi masalah terkait kompetensi dan distribusi tenaga pendidik. Keterbatasan dalam pelatihan dan pengembangan profesionalisme guru dapat menghambat pencapaian pemerataan kualitas pendidikan di seluruh wilayah.

  1. Kebijakan Pemerataan Infrastruktur Pendidikan

Pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan infrastruktur pendidikan di daerah tertinggal, seperti pembangunan sekolah baru, penyediaan fasilitas belajar yang memadai, dan peningkatan akses internet di daerah terpencil. Namun, implementasi di lapangan seringkali terhambat oleh keterbatasan anggaran dan koordinasi antar lembaga.

  1. Program Afirmasi dan Beasiswa

Untuk mendukung kelompok masyarakat kurang mampu, pemerintah menyediakan program afirmasi dan beasiswa, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan beasiswa untuk daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Program ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan akses pendidikan antara kelompok terpandang dan miskin. Namun, tantangan dalam pendataan dan distribusi bantuan seringkali mengurangi efektivitas program ini.

Nilai tawazun memiliki peran yang signifikan dalam realisasi kebijakan kegiatan bernegara, karena nilai ini mengatur bagaimana seorang pelaku pemerintahan menyeimbangkan dan memberikan hak yang sama kepada seluruh masyarakat, dengan mengedepankan tawazun (keseimbangan) antara urusan duniawinya dan dengan Tuhan-Nya. Sebagai pelaku Pemerintahan, memiliki sifat tawazun menjadi point plus yang nantinya akan membawanya ke dalam situasi yang adil, damai, dan sejahtera. Hal ini juga sebagai bentuk tanggung jawab atas jabatan yang diemban, baik tanggung jawab kepada dirinya sendiri maupun kepada Allah Swt.

Kesimpulan

Kesimpulan dalam esai ini menekankan pentingnya penerapan nilai tawazun (keseimbangan) dalam kehidupan bernegara di Indonesia, khususnya dalam konteks pemerataan akses pendidikan. Sebagai negara multikultural, Indonesia menghadapi tantangan dalam menjaga persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman. Nilai tawazun, yang merupakan bagian dari ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja), menawarkan prinsip keseimbangan yang dapat menjadi pedoman dalam mengelola keberagaman tersebut.

Dalam aspek pemerintahan, penerapan nilai tawazun berarti menciptakan kebijakan yang adil dan merata, mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat tanpa diskriminasi. Namun, kenyataannya, masih terdapat ketimpangan dalam pemerataan akses pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, yang disebabkan oleh faktor geografis, sosial, dan ekonomi. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan upaya nyata dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban warga negara, serta memastikan bahwa setiap individu mendapatkan kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan.

Dengan menerapkan nilai tawazun dalam kebijakan pendidikan, diharapkan tercipta masyarakat yang harmonis, adil, dan sejahtera, sesuai dengan prinsip Islam yang moderat dan berkeadilan. Hal ini juga sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya keseimbangan dalam segala aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi.

Naila Salma Nor Halisa, merupakan mahasiswa angkatan 2024, Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta.

Referensi

  • Kharismatunisa’ I, Darwis M. (2021). “Nahdlatul Ulama dan Perannya dalam Menyebarkan Nilai-Nilai Pendidkan Aswaja An-Nahdliyah pada Masyarakat Plural” Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam. 14(23), 1-5.
  • Sophan S, Warsah I, Amin A, Adisel A. (2022). “Pendekatan Pendidikan Multikultural” Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 8(16), 3-6.
  • Wibowo M, Widodo W, Zulfa M. (2022). “Tawazun Social Innovation and Sustainable Organizational Perfomance”. Journal of Islamic Business and Management (JIBM), 12(30), 1-10.

Baca juga: Pendidikan, Perubahan Masyarakat, dan Orientasi Tata Nilai Islam

One thought on “Nilai Tawazun dan Realisasinya dalam Pemerataan Pendidikan Nasional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *