Oleh: Moch. Rafly Try Ramadhani
Tentang Imam az-Zarkasyi
Pakar ilmu al-Qur’an keturunan Turki ini memiliki nama asli Muhammad. Namun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait nama ayahnya. Menurut pendapat Ibnu Hajar, Ibnu al-Ma’ad al-Hanbali, dan al-Maqrizi, nama ayahnya adalah Bahadur ibn Abdillah. Sedangkan al-Dawudi dan al-Suyuthi justru berpandangan sebaliknya, bahwa ayahnya bernama Abdullah ibn Bahadur.
Melihat perbedaan pendapat tersebut, Muhammad al-Mukhtar ibn Muhammad al-Amin al-Syinqithi, muhaqqiq kitab karya az-Zarkasyi yang berjudul Salasil al-Dzahab, lebih memilih pendapat dari putranya az-Zarkasyi yang menyatakan bahwa nama ayah az-Zarkasyi adalah Jamaluddin Abdillah. Dengan demikian, nama lengkap Imam az-Zarkasyi secara nasab adalah: Muhammad ibn Jamaluddin Abdillah az-Zarkasyi.
Imam az-Zarkasyi lahir pada tahun 745 H (1344 M) di kota Kairo, Mesir. Nama az-Zarkasyi sendiri diambil dari kata Zarkasy yang bermakna “bordir” atau “hiasan”. Hal ini karena ia telah berlatih membuat hiasan sejak ia masih kecil.
Selain itu, ia juga dikenal dengan panggilan atau kunyah “Abu Abdillah”, dan mendapat beberapa gelar atau laqab dari masyarakat di antaranya: “Badr al-Din”, “al-Mufti”, “al-Minhaji”, dan “al-Mushannif”, sehingga sering ditulis pula dengan nama: Imam Badr al-Din az-Zarkasyi.
Sejak kecil, az-Zarkasyi telah mendapatkan pendidikan ilmu-ilmu dasar keislaman dari keluarganya. Ketika muda, az-Zarkasyi mempelajari dan mendalami fikih Imam Syafi’i. Bahkan, di usia yang masih sangat muda, ia telah hafal kitab fikih madzhab Syafi’i, yaitu Minhaj al-Thalibin wa Umdah al-Muttaqin karangan Imam an-Nawawi.
Selain mendapatkan ilmu dari keluarganya sendiri, az-Zarkasyi juga berguru kepada beberapa ulama terkemuka Mesir, seperti Jamaluddin al-Isnawi (w. 772 H) dan Sirajuddin al-Bulqini (w. 805 H).
Tidak hanya menimba ilmu di Mesir, az-Zarkasyi juga melakukan rihlah ilmiah ke kota Aleppo Suriah untuk belajar fikih dan ushul fikih kepada Syihabuddin al-Adzra’i (w. 783 H). Kemudian, ia melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Damaskus untuk belajar ilmu hadis kepada al-Hafidz Ibnu Katsir (w. 774 H).
Selain dua nama tersebut, az-Zarkasyi juga menimba ilmu kepada ulama-ulama terkemuka pada zamannya, seperti al-Hafidz Mughulatha ibn Qilij al-Turkiy (w. 762 H), ‘Umar ibn Amilah (w. 778 H), al-Shalah ibn Abi ‘Amr (w. 780 H), Ahmad ibn Muhammad ibn Jum’ah (w. 774 H), dan Ibnu Hisyam (w. 774 H).
Baca juga: Cikal Bakal Madrasah Darul Hadits Damaskus
Setelah banyak menimba ilmu keislaman di tanah Syam, az-Zarkasyi kemudian kembali ke Kairo dan mulai mengajarkan ilmu-ilmu yang ia dapatkan. Beberapa nama yang menjadi murid az-Zarkasyi antara lain adalah Syamsuddin al-Barmawi (w. 831 H), Najmuddin ‘Umar ibn Huja ad-Dimasyqi (w. 830 H), Muhammad ibn Hasan as-Syumanni (w. 821 H), Sirajuddin ‘Umar ibn Isa al-Wururi (w. 861 H), Abdurrahim ibn Ibrahim al-Amyuthi (w. 867 H), Muhammad ibn Ahmad al-Kattani (w. 852 H), Muhammad Waliyuddin al-Thaukhi, dan Muhammad ibn ‘Umar al-Thanbawi.
Muhammad Hasan, dalam sub-bab tarjamah al-mushannif kitab al-Mantsur fi al-Qawa’id karya az-Zarkasyi, menyampaikan ungkapan menarik dari Ibnu Hajar al-Asqalani terkait pribadi az-Zarkasyi. Menurutnya:
Az-Zarkasyi merupakan sosok ulama yang suka mengunjungi toko kitab setiap siang hari. Namun, di dalam toko tersebut, az-Zarkasyi tidak membeli kitab, melainkan membacanya di tempat. Ketika membaca tersebut ia sudah menyiapkan kumpulan kertas untuk mencatat segala hal yang menarik dari kitab yang ia baca. Catatan tersebut kemudian dijadikannya sebagai sumber rujukan dalam penulisan kitabnya.
