Mengenal Ilmu Tafsir al-Quran

Tidarislam.co – Menafsirkan al-Quran tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Seseorang membutuhkan kualifikasi tertentu untuk bisa menafsirkan al-Quran sehingga disebut sebagai mufassir. Selain niat yang tulus untuk menyingkap makna al-Quran, sorang mufassir membutuhkan perangkat keilmuan, seperti penguasaan bahasa Arab dan cabang-cabangnya secara mumpuni, dan penguasaan kaedah “ilmu tafsir”.

Seorang ulama tafsir dari Al-Azhar, Prof. Dr. Muhammad Husain al-Dzahabi, memberikan petunjuk singkat untuk memasuki gerbang ilmu tafsir al-Quran melalui kitabnya ‘ilm al-tafsir (1977), yang menerangkan dasar-dasar ilmu tafsir dan perkembangan historis tafsir al-Quran dari klasik hingga kontemporer. Kitab ini sangat ringkas, semacam “buku saku”, tetapi memuat penjelasan yang substantif tentang apa itu ilmu tafsir dan bagaimana perkembangannya? Uraian yang lebih komprehensif tentang ilmu tafsir tentu dapat dijumpai dalam kitab karangannya yang lebih tebal (3 jilid), lebih populer, dan lebih berpengaruh di Indonesia, at-Tafsir wa al-Mufassirun (2012).

Berikut kami nukilkan pengantar singkat Al-Dzahabi dalam kitab tersebut, dan pembaca dapat mengunduh kitab tersebut dalam link tertaut:

***

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah Swt yang telah menurunkan kitab al-Qur’an kepada hamba-Nya sebagai petunjuk yang lurus, dan Dia tidak menjadikannya bengkok (sesat). Shalawat dan salam semoga tercurah pada baginda Nabi kita Muhammad Saw, seorang hamba dan Rasul Allah Swt yang telah dimuliakan dengan kitab al-Qur’an yang tidak ada kebatilan apapun di dalamnya, kitab yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Penulis (Dr. Muhammad Husain al-Dzahabi) telah menulis dan menyajikan pembahasan singkat mengenai ilmu tafsir dalam buku “Ilmu Tafsir” (unduh di bawah ini). Di dalam buku yang ringkas ini diterangkan hakekat ilmu tafsir dan sejarah perkembangannya, berbagai orientasi penafsiran dan faktor-faktor yang telah mempengaruhi perkembangannya, mulai dari cara penafsiran yang masih tunggal hingga model penafsiran dengan menggunakan metode yang beragam. Ada pula diantara model penafsiran yang beragam tersebut yang, sampai pada saatnya nanti akan kita bicarakan hal ini, ditolak karena tidak dapat diterima oleh akal sehat maupun oleh syara’.

Oleh sebab itu, dalam buku ini pun saya (Dr. Muhammad Husain al-Dzahabi) telah menetapkan sebuah metode yang aman bagi siapa saja yang ingin menafsirkan al-Qur’an agar supaya tidak memalingkan diri dari kecintaannya kepadanya. Saya juga memaparkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh siapa saja yang hendak menafsirkan al-Qur’an sehingga nantinya tidak akan salah dan tersesat. Saya peringatkan juga, bahwa ada beberapa buku tafsir yang penuh kepalsuan di dalamnya sehingga jangan sampai ada di antara kita yang lalai dan terpedaya oleh kitab tersebut.

Al-Qur’an masih memiliki kandungan yang tak habis-habisnya sampai sekarang.Tafsir al-Qur’an juga masih menjadi kajian yang tak henti-henti ibarat lautan yang tak bertepi. Darimana saja Anda mengkaji al-Qur’an, maka Anda akan tetap menemukan mutiara-mutiara yang berharga di dalamnya. Meskipun para mufassir telah berusaha dan berijtihad sedemikian rupa untuk menggali hikmah-hikmah dan rahasia-rahasia dari dalam al-Qur’an, mereka tidak pernah mencapai titik batas terakhirnya dan tidak pernah terhenti pada akhir pencapaiannya. Dan meski tidak henti-hentinya mereka mengkaji tafsir secara beragam dengan kecenderungan masing-masing, mereka tetap terus dan masih terus mempelajari dan menggali al-Qur’an al-Karim. Tujuannya tak lain adalah untuk menyingkapkan kandungan ilmu-ilmu dalam al-Qur’an dan menggali kandungan hidayah yang amat luar biasa.

Generasi para pengkaji al-Qur’an, baik kini maupun yang akan datang, bahkan hingga hari kiamat kelak, akan tetap mengkaji bidang tafsir al-Qur’an, berharap dengan menyelami ayat-ayat al-Qur’an akan tersingkap sesuatu yang baru dan berharga. Namun demikian, betapapun agung dan berharganya pengetahuan-pengetahuan baru yang sudah tergali dari dalam al-Qur’an, tetap saja itu masih hanya setitik dari rahasia ilmu Allah yang masih teramat luas, sesuai dengan firman-Nya dalam al-Qur’an: “wamautitum min al-‘ilmi illa qalilan” (Q.S. Al-Isra: 85).

