Merawat Kebhinekaan Indonesia Melalui Moderasi, Komunikasi, dan Edukasi Budaya Toleransi

Oleh: Valentino Saputra

Tidarislam.co- Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya dan agama. Keberagaman ini menjadi aset nasional yang patut dijaga dan dilestarikan. Sejak merdeka, bangsa Indonesia telah menempatkan nilai toleransi dan kerukunan antarumat beragama sebagai landasan utama dalam menjaga persatuan dan kesatuan nasional (Nasution, 2009). Wujud dari nilai-nilai tersebut tampak dalam kehidupan sosial yang harmonis, di mana masyarakat saling menghormati keyakinan masing-masing.

Muchtar (2016), mengemukakan bahwa agama memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat dalam keadaan suci sesuai dengan kepercayaan. Agama sebagai lembaga pengawasan sosial berperan penting bagi pembangunan masyarakat. Umumnya berupa signifikan ganda, yaitu “potensial” sebagai “fungsional”. Agama dapat dijadikan sebagai potensi yang mengandung ajaran moral dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam ajaran Islam, Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia diciptakan untuk saling mengenal (ta’aruf), bukan untuk berselisih. Ketika hubungan antar kelompok agama terjalin dengan baik, maka kerja sama sosial pun akan lebih mudah terbangun. Salah satu contohnya adalah semangat gotong royong dalam menjaga tradisi lokal, yang berkontribusi dalam memperkuat hubungan sosial dan kehidupan bernegara (Hasni, n.d.)

Pada dasarnya, semua agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan serta melarang kerusakan dan kekerasan untuk hidup berdampingan dalam kebersamaan yang damai. Namun masih banyaknya orang yang sering memahami kebenaran agama tersebut secara sempit, sehingga potensi konflik sangat tinggi yang muncul di masyarakat dan berakibat bencana yang mengancam sistem administrasi Negara kesatuan Republik Indonesia.  (Juli santoso et al., 2022)

Jika kita berkaca pada sejarah, betapa menyedihkan ketika budaya toleransi sudah terkoyak. Pada tahun 1999, misalnya, kota Ternate terjadi kehancuran tatanan sosial yang berakibat dari konflik sosial dan dilandasi oleh nuansa agama, para pengungsi kehilangan harta benda sanak saudara dan rumah tempat tinggalnya, bahkan memunculkan trauma yang berkepanjangan. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita sebagai bangsa yang memiliki nilai toleransi dan nasionalisme harus bisa menciptakan kerukunan dan keharmonisan kebhinekaan.

Moderasi Beragama Diperlukan untuk Menjaga Kebhinekaan Kita

Indonesia perlu terus melakukan langkah-langkah strategis untuk menjaga keragaman dan keberagaman sekaligus menumbuhkan atau memupuk toleransi di tengah masyarakat yang beragama. Misalnya melalui dialog-dialog antaragama. Langkah ini tentu bergantung pada keterlibatan berbagai pihak termasuk tokoh agama, pemerintah, dan masyarakat lokal.

Untuk mengembangkan Kebhinnekaan Tunggal Ika dan sekaligus menghambat laju intoleransi, khususnya dalam hal agama, pemerintah juga telah menggaungkan program “moderasi beragama” (religious moderation) di Indonesia. Kata moderasi sendiri dalam kamus bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai pengurangan kekerasan penghindaran keekstreman.

Moderasi beragama dicetuskan pertama kali oleh Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI) periode 2014-2019, yaitu, Lukman Hakim Saifuddin pada tahun 2019. Buah pemikiran dari timbulnya moderasi beragama ialah adanya keberagaman agama yang ada pada masyarakat Indonesia. Dengan adanya keberagaman ini maka tentunya masyarakat harus saling menghormati, menghargai dan bersikap sebagaimana mestinya untuk tetap dapat hidup tenang berdampingan (Harudin et al., 2020)

Baca juga: Gagasan Moderasi Islam Nahdlatul Ulama

Program moderasi beragama sangat menekankan pentingnya nilai-nilai budaya bangsa. Budaya memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan kebinekaan yang ada di Indonesia. Sebagai sebuah yang kaya akan suku, ras, bahasa, dan agama dan antar golongan, budaya menjadi perekat persatuan dan kesatuan serta dapat menumbuhkan toleransi dan penghargaan terhatap perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia.

