Oleh: Zuhriah
Tidarislam.co- Ada pendapat yang mengatakan “Tidak tahu wali, kecuali wali” mungkin bisa saja benar, karena pencapaian spiritual itu hanya Tuhan dan hamba-Nya yang tahu. Seperti halnya cerita Ratatulle, film Prancis yang tokohnya mengatakan bahwa semua orang bisa memasak, tapi tidak semua orang bisa menjadi koki. Walau, seseorang telah melakukan banyak laku dan tapa spiritual, namun, Tuhan sendirilah yang menjadi pemberi dan penentu apakah orang tersebut bisa menjadi walinya atau tidak. Maka, tidak semua bisa menjadi wali karena kedekatan spiritualnya dengan Tuhan.
Dalam buku Kontruksi Kewalian Imam Lapeo di Masyarakat Mandar, Sulawesi Barat (2025) yang ditulis oleh Zuhriah, S. Pd., M.A. dinyatakan bahwa di Sulawesi, konsep wali terbentuk dari kesepahaman dalam masyarakat. Mereka mempersepsikan wali sebagai sosok yang memiliki kelebihan. Mereka tidak mengadopsi konsep wali seperti di Jawa yang merupakan penyebar agama Islam karena wali di Sulawesi memiliki peran yang berbeda-beda (hal. 65).
Bagi orang Mandar Sulawesi Barat, wali dikatakan sebagai seseorang yang dihormati, disegani, dan menjadi panutan karena memberi inspirasi dan spirit dalam kehidupan masyarakat Mandar. Mereka lebih melihat kepada kemampuan individu yang tergambar melalui karakter seseorang yang disebut sebagai wali (hal.66).
Seperti Imam Lapeo (1839-1952) yang dianggap sebagai wali. Beliau mempunyai pemahaman agama yang berbanding lurus dengan kemampuan individualnya. Persepsi kosmologi masyarakat tentang kehidupan cenderung mengarah kepada kuasa transeden sehingga tidak aneh jika muncul figur-figur personal yang dianggap sebagai wakil Tuhan (wali).
Berbicara tentang wali Imam Lapeo, konstruksi kewalian Imam Lapeo “terbentuk” karena tujuh (7) hal yaitu: Pertama, Sakralisasi kewalian tercermin dari silsilah. Chambert-Loir dan Guillot (2010: 3) mendefinisikan Wali sebagai pewaris spiritual Nabi. Para wali mempunyai garis keturunan sendiri yang khas karena bersifat spiritual. Imam Lapeo dikatakan mempunyai kakek yang bernama Al Adiy, atau Guru Ga’de, yang sanadnya bersambung sampai Sunan Gresik atau yang dikenal sebagai kakek Bantal (hal. 67-68).
Kedua, dianggap punya keunggulan pengetahuan yang luar biasa. Annanngguru sebagai tokoh agama mempunyai peranan penting dan ketinggian spiritual. Kembali ke teori Chambert- Loir dan Guillot (2010: 3) bahwa wali sebagai pewaris spiritual nabi, wali mendapatkan warisan pemikiran, keilmuan, dan kepribadian dari Nabi. Imam Lapeo bukan hanya seorang ahli agama atau mahaguru (annangguru) tetapi juga merupakan guru spiritual bersama, annangguru yang memberikan spirit dalam kehidupan karena beliau juga guru kehidupan masyarakat, guru daerah bangsa Mandar dan Sulawesi yang menjadi panutan (hal.68-69).
Ketiga, dianggap dapat berperan sebagai perantara dengan Tuhan. Imam Lapeo dianggap dapat berperan sebagai perantara antara Tuhan dan masyarakat. Valdinoci (2009: 223) menulis bahwa wali mempunyai peranan sebagai mediator antara manusia dengan Tuhan karena wali dapat menyampaikan permohonan mereka ke Tuhan. Gelar-gelar di bawah ini berhubungan dengan peran Imam Lapeo sebagai perantara antara Tuhan dan masyarakat baik secara batiniah maupun lahiriah yaitu: To salama, To mabarrakka, To makarra, (To) Lambi, (To) Rape lau di Puang (Allah Taala’), dan (To) Panrita (hal. 71).
Baca juga: Jejak Islam di Bumi Mandar (1)
Keempat, mempunyai kemampuan luar biasa yaitu karamah dalam mitologi. Chamber- Loir dan Gulliot (2010: 5) menulis tentang manakib sang wali. Dalam artian hagiologi atau riwayat hidup wali menjadi pelaku impian-impian yang paling luar biasa dari masyarakat. Menurut legendanya, dia melakukan perbuatan yang melampaui akal dan nalar manusia yang tidak mempunyai aturan sosial dan alamiah. Ini tergambarkan dalam mitologi Imam Lapeo. Mitos merupakan legitimasi kekuasaan. Karakter tokoh atau seorang figur dalam masyarakat sering bercampur dengan keberadaan mitos-mitos yang menyertainya sehingga tokoh itu menjadi seseorang yang hebat karena disakralkan (hal.79).
Wali yang diyakini merupakan “Manusia setengah Dewa” atau bahkan bukan manusia sekalipun, melampaui batas kemanusiaan. Masyarakat memberi gelar wali kepada Imam Lapeo karena diyakini bukti-bukti kewalian pada diri beliau yang luar biasa. Masyarakat meyakini karamah yang dimiliki Imam Lapeo seperti diceritakan di sub-bab mitologi Imam Lapeo. Kelebihan beliau dibanding dengan awam masih dipercaya hingga saat ini.
