Search

Ngaji Kitab As Syifa bersama Dr. Zawawi di Zawiyah Yusriah Semarang

Oleh: Ahmad Mujib El Shirazy

Tidarislam.co – Dalam ceramahnya pada sesi kajian Kitab as-Syifa, Dr. Zawawi menyampaikan, bahwa kedudukan pangkat atau kehormatan yang diberikan Allah kepada nabi adalah kemuliaan yang berlaku di dunia juga di akhirat. 

Berbeda dengan pangkat yang sering diperebutkan manusia, pangkat yang menggiurkan itu, yang manusia saling sikut dan bertikai memperebutkannya, belum tentu, ketika kita memilikinya di dunia, pangkat itu, akan berlanjut menjadi kebanggaan di akhirat.

Justru yang sering terjadi, pangkat yang menjadi kebanggaan di dunia berubah menjadi siksaan di akhirat seperti yang berlaku pada firaun dan Qarun. Meskipun ada pula, orang amanah yang berhasil menjadikan pangkat di dunia menjadi kebanggaan di akhirat, seperti Khulafaur rasyidin atau Umar bin Abdul Azis.

Itulah kenapa pangkat atau kehormatan itu tidak menjadi cita cita orang arif, bahkan sesuatu yang berusaha mereka hindari. Mereka lebih suka khumul, berada dalam kondisi tidak dikenal manusia.

Seperti nasihat Ibnu Atthaillah, tanam dirimu pada bumi ketidaktenaran. Karena seperti halnya biji yg ditanam dalam di tanah. Ia akan tumbuh dengan akar yg kokoh berbeda dengan biji yang ditebar di permukaan.

Apakah berarti kita harus menjauh dari ketenaran? 

Tentu tidak. Kata Dr. Zawawi mengutip dari gurunya syeikh Yusri, ketenaran sepanjang kita tidak meniatkannya, ketenaran yang diberikan Allah pada waktu yang tepat, itulah tidak mengapa. Kalau kita niat ikhlas berdakwah untuk Allah. Lalu Allah memashurkan kita. Maka Allah akan menjaga kita dari bahaya kemashuran itu.

Adapun yang bahaya adalah ketenaran yang dikejar mati matian,ketenaran yang kita inginkan. Ketenaran dan kehormatan itu bisa kita beroleh. Namun akhirnya akan menjadi fitnah dunia dan akhirat

Bahkan, kalangan sufi menganggap itulah yang sering menjadi penghalang wusul kepada Allah.

Baca juga: Jurnalisme Islam di Indonesia dan Malaysia

Imam Syaroni (tokoh besar dunia sufi) pernah didawuhi gurunya. Jangan menemui gurunya sampai ia menjumpai orang yang lebih rendah darinya dan ia harus mencium tangan orang itu.

Mengikuti perintah gurunya, imam Sya’roni pergi melalang buana berpindah dari satu tempat, demi mencari orang yang lebih rendah untuk ia cium tangannya.

Sampai suatu hari ia bertemu dengan orangtua yang bertanya tentang apa yang cari? Imam Sya’roni menceritakan perintah gurunya kepada orangtua tersebut

Lalu orangtua itu mengatakan, “Nak. Usahamu mencari orang yang lebih rendah darimu untuk kau cium tangannya itu menunjukkan masih terbersit dalam dirimu kesadaran bahwa kamu lebih baik dari orang lain dan Itu yang menjadi penghalangmu kepada Allah”.  

Maksud perintah dirimu, hilangkan dalam dirimu pikiran bahwa ada orang yang lebih rendah itu. Kata kata itu menjadi pencerahan bagi imam Sya’roni, dia pun mengerti apa yang perlu dilakukan untuk memenuhi perintah gurunya. Karena tidak ada yg lebih rendah dari dirinya yang patut ia cium. Ia pun mencium tangannya sendiri.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top