Melalui tradisi atau upacara adat dan nilai-nilai luhur seperti gotong royong, dan semangat kebersamaan, budaya juga dapat mengatur atau membentuk karakter antara tiap-tiap kelompok atau suku yang ada di Indonesia. Dengan demikian diharapkan dapat menjalin sebuah kemistri atau kesamaan dan dapat menciptakan kebersamaan atau kesatuan. Dalam hal ini, budaya toleransi juga sangat di butuhkan untuk mempertahankan eksistensi suatu bangsa.

Komunikasi Kebudayaan untuk Memperkuat Toleransi Beragama

Toleransi antar umat beragama bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya bergaul dengan semua orang tanpa membedakan kepercayaan masing-masing. Tujuan Toleransi juga meningkatkan iman dan taqwa masing-masing penganut agama dengan kenyataan ada agama lain Dengan demikian sebagai umat beragama kita semakin menghayati dan memperdalam ajaran agama dan berusaha untuk mengamalkannya dan mencegah perpecahan akibat perbedaan agama.

Al-Qur’an menjelaskan bahwa bagaimanapun keadaannya, kita tidak boleh meninggalkan toleransi. Terlepas dari kekejaman dilakukan oleh orang yang tidak beriman. Allah SWT. Dalam firmannya Allah mengatakan:

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan Janganlah kebencian suatu kaum mendorong bertindak tidak adil. Berlakulah adilah; itu lebih dekat kepada taqwa.” (QS. Al- Maidah :8).

Standar tolerasnsi dan keadilan dalam Islam menganjurkan untuk tidak menanggapi tuduhan rendah dan hina dari lawan, karena dengan melakukan itu akan membuat Islam sendiri menjadi kejam (Pettalongi & Hasnah, n.d.)

Ada beberapa nilai-nilai budaya yang dapat membangun toleransi antar umat beragama, salah satunya adalah kearifan lokal, atau nilai-nilai kearifan bangsa seperti gotong-royong, yang penting perannya untuk membangun budaya toleransi. Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri. Identitas dan kepribadian tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup masyarakat sekitar agar tidak terjadi pergesaran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah satu sarana dalam mengolah kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan asing yang tidak baik (Pettalongi & Hasnah, n.d.)

Baca juga: Toleransi Agama dalam Perspektif Syariah

Selain menjaga budaya kearifan lokal untuk memperkuat toleransi agama, komunikasi budaya juga dapat menjadi salah satu kunci utama untuk membangun toleransi antar umat beragama. Maksudnya adalah menjaga komunikasi antar elemen kebudayaan, baik agama, suku, ras atau golongan. Komunikasi kebudayaan sangat berperan dalam merajut kerukunan antar umat beragama. Unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi kebudayaan dapat menjadi pemersatu antar umat beragama. Masyarakat yang memiliki beragam suku, ras, budaya, dan agama dapat disatukan melalui komunikasi antar budaya. Dengan adanya komunikasi antar budaya tersebut, masyarakat bisa menyatu dengan berbagai kelompok dan golongan.

Pesan yang ingin disampaikan penulis disini adalah bahwa bertoleransi menjadi cara yang tepat untuk mempertahankan kebhinekaan kita dan mencegah konflik. Hal ini dapat terwujud jika kita mampu berkomunikasi yang baik dengan cara saling menghargai antar pemeluk agama, tanpa memaksakan keyakinan terhadap pemeluk agama lainnya serta saling mempercayai antar pemeluk agama.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari kata komunikasi, karena dalam kehidupan sehari-hari proses komunikasi tidak dapat dihindarkan. Dalam menjalin hubungan dengan keluarga, saudara, tetangga, dan lainnya, yang dimana itu merupakan proses bertukar informasi, berdialog, dan berdiskusi, merupakan bagian dari ruang lingkup komunikasi.

Dalam kehidupan sehari-hari proses komunikasi tidak dapat dihindarkan, sehingga diperlukan komunikasi budaya yang baik. Dalam menjalin hubungan dengan keluarga, saudara, tetangga, dan lainnya, yang dimana itu merupakan proses bertukar informasi, berdialog, dan berdiskusi, sesungguhnya merupakan bagian dari ruang lingkup komunikasi (Desa et al., 2023)

Perlunya Edukasi Masyarakat tentang Budaya Toleransi

Di tengah kehidupan masyarakat yang beragam mulai dari suku, budaya, dan bahasa saat ini kondisi Indonesia dengan beragam kultur budaya dan agama, edukasi tentang kehidupan bermasyarakat atau bersosial budaya sangat dibutuhkan. Masih banyak warga negara yang masih membeda-bedakan antar suku umat dan agama.

Sayangnya, hal ini belum di tindak lanjuti secara serius oleh institut pendidikan formal maupun non formal, sehingga edukasi masyarakat tentang apa arti yang sesungguhnya tentang kebhinekaan ini tampaknya masih minim, sehingga membuat konflik sosial yang masih meninggi khususnya ketika terjadi perbedaan pandangan antara umat beragama.

Memang, konflik antar umat beragama biasanya bukan semata-mata tentang agama, melainkan dari faktor pengungkit lainnya seperti politik, ekonomi, atau dari faktor sosial maupun faktor agama lain. Namun, konflik itu juga disebabkan karena munculnya sentimen keagamaan yang radikal dan sempit di kalangan masyarakat (Ahmad Rizal & Kharis, n.d.)

Baca juga: Meneroka Indeks Kerukunan Beragama di Indonesia

Oleh karena itu, dengan memperkuat edukasi sosial budaya dan agama secara signifikan dapat mulai menumbuhkan masyarakat atau individual yang lebih terbuka, menghargai keberagaman, dan mampu merawat harmoni sosial. Tanpa itu, keberagaman yang seharusnya menjadi kekuatan bisa justru berubah menjadi sumber perpecahan.

Sebagai penutup, penulis disini ingin mengingatkan, bahwa setiap individu memiliki kebebasan dalam memeluk dan menjalankan ajaran agamanya tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Toleransi tumbuh dari sikap saling percaya, baik antar umat seagama maupun antaragama, serta dalam hubungan antara umat dan pemerintah. Kerja sama antar elemen ini akan menjadi pondasi terbentuknya kehidupan masyarakat yang damai dan bertanggung jawab dalam menjaga kelangsungan kehidupan beragama dan berbangsa.

Editor: Tidarislam.co

Valentino Saputra, merupakan mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta.

Refrensi:

  • Ahmad Rizal, D., & Kharis, A. (n.d.). Komunitas: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. https://doi.org/10.20414/komunitas.v13i1.4701
  • Desa, B. Di, et al. (2023). Peran Komunikasi Kebudayaan Dalam Merajut Kerukunan Antar Umat. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 9(18), 500–506.
  • Harudin, M., Rodja Abdul Natsir, H., Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial dan Humaniora IKIP Muhamammadiyah
  • Maumere, P. (2020). “Merawat Keberagaman Menjaga Tolearnsi Meneropong Peran Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Sikka” . In AoEJ: Academy of Education Journal (Vol. 11, Issue 2).
  • Hasni, M. (n.d.). “Peran Budaya dalam Meningkatkan Toleransi dan Kerukunan Beragama di Masyarakat”. EDUCAZIONE: Jurnal Multidisiplin Lembaga Penelitian Dan Publikasi Ilmiah (LPPI) Yayasan Almahmudi Bin Dahlan 
  • Juli, S. et.al. (2022). Moderasi_Beragama_di_Indonesia_Kajian_Te. 4.
  • Pettalongi, A., & Hasnah, S. (n.d.). Prosiding Kajian Islam dan Integrasi Ilmu di Era Society 5.0 (KIIIES 5.0) Pascasarjana Universitas Islam Negeri Datokarama Palu 2023 “Kearifan Lokal Sebagai Wujud Toleransi Antar Umat Beragama.

Baca juga: Beragama Maslahat sebagai Orientasi Kebijakan Pemerintah Baru

One thought on “Merawat Kebhinekaan Indonesia Melalui Moderasi, Komunikasi, dan Edukasi Budaya Toleransi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *