Ekoteologi Masjid At-Taqwa Ngaliyan

Oleh: Dr. Aji Sofanudin, M.Si. 

Tidarislam.co- Salah satu program prioritas Pemerintah cq. Kementerian Agama RI adalah ekoteologi. Hal ini termaktub dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 244 Tahun 2025 tentang Program Prioritas Menteri Agama Tahun 2025-2029. Ekoteologi berasal dari dua kata, “eko” (ekologi) dan “teologi” (ilmu tentang Tuhan atau keyakinan agama), yang muncul sebagai respons terhadap krisis lingkungan global. Tujuan akhir ekoteologi adalah membangun kesadaran bahwa menjaga alam merupakan bagian dari ibadah dan moralitas beragama.

KMA ini kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Sekretariat Jenderal Kementerian Agama Nomor 182 Tahun 2025 tentang Gerakan Penanaman Satu Juta Pohon Matoa. Gerakan ini bertujuan meningkatkan kesadaran ekoteologis berbasis nilai-nilai agama, menciptakan lingkungan hidup yang lebih bersih dan hijau, serta menginspirasi umat beragama untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pelestarian lingkungan.

Penanaman satu juta pohon matoa berlokasi di seluruh wilayah Indonesia dengan prioritas di lingkungan: rumah ibadah, kantor Kementerian Agama pusat, kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, pesantren, dan lokasi strategis lainnya. Saat ini, Kementerian Agama RI sedang menyusun Dokumen Kebijakan Ekoteologi yang melibatkan pakar dan pemangku kepentingan melalui Focus Group Discussion (FGD). Dokumen ini akan memuat panduan strategis yang sistematis untuk pelaksanaan program ekoteologi.

Ekoteologi Masjid

Berbeda dengan pemerintah yang “sedang dan akan” melakukan gerakan ekoteologi, Muhammadiyah sudah mempraktikkannya. Riset Natsuki Chubachi dari Kyoto University, Jepang, tentang “The Evolution of Islamic Law in Adressing Climate Change: An Anthropological Study in Indonesian Muslim Leaders” menemukan bahwa masjid Muhammadiyah telah mempraktikkan ekoteologi. Natsuki melakukan field research di Indonesia selama lebih dari satu tahun.

Baca juga: Masjid Nasional Malaysia: Simbol Persatuan dan Kesatuan Negeri Jiran

Publikasi Natsuki pada tahun 2025, “Devotion through Waste: Ethics of Waste Sadaqah in Indonesia”, Worldviews: Global Religions, Culture, and Ecology, 29 (2): 148-169, menceritakan tentang sedekah sampah di Masjid Al-Muharram, Bantul, Yogyakarta. Artikel tersebut mengisahkan Ananto Isworo, Ketua Takmir Masjid Al-Muharram, yang menjadi inisiator Gerakan Sedekah Sampah (GSS). Ananto Isworo, salah satu pengurus Majelis Tabligh Muhammadiyah, dijuluki penggerak gerakan eco-masjid Muhammadiyah. Warga di sekitar Masjid Al-Muharram “bersedekah” dengan menyumbangkan sampah nonorganik untuk didaur ulang. Setiap dua minggu sekali, sekitar 20 relawan berkumpul di masjid untuk memilah sampah.

Selain di Yogyakarta, benih-benih praktik ekoteologi masjid juga ada di Ngaliyan, Semarang. Meskipun tidak seviral Masjid Al-Muharram Bantul, Ahwan Fanani, Ketua Takmir Masjid At-Taqwa Ngaliyan, Wates Semarang, juga mempraktikkan ekoteologi masjid, meskipun bukan dengan tagline ekoteologi masjid.

Masjid At-Taqwa Ngaliyan, Wates merupakan masjid milik Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang yang baru diresmikan pada 3 Zulhijah 1445 H/12 Mei 2024. Pelaksanaan Idul Qurban di masjid tersebut selalu menggunakan besek dan daun jati untuk pembagian daging kurban. Menurut Ahwan Fanani, penggunaan besek membuat daging kurban menjadi lebih segar dan lebih “ngajeni”.

Baca juga: Mengelola Masjid seperti CEO

Ketua PCM Ngaliyan periode Muktamar 47 yang juga merupakan pengurus takmir masjid, Anas Hamzah, menyebutkan bahwa kurban tahun 2025 ini ada 3 sapi dan 8 kambing, termasuk kurban dari Mendikdasmen, Abdul Mu’ti. Sekitar 350 bungkus dibagikan, semuanya menggunakan besek yang berasal dari Pasar Mangkang, sedangkan daun jati didapatkan dari salah satu jemaah masjid.

Praktik ekoteologi masjid juga dilakukan takmir Masjid At-Taqwa bekerja sama dengan Jateng Innovation Center dan Prodi Biologi UIN Walisongo Semarang. Mereka mengadakan “Pelatihan Urban Farming” yang tidak hanya berupa teori, tetapi juga praktik menanam yang dilakukan di Wedang Setapak, Polaman, Mijen, Kota Semarang.

Banyak program lain yang dilakukan oleh Takmir Masjid At-Taqwa Ngaliyan, Wates, Semarang. Di antaranya menyediakan bir pletok yang dibuat oleh jemaah masjid, pengajian Ahad pagi, kajian kitab daring setiap Senin malam, dan program BBM (Bersih-Bersih Masjid).

Terbaru, masjid ini juga mengadakan “Pesantren Lansia” yang diadakan setiap bulan pada pekan pertama, selama dua hari (Sabtu-Minggu). “Pesertanya dibatasi maksimal 30 orang, ternyata peminatnya juga banyak,” ungkap Prof. Ahwan Fanani mengakhiri obrolan.

Dr. Aji Sofanudin, merupakan Senior Researcher pada Pusat Riset Agama dan Kepercayaan, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN)

Sumber: muhammadiyahsemarangkota.org

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *