Humanitarian Islam vs Islam Wasathiyah

Tidarislam.co – Belum lama ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) gencar mewacanakan gagasan Humanitarian Islam, apa sesungguhnya gagasan ini dan bagaimana posisinya dalam konteks Islam Indonesia?

Humanitarian Islam bisa dipahami sebagai Islam yang mengedepankan aspek-aspek kemanusiaan, bukan dalam arti memahami kemanusiaan dalam perspektif Islam, tetapi lebih merupakan upaya menggali nilai-nilai kemanusiaan dalam ajaran Islam itu sendiri.

Sebagai sebuah ajaran, Islam memang sangat mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, seperti keadilan, kesetaraan, kasih sayang, dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Hal ini misalnya bisa dilihat melalui konsep Maqasid al-Syariah di mana tujuan dari pengamalan Islam didasarkan pada pemeliharaan terhadap jiwa, keturunan, harta, agama, dan akal.

Dari kelima tujuan beragama di atas, semuanya bermuara pada nilai-nilai kemanusiaan di mana Islam sebagai ajaran normatif sangat penjunjung tinggi nilai kemanusiaan sebagai tujuan dari diselenggarakannya agama.

Pada titik inilah, Humanitarian Islam memiliki konteksnya, yakni sebuah ajaran Islam yang memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan sebagai dimensi univerasal dalam pengamalan agama. Sehingga apapun yang terkait dengan ajaran Islam, harus dikembalikan pada nilai kemanusiaannya.

Hal ini bukan berarti Humanitarian Islam mengabaikan aspek tauhid atau dimensi ketuhanan, justru konteks ketuhanan itu memiliki nilai primordial ketika diperhadapkan dengan aspek kemanusiaan. Artinya, Islam tidak bisa dipahami kecuali harus mendasarkan diri pada dasar ketauhidan yang berimplikasi pada penanaman nilai kemanusiaan.

Sehingga problem apapun yang dihadapi oleh umat, haruslah dilihat pada dimensi kemanusiaannya. Dari sinilah Islam dapat menjadi dasar bagi seluruh cara pandang terhadap realitas kebenaran.

Sebagai sebuah gagasan, Humanitarian Islam lahir dalam konteks Islam keindonesiaan, hal ini bisa dilihat misalnya bagaimana umat Islam Indonesia mengamalkan ajarannya dengan menjunjung tinggi keadilan, perdamaian, kasih sayang, dan kesetaraan yang dengannya Islam Indonesia dapat membangun sebuah peradaban yang rukun dan harmonis.

Cita rasa Islam Indonesia yang berhasil dalam membangun kerukunan dan keharmonisan ini sulit dicarikan padanannya di negara-negara manapun, sebab Islam Indonesia secara mayoritas mampu mengharmoniskan hubungan antara agama dan negara, agama dan budaya, serta agama dan dinamika perubahan zaman seperti bidang teknologi dan ekonomi.

Pada aspek inilah, kita bisa melihat bagaimana konteks Humanitarian Islam sangat khas bercorak Islam Indonesia. Terutama bila melihat bagaimana gagasan Humanitarian Islam ini lahir, ia sangat khas bercorak Indonesia.

Misalnya, Gus Yahya, selaku Ketum PBNU dan penggagas konsep ini, mengatakan bahwa Humanitarian Islam merupakan akumulasi ide yang berasal dari ide-ide yang lahir sebelumnya, seperti Pribumisasi Islam ala Gus Dur, Islam Nusantara, dan Fiqih Peradaban. Dari ketiga khazanah pemikiran itulah Humanitarian Islam lahir sebagai wacana klimaks guna mewujudkan kedamaian dan berkeadilan sebagai visi Islam.

Tidak hanya berhenti di situ saja, Humanitarian Islam juga diharapkan dapat memberi dampak yang luas bagi berbagai problematika umat, terutama menawarkan gagagasan ini pada skala global untuk turut memberi solusi bagi berbagai konflik yang sedang melanda dunia.

Sebagaimana telah diketahui bahwa dunia hari ini sedang dilanda masalah besar dan konflik akut, perang saudara, perang antar negara, krisis iklim, krisis pengungsi, terorisme, dan perebutan pengaruh kekuasaan politik, ini semua sangat berdampak pada krisis kemanusiaan. Oleh karena itulah, Humanitarian Islam hadir untuk memberi jawaban terhadap berbagai masalah tersebut.

Sementara itu, selain gagasan Humanitarian Islam yang diusung NU, ada pula gagasan Islam Wasathiyah yang juga menjadi kajian intens di kalangan umat Islam Indonesia, terutama dalam konteks gagasan moderasi beragama.

Islam Wasathiyah bisa dipahami sebagai Islam jalan tengah, Islam yang tidak condong pada salah satu bentuk ekstremisme, yakni ekstrem kanan yang sering dianggap konservatif, fundamentalis, dan fanatis. Serta bukan pula ekstrem kiri yang biasa disebut liberal atau kencenderungan pemikiran yang terlalu liar dalam memahami agama.

Islam jalan tengah adalah Islam yang menjujung tinggi toleransi, sopan santun, keadilan, dan perdamaian. Pada titik ini, Islam Wasathiyah merupakan sebuah sikap moral di mana orang yang mempraktikkan gagasan ini diharapkan dapat mengamalkan ajaran Islam yang mengedepankan toleransi dan kerukunan.

Dalam konteks Indonesia, Islam Wasathiyah mewujud dalam konsep moderasi beragama yang sejak tahun 2019 menjadi agenda negara untuk mengelola cara beragama masyarakat Indonesia. Tujuan utama program moderasi beragama adalah untuk meminimalisir praktik-praktik beragama yang mengarah pada penyalahgunaan agama, baik pada aspek fanatisme maupun liberalisme.

Untuk itu, sebagaimana tertuang dalam buku babon terbitan Kemenag berjudul Moderasi Beragama, ada empat indikator seseorang bisa disebut sebagai moderat dalam beragama, di antaranya; komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan akomonatif terhadap budaya lokal. Keempat indikator ini merupakan wujud dari sikap moderasi beragama yang khas bercorak Indonesia.

Bila melihat pengertian dan ruang lingkup Islam Wasathiyah di atas, sebagaimana terumus dengan jelas dalam gagasan moderasi beragama, maka jelas bahwa Islam Wasathiyyah pada prinsipnya adalah sebentuk Humanitarian Islam. Gagasan inti yang diusung dalam Islam Wasathiyyah sejatinya adalah gagasan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam agama.

Misalnya toleransi, anti kekerasan, dan komitmen kebangsan, merupakan ciri-ciri yang ada di dalam gagasan Humanitarian Islam, yakni Islam yang penuh kasih sayang, keadilan, kesetaraan dan sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

Dari sinilah kita dapat menyimpulkan bahwa gagasan Islam Wasathiyah sejatinya tak lain merupakan Humanitarian Islam itu sendiri di mana keduanya beriringan secara integral dalam menggali nilai-nilai kemanusiaan yang tertuang dalam ajaran Islam.

Rohmatul Izad. Kandidat Doktor Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

One thought on “Humanitarian Islam vs Islam Wasathiyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *