Tidarislam.co – Setiap manusia selalu mengalami dua situasi batin yang tidak pernah terelakkan dalam menjalani kehidupan. Ada situsi kelapangan dan kesempitan yang selalu silih berganti. Kondisi ini tidak secara konstan, melainkan berubah-ubah. Terkadang lapang, terkadang sempit.
Manusia seringkali mengalami kesempitan ketika dalam kondisi kekurangan, menghadapi persoalan-persoalan hidup yang pelik. Tidak sedikit karena persoalan hidup yang dihadapi manusia terjatuh dalam situasi depresi.
Di sisi lain, manusia seringkali menghadapi kelapangan ketika dalam keadaan berkecukupan dan tidak menghadapi persoalan yang pelik. Tidak jarang pula, ketika orang penuh dengan kecukupan dan kelapangan, ia menjadi orang yang lupa diri dan bersikap angkuh terhadap orang lain.
Memang manusia secara alamiah sangat labil. Manusia mengandung potensi untuk mengalami kondisi batin yang tidak pernah stabil. Silih bergantinya kelapangan dan kesempitan adalah sesuatu yang normal dalam kehidupan.
Dalam hal ini, Tuhan membolak balikkan suasana hati manusia, kadang mengalami sempit hati, kadang lapang hati. Demikian kodrat yang dikehendaki Tuhan.
Ibnu Ataillah As-Sakandari, penulis kitab Al-Hikam mengingatkan: Allah melapangkan keadaanmu agar engkau tidak terus-menerus dalam kesempitan. Allah menyempitkan keadaanmu agar engkau tidak terus-menerus dalam kelapangan. Tapi Dia melepaskan engkau dari kedua-duanya agar engkau tidak tergantung kepada kedua-duanya, dan hanya bergantung kepada Allah SWT semata.
Kesempitan dan kelapangan hati itu sebetulnya, pertama-tama, dipengaruhi faktor internal. Sebab, faktor eksternal tidak serta merta menjamin seseorang menjadi lapang atau sempit. Orang yang memiliki banyak uang, misalnya, tidak menjamin seseorang terus-menerus bahagia, atau mampu menolak kesempitan hati sama sekali. Demikian juga sebaliknya, ketika menghadapi berbagai persoalan, tidak menjamin orang lantas bersedih hati.
Hikmah dari manusia mengalami kesempitan yang tidak monoton adalah agar ia mengingat Allah SWT dan meminta pertolongan kepada-Nya, dan agar manusia tidak bersandar kepada makhluk selain hanya kepada Allah SWT semata. Sebab, ketika dalam kondisi sempit, banyak orang yang justru meminta pertolongan kepada selain Allah, yang justru menjadikannya terjerembab dalam jurang kehampaan.
Hikmah dari manusia mengalami kelapangan adalah, agar manusia dapat menjauhkan diri dari kesombongan. Sebab kalau manusia dalam keadaan lapang hati terus-menerus, ada potensi kesombongan yang besar. Ini menunjukkan bahwa manusia hendaknya selalu bersandar semata-mata kepada Allah SWT semata.
Disini kualitas kesadaran manusia sedang diuji dan menjadi sangat menentukan. Agama, menjadi faktor yang kuat untuk membangun kesadaran yang kuat dan membangun kekuatan batin yang kokoh. Kematangan kesadaran terjadi manakala manusia tidak bergantung atau tidak ditentukan kepada kelapangan semata-mata, atau kesempitan semata-mata. Disinilah manusia harus belajar berhati-hati dalam mengkondisikan diri agar tidak lupa diri.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melatih agar semakin kokoh kesadaran adalah dengan melatih berpuasa, agar hati manusia tidak dikuasai oleh hawa nafsu.
Kelapangan dan kesempitan sesungguhnya adalah bagian dari seni dalam kehidupan yang telah didesain Allah SWT, selain sebagai ujian dari Allah bagi manusia, juga sebagai pendidikan rohani bagi seorang hamba manusia agar rohani manusia semakin matang. Kelapangan dan kesempitan adalah bagian dari anugerah Allah SWT untuk membangun dan mempercepat manusia menjadi “arif”, semakin matang secara emosional dan spiritual, atau mampu mengenal Tuhan dengan kodrat dan iradat-Nya.
*disarikan dari uraian seri Ngaji Tasawuf Bareng Menteri Agama
One thought on “Ngaji Tasawuf Bareng Menteri Agama: Memahami Kelapangan dan Kesempitan Hidup”