Kalaupun pada zaman dahulu ada banyak madzhab atau aliran dalam tafsir, metodenya yang bermacam-macam, orientasi dan maksudnya juga beragam, pada zaman ini fenomena penafsiran al-Qur’an pun tak ubahnya seperti zaman dahulu, ada beragam warna tafsir: ada tafsir bi al-ra’yi al-mahmud, ada tafsir bi al-ra’yi al-madzmum, ada tafsir maudu’i, ada tafsir al-sufi, ada juga tafsir al-‘ilmi.

Secara umum dapat dikatakan, penafsiran pada zaman sekarang ini masih melanjutkan tafsir di zaman dahulu dan masih belum bisa melepaskan diri darinya secara total. Hanya perbedaanya mungkin pada bentuknya saja, sebab para penafsir generasi dahulu sungguh-sungguh mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk menafsirkan al-Qur’an, membukakan jalan bagi para murid yang ingin mendalami al-Qur’an, menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an satu per satu dengan penjelasan yang detail dan luas, sehingga hampir-hampir saya bisa katakan: bahwa saya tidak melihat para penafsir sekarang ini menjelaskan al-Qur’an kecuali hanya mengulang penjelasan yang sudah terlebih dahulu dikatakan oleh ulama pada zaman dahulu!

Memang ada beberapa macam aspek al-Qur’an yang digali dan dikembangkan dalam tafsir sekarang ini yang sebenarnya asalnya sejak zaman dulu, hanya saja pada masa kini dikaji kembali sehingga harus kita perhatikan. Kajian aspek-aspek al-Qur’an tersebut di antaranya:

  1. Kajian aspek sosial dalam al-Qur’an. Ulama yang menyelidiki aspek kajian ini dalam tafsir adalah Imam Syaikh Muhammad Abduh, semoga Allah merahmatinya.
  2. Kajian aspek ilmiah dalam al-Qur’an. Ulama yang menyelidiki aspek kajian ini dalam tafsir adalah Syaikh Thantawi Jauhari. Ulama-ulama yang datang sesudahnya banyak pula yang terjun dalam kajian ini, dan menulis tafsir yang sama, sebagian ada yang maqbul dan sebagian ada yang marfud.
  3. Kajian aspek pemikiran dalam al-Qur’an. Kebanyakan kajian penafsiran ini menjadi ajang aktualisasi pemikiran, terkadang pengkajinya terlalu berlebihan sampai-sampai memposisikan al-Qur’an di bawah pemikiran mereka, tetapi upaya seperti ini biasanya gagal!

Selain itu, ada juga upaya penafsiran yang lain yang disebut dengan Tafsir al-Qur’an bi al- Qur’an yang ditulis oleh saudara kita yang mulia Abdul Karim Khatib. Ada juga tafsir modern lainnya yang dinamai Tafsir al-‘Asri al-Qadim,karyaUstadz Abdul Fattah Imam al-Dimasqi, yang dicetak dalam tiga jilid. Ada juga tafsir modern kedua yang dinamai Tafsir al-Hadits karya Ustadz Izzah Daruzah. Tafsir ini disusun secara rapi menurut periode turunnya al-Qur’an, dan dicetak dalam dua belas juz. Ada juga tafsir modern ketiga yang dinamai Bayan al-Ma’ani karya Sayyid Abd Qad Malla Khawaish Ali Ghazi al-‘Ani, yang juga disusun secara tertib berdasarkan periode al-Qur’an, dan dicetak dalam enam jilid.

Berbagai upaya penafsiran, dan karya-karya tafsir yang banyak sekali tersebut, dianggap sebagai karya-karya yang paling penting dalam tafsir. Kita perlu untuk mempelajari karya-karya tersebut secara komprehensif dan mendalam sampai ke akar-akarnya, hingga kita bisa mengambil pelajaran atau menghukuminya dengan benar.

Semoga sempitnya aspek kajian di dalam tulisan yang saya hadirkan ini, sempitnya pembahasan tentang ilmu tafsir, sebab saya belum membahas beberapa aspek yang telah saya tunjukkan dalam tulisan ini dengan pembahasan yang lebih mendalam. Bisa dimaklumi, sebab sebetulnya di sini saya hanya sekedar ingin menjelaskan dan berbagi atas apa yang saya ketahui tentang: apa itu ilmu tafsir? bagaimana awal mulanya? bagaimana perkembagannya? dan sampai sejauh mana kemajuannya kini?

Saya berharap semoga Allah Swt memberikan taufiq-Nya kepada kita semua dalam menyerukan kitab al-Quran al-Karim. Semoga Dia senantiasa memberikan petunjuk kebenaran dalam setiap urusan kita. Puji syukur bagi Allah Swt yang telah memberikan hidayah-Nya kepada kita dalam hal ini, dan sungguh sekali-kali kita tidak akan memperoleh petunjuk kalau bukan Allah Swt sendiri yang memberikannya kepada kita. Saya berdoa semoga Allah Swt selalu menganugerahkan petunjuk kepada kita semua dan menuntun langkah kita menuju jalan yang terbaik dan penuh hidayah. Dialah yang ada di balik terkabulnya doa-doa manusia, dan Dialah yang Maha Kuasa. Semoga kesejahteraan juga senantiasa dilimpahkan kepada para Nabi dan Rasul yang menjadi utusan-Nya. Dan akhirnya, kita haturkan segala puji syukur hanya kepada-Nya, Alhamdulillahirabbil’alamin.

Dr. Muhammad Husain al-Dzahabi.