Kelima, mempunyai “power” luar biasa untuk memobilisasi, membentuk tarekat. Kedekatan dengan Tuhan dapat dilihat melalui tarekat. Seseorang yang menjadi wali biasanya mempunyai tarekat karena dia (wali) telah melewati syariat, lalu tarekat, kemudian hakikat, dan terakhir makrifat. Oleh sebab itu, terdapat dua macam wali yaitu wali berdasarkan wilayah dakwahnya dan wali mursyid (guru pembimbing spiritual, tarekat). Imam Lapeo dianggap sebagai wali yang mempunyai “power” luar biasa untuk memobilisasi masyarakat dalam membentuk tarekat (hal. 95).
Banyak pendapat yang mengatakan tentang tarekat Imam Lapeo, tapi berbeda-beda versi mulai dari tarekat sebagai jalan menuju Tuhan, diantaranya, sirr, Naqsabandiyah, Khalwatiyah, Syadziliah hingga Muhammadiyah (hal. 96-98).
Keenam, mempunyai kelebihan dan kebajikan dalam karakter. Masyarakat memuja wali karena mengharapkan dia menjadi pelindung masyarakat dan wali dikenali selama hidupnya. Kalanov dan Alonso (2008: 175) juga menulis bahwa wali dikenali semasa hidupnya. Wali mempunyai kelebihan dan kebajikan. Hal ini terungkap dalam biografi Imam Lapeo yang berhubungan dengan karakter Imam Lapeo sebagai seorang wali, seperti halnya Nabi Muhammad SAW, yang mempunyai karakter atau akhlak yang baik (siddiq/benar, amanah/jujur, fatonah/pandai, tabligh/menyampaikan) sehingga Nabi SAW dipercaya mampu menjadi pemimpin agama dan masyarakat (hal.98-103).
Mengetahui siapa Imam Lapeo, dapat tergambar dari sejarah kehidupannya, pendidikan yang ditempuhnya, dakwahnya, maupun kematiannya.
Imam Lapeo adalah tokoh yang semasa hidupnya diakui sebagai sosok yang memiliki kharisma luar biasa dan memiliki karakter yang menonjol dalam pengetahuan agama dan dunia (kesalehan sosial) sehingga yang menjadi inti adalah perilaku. Dalam kehidupannya, Imam Lapeo mempunyai karakter-karakter yang menjadikannya sebagai pemimpin, inovator, motivator, negosiator, dan visioner. Unsur yang jarang terdapat pada orang kebanyakan.
Ketujuh, menurut Kalanov dan Alonso (2008: 175) masyarakat memuja kepada wali atau orang sakral ini karena menjadi pelindung dalam masyarakat. Kekasih Allah dapat dikenali semasa hidupnya dan setelah dia meninggal, makamnya yang besar menjadi tempat keramat, tempat peziarahan, dan menjadi identitas sebuah masyarakat. Hal ini terlihat dalam artikulasi peziarah terhadap Imam Lapeo. Imam Lapeo dianggap punya pengaruh melampaui masanya karena masyarakat mengartikulasikannya dalam bentuk foto, sedekah, dan menyebut nama Imam Lapeo. Selain itu, masyarakat juga mengartikulasikan kewalian Imam Lapeo dalam “kehadiran” beliau yang sering muncul di masjid, Masjid Orobatu dan Timbu (hal.103-112).
Baca juga: Lima Tarekat Terbesar di Dunia
Judul: Konstruksi Kewalian Imam Lapeo di Masyarakat Mandar.
Penulis: Zuhriah
Penerbit: Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK)
Website: www.perdik.or.id.
Cetakan Pertama: Januari, 2025.
Halaman: Xx+172 halaman.
Ukuran: 15 cm x 23 cm.
ISBN: 978-623-88800-3-4.
Buku ini terdiri dari 171 halaman, dan memiliki enam bagian. Bagian pertama sampai pada yang terakhir merupakan bagian yang tak terpisahkan. Buku ini merupakan hasil dari tesis sehingga diawal sudah mengajak pembaca untuk “belajar” mengkaji dengan memahami kerangka kewalian Imam lapeo. Di bagian lain menuliskan tentang biografi Imam Lapeo dengan mengenal beliau lebih dekat, kemudian ada bagian kewalian Imam Lapeo, lalu ziarah ke Imam Lapeo, juga Islam tradisional di Lapeo dan penutup.
Kata pengantar buku ini ditulis oleh Prof. Mucha-Shim L. Quiling, seorang dosen dan NGO pada kajian Sharif UI Hashim untuk Konservasi Pengetahuan Tradisional Kepulauan Sulu dan Nusantara di Jolo, Sulu, Filipina. Editor oleh Sitti Nur Aliah, ST, MSc, Proofreader oleh Ridwan Mappa, S. IP, desain cover & layout oleh Fauzi Sukri. Kemudian ada juga beberapa testimoni dari orang-orang penting yang sangat bernilai.
Buku Imam Lapeo telah diantarkan untuk mengetahui sosok wali kepada pembaca bagaimana melihat fenomena wali di Sulawesi umumnya, di Mandar, Sulawesi Barat khususnya. Mari mendekati Tuhan dan menjadi teman dekatnnya.