Search

Mengenal Tradisi Rajaban

Ilustrasi: https://olret.viva.co.id

Tidarislam.co – Bulan Rajab, bulan ke-7 dalam kalender Islam, merupakan salah satu bulan yang dimuliakan dalam ajaran agama Islam. Selain karena Allah menyebutkan keistimewaannya secara jelas dalam al-Quran (Q.S. Al-Taubah: 36), juga karena pada bulan Rajab tersebut terjadi peristiwa penting yaitu Isra Mi’raj. Selain peristiwa Isra Mi’raj, banyak peristiwa-peristiwa agung dalam sejaran kenabian dan sejarah umat Islam yang terjadi pada bulan Rajab. Oleh karena itu, umat Islam meyakini bahwa bulan Rajab adalah bulan penuh keutamaan.

Sebagian masyarakat Muslim di Jawa memiliki cara tersendiri untuk merayakan dan memperingati keagungan bulan Rajab, salah satunya dengan membuat tradisi yang biasa disebut dengan Rajaban. Rajaban sendiri adalah ungkapan umum bahasa Jawa yang menambah “an”, yang berarti sebuah tradisi agama yang dilakukan secara rutin oleh masyarakat pada kata Rajab. Seperti kata tahlilan”, yang juga berasal dari kata tahlil ditambahkan “an” pada kata Tahlil, sehingga bermakna membaca tahlil rutin.

Tradisi Rajaban sudah menjadi kebiasaan yang dirayakan secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa dengan beberapa susunan acara serimonial. Rajaban biasanya dilaksanakan ketika memasuki bulan Rajab hingga menjelang bulan Ramadhan. Dalam upacara Rajaban ini biasanya masyarakat melakukan doa bersama, berziarah, membaca tahlil, tasyakur, dan membuat aneka ragam makanan hasil bumi untuk dihidangkan bersama-sama. Mereka membuat nasi tumpeng atau gunungan yang berisi makanan-makanan dari hasil bumi, kemudian dibagikan kepada seluruh warga untuk dinikmati bersama-sama.

Baca juga: https://tidarislam.co/mutiara-hikmah-meraih-kemuliaan-di-bulan-rajab/

Kraton Kasepuhan Cirebon, misalnya, rutin menyelenggarakan Rajaban untuk memperingati Isra Mi’raj tanggal 27 Rajab yang diikuti tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Kegiatan ini diisi dengan pembacaan doa-doa dan berziarah ke makam para leluhur. Selain pembacaan doa dan berziarah, satu hal yang menarik dalam kegiatan ini adalah adanya kajian pembacaan kitab lokal berbahasa Cirebon yang mengisahkan peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Perayaan Rajaban di Kraton juga dipandang sebagai bentuk misi dakwah yang berakulturasi dengan kearifan lokal, karena sesungguhnya Kraton memiliki kedudukan menjadi simpul yang menyatukan antara agama Islam dan kebudayaan.

Sementara di beberapa daerah lain di Jawa Barat, yang tumbuh dengan kultur budaya Sunda, Rajaban juga dirayakan dengan beberapa macam rententan kegiatan seperti berkumpul dan berziarah ke makam-makam tokoh penyebar Islam setempat, gotong-royong pembersihan masjid, makan bersama, dan biasanya diakhiri dengan menggelar pengajian atau tabligh akbar. Kegiatan ini begitu meriah karena diikuti oleh seluruh penduduk desa, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Momentum seperti ini juga dijadikan sebagai ajang untuk berkumpul bersama kerabat keluarga.

Jika kita menengok daerah lain seperti Jawa Tengah, kita bisa menjumpai acara Rajaban yang dirayakan dengan membuat Kirab Rajaban. Kirab ini semakin meriah dengan adanya iringan musik Islami tradisional. Mereka membuat beberapa gunungan makanan, yang kemudian didoakan dan dibagi-bagikan kepada warga. Banyak warga yang meyakini bahwa makanan yang didoakan tersebut memiliki keberkahan tersendiri. Para ibu-ibu rumah tangga juga turut berkontribusi menyumbangkan aneka masakan makanan yang dihasilkan dari hasil pertanian. Bahkan di daerah Wadasmalang Karangsambung, warga membuat inovasi dengan membuat parcel jumbo aneka makanan bernilai jutaan. Hal ini dapat dilihat sebagai sebuah bentuk inovasi tradisi Rajaban, dan mencerminkan semangat warga untuk memeriahkan tradisi ini. Sedangkan di masyarakat lain seperti di Kebumen, mereka merayakan Rajaban dengan membuat Ingkung Rajaban, masakan ayam utuh untuk kemudian didoakan dan dimakan bersama-sama agar mendapatkan keberkahan.

Kemeriahan acara Rajaban di Astana Kuntul Nglayang di Desa Protomulyo Kaliwungu Selatan. Sumber: jatengpos.co.id

Apapun bentuknya, upacara Rajaban semacam ini dapat dipandang sebagai “cara khas” orang Jawa yang sedang bersuka cita memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj. Gunungan dan tumpeng bermakna pesan simbolik kepada masyarakat agar senantiasa menjalani kehidupan yang lurus untuk menuju kepada Tuhan yang maha kuasa. Rajaban juga merupakan cara mereka untuk mengungkapkan rasa syukur atas segala anugerah dan karunia yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, sembari diiringi doa agar terus diberikan keberkahan dan keselamatan dalam kehidupan. Namun hal yang terpenting, Rajaban merupakan ungkapan rasa cinta terhadap agama dan Nabi Muhammad, dan menjadi ajang untuk mengingat kembali jejak-jejak para leluhur yang telah berjasa menyebarkan agama Islam sampai ke daerah mereka. Secara sosial, pelaksanaan Rajaban juga menjadi ajang bagi peningkatan kohesi sosial, memupuk kerukunan, dan meningkatkan silaturahmi antar warga.

Dengan demikian, Rajaban menjadi perayaan hari spesial yang disambut dengan penuh suka cita di sebagian masyarakat Jawa, tak ubahnya ketika mereka menyambut hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Tradisi ini menunjukkan perbedaan ekspresi keagamaan masyarakat muslim di Indonesia dengan muslim di negara-negara lain. Melalui tradisi inilah terjadi “pribumisasi Islam”, yakni ketika nilai-nilai agama yang sakral diekspresikan dalam bentuk aneka kegiatan seremonial berbalut filosofi, seni, budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat sehingga menjadi suatu kegembiraan tersendiri. Wallahua’lam.

Muhammad Nur Prabowo Setyabudi, peneliti di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN

2 thoughts on “Mengenal Tradisi Rajaban”

  1. Pingback: Harmonisasi Sosial, Alam dan Leluhur dalam Tradisi Sadranan – Tidar Islam

  2. Pingback: Hikmah Peristiwa Isra’ Mi’raj – Tidar Islam

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top