Search

Mendiskusikan Al-Qur’an sebagai Kalam Allah

Sumber gambar: stikesmus.ac.id

Oleh: Mahdum Kholid Al Asror

Tidarislam.co – Al-Qur’an secara terminologis didefinisikan oleh Aiman Rusydi Suwaid sebagai, Kalam Allah Ta’ala yang melemahkan musuh, yang diturunkan dalam hati Nabi Muhammad Saw., membacanya bernilai ibadah, ditulis di antara dua sampul kitab, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, dan digunanakan untuk menantang musuh walau pun dengan surat paling pendek.”

Dalam teologi Islam terdapat perbedaan pendapat antara Mu’tazilah dan Ahlussunah tentang kalam Allah. Menurut Mu’tazilah kalam Allah adalah makhluk, karena prasyarat dari sebuah kalam adalah keberadaan huruf dan suara. Selain itu, Allah juga telah menciptakan kalam-Nya dalam sebagian benda, seperti batang kayu dalam kisah Nabi Musa, “Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu” (QS. al-Qashash : 30).  

Sedangkan menurut Ahlussunah kalam Allah merupakan sifat yang berada dalam Dzat Allah, bukan makhluk dalam bentuk huruf dan suara. Dari pendapat tersebut Ahlussunah memahami: Al-Qur’an yang dimaknai sebagai kalam Allah adalah bukan makhluk, sedangkan Al-Qur’an yang dimaknai sebagai kalimat yang kita baca adalah makhluk, akan tetapi kita tidak boleh mengatakan “Al-Qur’an adalah makhluk” walaupun yang dikehendaki dari kalimat tersebut adalah kalimat yang kita baca, karena akan berpotensi menimbulkan sekasalahpahaman.

Baca juga: Tafsir Transformatif, Upaya Mufassir Kontemporer Menjawab Kebutuhan Umat

Manna’ Al-Qatthan mejelaskan, ulama tidak sepakat terkait cara Allah mewahyukan Al-Qur’an kepada Jibril dalam tiga pendapat:

  1. Jibril menerima Al-Qur’an dari Allah melalui pendengaran dengan lafal khusus.
  2. Jibril menghafal Al-Qur’an dari lauhul mahfudz.
  3. Jibril menerima makna Al-Qur’an, kemudian lafalnya berasal dari Jibril atau Muhammad.

Al-Qatthan menilai pendapat pertama adalah pendapat yang kuat, diikuti oleh Ahlussunnah wal Jamaah dan dikuatkan dengan keterangan Hadis dan Al-Qur’an seperti ayat, “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar telah diberi Al-Qur’an dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui.” (An-Naml: 6). Pendapat pertama ini menyimpukan bahwa Al-Qur’an sekaligus lafal-lafalnya adalah kalam Allah, bukan kalam Jibril atau Muhammad.

Pendapat kedua tidak dipertimbangkan, karena keberadaan Al-Qur’an di lauhul mahfudz sama dengan keberadaan seluruh benda-benda gaib lain, dimana Al-Qur’an menjadi salah satu bagian darinya.

Sedangkan pendapat ketiga lebih sesuai dijadikan definisi Sunah, karena Sunah adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Jibril untuk disampaikan kepada Muhammad secara makna, kemudian diungkapkan oleh Muhammad menggunakan kalimat beliau. Karena itulah Sunah bisa diriwayatkan menggunakan maknanya selama tidak mengakibatkan perubahan pesan dalam Sunah tersebut, berbeda dengan Al-Qur’an yang harus diriwayatkan secara lafal dan makna sekaligus.

Pernyataan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Jibril dapat dijawab dengan beberapa argumen berikut:

  1. Konsensus kaum muslimin, ketika mereka akan membaca ayat Al-Qur’an maka mengatakan, “Allah berfirman”. Jika Al-Qur’an adalah kalam Jibril, tentu mereka akan mengatakan “Jibril bersabda”.
  2. Konsensus kaum muslimin bahwa tulisan yang ada di antara dua sampul mushaf adalah Kalam Allah, bukan kalam Jibril.
  3. Jibril tidak menurunkan kalamnya, tetapi menurunkan kalam Allah, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah, “Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Quran itu dari Tuhanmu dengan benar…” (An-Nahl: 102).
  4. Allah berfirman, “…Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah...” (At-Taubah: 6) juga berfirman dalam ayat lain, “…Padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah...” (Al-Baqarah: 75). Jadi yang didengar oleh kaum kafir bukanlah kalam Jibril melainkan kalam atau firman Allah. 

Sedangkan pernyataan yang menyebutkan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Muhammad juga bisa dijawab dengan jawaban di atas. Di sisi lain pernyataan tersebut sama dengan perkataan Walid bin Mughirah: “ini tidak lain hanyalah perkataan manusia” (Al-Mudatstsir: 25). Sehingga orang yang memiliki pernyataan tersebut diancam oleh Allah, “Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.” (Al-Mudatstsir: 25).

Allah juga menepis tuduhan kaum musyrik bahwa Al-Qur’an adalah karya Muhammad, bahkan Allah menantang mereka untuk membuat kalam yang serupa dengan Al-Qur’an. Allah berfirman: “Ataukah mereka mengatakan: ‘Dia (Muhammad) membuat-buatnya’. sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al-Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.” (Ath-Thur: 33-34).

Dari perbedaan pendapat tentang cara Allah mewahyukan Al-Qur’an kepada Jibril,  ulama juga tidak sepakat mengenai wahyu yang diterima oleh Muhammad dari Jibril. As-Suyuthi dalam al-Ithqan menyampaikan tiga pendapat:

  1. Muhammad menerima lafal dan makna Al-Qur’an, dan Jibril mendapatkan lafal tersebut dari lauh mahfudz.
  2. Jibril menyampaikan makna Al-Qur’an, kemudian makna tersebut dipahami oleh Muhammad, lalu diungkapkan menggunakan bahasa Arab. Pendapat ini berdasarkan pada ayat, “Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad)…” (as-Syu’ara: 193-194)
  3. Makna Al-Qur’an telah disampaikan kepada Jibril, kemudian Jibril mengungkapkannya dalam Bahasa Arab. Penduduk langit membaca Al-Qur’an dengan bahasa Arab tersebut.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, menurut pendapat yang kuat, Al-Qur’an adalah kalam Allah, dimana kalam adalah salah satu dari beberapa sifat yang dimiliki oleh Dzat-nya, sehingga kalam tersebut merupakan sifat qadimah yang berupa makna yang tidak berwujud huruf dan suara. Kemudian Allah menciptakan kalimat dan huruf sebagai representasi dari makna tersebut, kemudian menurunkannya (mengilhamkannya) kepada Jibril, kemudian diturunkan lagi kepada Muhammad.

Mahdum Kholid Al Asror. Mahasiswa S3 Ilmu Syariah IAIN Metro dan Ketua Stai Darul Qur’an

1 thought on “Mendiskusikan Al-Qur’an sebagai Kalam Allah”

  1. Pingback: Konsep Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an – Tidar Islam

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top