Baca juga: Ibnu Hajar al-Asqalani Melawan Kebodohannya Sendiri
Semasa hidupnya, az-Zarkasyi dikenal sebagai ulama yang sangat produktif. Muhammad Misbah, dalam Kontribusi az-Zarkasyi Dalam Studi Sunnah Nabi, menjelaskan bahwa karya az-Zarkasyi mencapai jumlah 64 buku, sehingga tidak heran jika ia mendapat julukan al-Mushannif, artinya “penulis”.
Beberapa judul karya tulisnya tersebut antara lain adalah al-Dibaj fi Taudhih al-Minhaj, al-Bahr al-Muhith fi Ushul al-Fiqh, I’lam al-Sajid fi Ahkam al-Masajid, Tafsir al-Qur’an al-Adzim (hanya sampai QS. Maryam), al-Mu’tabar fi Takhrij Ahadits al-Minhaj wa al-Muktashar dan tentunya karyanya yang paling fenomenal yaitu al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.
Imam az-Zarkasyi wafat pada hari Ahad tanggal 3 Rajab tahun 794 H (1392 M). Ia wafat di usia yang masih cukup muda, yaitu 49 tahun. Ia dimakamkan di tempat Qarafah Sughra, Kairo, Mesir.
Sekilas tentang Kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an
Sebelum era az-Zarkasyi, sudah terdapat beberapa kitab yang membahas tentang ilmu al-Qur’an dan tafsir al-Qur’an. Terkait hal tersebut, as-Suyuthi dalam al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an menyebutkan beberapa kitab yang telah ada seperti al-Hawi fi ‘Ulum al-Qur’an karya Muhammad ibn Khalaf al-Mazban (w. 309 H), ‘Ajaib ‘Ulum al-Qur’an karya Abu Bakr Muhammad ibn al-Qasim al-Anbari (w. 328 H), al-Burhan fi Musykilat al-Qur’an karya Abu al-Ma’ali ‘Azizi al-Jili (w. 494 H), Funun al-Afnan karya Ibnu al-Jauzi (w. 597 H), dan Jamal al-Qurra’ karya ‘Alamuddin al-Sakhawi (w. 643 H).
Namun, dalam tesisnya Tsaqafah al-Mufassir ‘inda al-Zarkasyi min Khilal Kitabihi (al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an), Laila Muhammad Mas’ud menyatakan bahwa:
Kitab pertama yang mengkaji ilmu-ilmu Al-Qur’an secara komprehensif dan lengkap adalah kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.
Kemudian, terkait latar belakang penulisan kitab tersebut, Imam az-Zarkasyi menyampaikan dalam mukaddimahnya bahwa para ulama terdahulu masih belum banyak yang menulis karya di bidang ulum al-Qur’an secara lengkap. Oleh karena itu, ia kemudian memulai penulisan kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.
Dalam mukaddimah kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an versi cetakan Dar al-Hadits, muhaqqiq kitab tersebut, Abu al-Fadhl al-Dimyathi, menyampaikan bahwa:
Kitab ini merupakan kitab yang sangat komplit dan lebih komprehensif dibanding kitab-kitab ulum al-Qur’an setelahnya, semisal al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an karya as-Suyuthi dan Manahil al-’Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an karya az-Zarqani. Bahkan, ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa kitab al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an tersebut merupakan ringkasan dari kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.
Secara sistematika penyusunan, terdapat perbedaan susunan kitab dalam beberapa edisi cetakan. Dalam cetakan Dar al-Hadits al-Qahirah, kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an disusun sebanyak 1206 halaman yang dikumpulkan dalam satu jilid. Sedangkan dalam cetakan penerbit Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Dar al-Ma’rifah, dan Dar al-Hadharah, kitab al-Burhan disusun dalam empat jilid.
Adapun mengenai sistematika pembahasannya, kitab al-Burhan berisi 47 sub-bab pembahasan tentang ulum al-Qur’an, yang diawali dengan pembahasan asbabun nuzul (ma’rifah sabab al-nuzul), dan diakhiri dengan pembahasan alat-alat yang dibutuhkan oleh pengkaji al-Qur’an dalam menafsirkan ayat al-Qur’an (fi ma’rifah al-adawat). Namun, sebelum menuju 47 sub-bab pembahasan tersebut, az-Zarkasyi terlebih dahulu memberikan pengantar komprehensif mengenai konsep ilmu tafsir beserta ilmu al-Qur’an. Wallahu A’lam
Baca juga: Mengenal Ilmu Tafsir al-Quran (Husein al-Dzahabi)
Sumber: tafsirquran.id.