Dirikan JATMA Aswaja, Habib Lutfi Pimpin Organisasi Tarekat Baru di Indonesia

Oleh: Rohmatul Izad

Tidarislam.co – Pada Jumat, 18 April 2025, bertepatan dengan pengajian rutin Jumat Kliwon di Kanzus Sholawat, Pekalongan, Habib Lutfi bin Yahya bersama para jamaahnya mendeklarasikan terbentuknya organisasi tarekat baru bernama Jam’iyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah Ahlusunnah wal Jamaah (JATMA Aswaja).

Habib Lutfi sendiri didaulat sebagai Rais ‘Aam, sementara Helmy Faishal Zaini yang merupakan Sekjen PBNU Periode 2015-2021 mengemban amanah sebagai Sekretaris Jenderal JATMA Aswaja.

Secara hukum JATMA Aswaja merupakan organisasi kemasyarakatan yang sah dan bersifat independen, berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dengan Nomor AHU- 0001630.AH.01.07.TAHUN 2025.

Berdirinya organisasi tarekat JATMA Aswaja ini dipengarai setelah Habib Lutfi tidak lagi menjabat sebagai Ketua di organisasi JATMAN di bawah naungan Nahdlatul Ulama. Sebagaimana diketahui, PBNU telah menggelar Kongres JATMAN ke-13 di Boyolali pada 21-22 Desember 2024. Dalam Kongres tersebut KH. Achmad Chalwani sebagai Rais ‘Ali dan Prof. Dr. KH. Ali Masykur Musa sebagai Mudir ‘Ali JATMAN 2025-2030.

Baca juga: Tarekat Naqsabandiyah dalam Tradisi Tasawuf

Merujuk berbagai sumber, Helmy Faishal selaku Sekjen JATMA Aswaja memaparkan bahwa struktur organisasi ini terdiri dari tiga elemen utama:

  1. Majelis Irsyad wan Nasihah yang menjadi wadah bagi para Mursyid dan Masyayikh
  2. A’wan yang berperan sebagai penasihat berdasarkan keahlian masing-masing
  3. serta Tanfidziyah yang menjalankan operasional organisasi.

Ada Apa dengan Habib Lutfi?

Hemat penulis, sesungguhnya terbentuknya organisasi tarekat ini tidaklah terlalu mengejutkan. Sebab, pada akhir tahun 2024 lalu, Habib Lutfi dipengarai telah membentuk organisasi tarekat baru bernama PATMAN, yang dianggap sebagai organisasi tandingan bagi JATMAN yang ada di bawah naungan Nahdlatul Ulama.

Habib Lutfi boleh jadi merasa sakit hati karena posisinya yang sejak lama di JATMAN akhirnya harus lengser dari kekuasaan tertinggi sebagai pemangku perkumpulan tarekat resmi di Indonesia. Banyak orang menduga bahwa ini murni terkait politik kekuasaan di mana Habib Lutfi tidak ingin diganti sebagai Ketua Jatman, dan ketika lengser, akhirnya beliau membuat perkumpulan tarekat sendiri bersama para pengikutnya yang masih setia.

Memang harus diakui bahwa sejak lama simbol tarekat di Indonesia di bawah naungan Habib Lutfi, beliau bahkan didapuk sebagai Ketua perkumpulan tarekat sedunia, yang semakin memantabkan posisi beliau sebagai orang nomor 1 pada dunia tarekat.

Namun demikian, pendirian JATMA Aswaja ini dianggap sangat politis di mana Habib Lutfi mencari panggung baru agar beliau tetap eksis sebagai pengelola tertinggi organisasi tarekat. Orang boleh tidak setuju, tetapi ini fakta yang tidak bisa dibantahkan, bahwa kehadiran JATMA Aswaja tidak lain merupakan organisasi tandingan bagi JATMAN yang ada di bawah naungan NU.

Baca juga: Habaib dan Otoritas Keagamaan Pasca Orde Baru

Para pengikut setia Habib Lutfi yang mengikuti organisasi yang baru saja beliau dirikan juga semuanya adalah orang-orang NU. Di mana Habib Lutfi memanfaatkan para pengikut setiap tersebut untuk ikut organisasi baru yang beliau dirikan.

Secara organisasi, harusnya para pengikut tarekat tetap mengikuti JATMAN NU, tetapi karena di dunia tarekat ikatan guru-murid sangat kuat, maka banyak di antara mereka yang berubah haluan dan tetap mengikuti Habib Lutfi kendati organisasi tersebut bersifat independen dan tidak ada kaitangannya dengan NU.

Apa yang dilakukan oleh Habib Lutfi sesungguhnya tak lain adalah beliau tidak ingin otoritas kekuasaanya di ranah tarekat direbut atau diambil alih oleh orang lain. Beliau merasa telah berkontribusi besar pada tarekat, memiliki murid yang sangat banyak, dan tidak ingin posisinya terancam.

Kemana Arah Tarekat Resmi di Indonesia?

Dengan melihat kehadiran JATMA Aswaja, kita patut bertanya, kemana arah tarekat resmi di Indonesia? Artinya, mau di bawa kemana terakat ini? Sebetulnya tidak terlalu sulit menjawab pertanyaan ini.

Misalnya, orang-orang tarekat yang secara kultural sangat terikat dengan NU, harusnya tetap mengikuti JATMAN NU, hal ini mengingat mengikuti tarekat JATMAN tidak hanya berkaitan dengan hubungan guru-murid atau mursyid-jamaah, lebih dari itu, di dalam JATMAN, ada ikatan keorganisasian resmi yang harus diikuti oleh segenap jamaahnya.

Tetapi ketika jamaah tersebut lebih yakin dan mantab dengan tarekat yang dikembangkan oleh organisasi lain, hal itu sah-sah saja, dengan catatan, NU tidak akan ikut campur dan tahu menahu dengan praktik-praktik tersebut. Mengingat, yang memutuskan apakah aliran tarekat ini mu’tabarah atau tidak adalah NU sendiri, sehingga NU masih memiliki kekuatan untuk memelihara JATMAN.

Terlepas dari itu, lahirnya JATMA Aswaja ini membuat sejumlah jamaah merasa kebingunan dan kehilangan arah. Misalnya, di satu sisi, mereka berbaiat kepada Habib Lutfi, tetapi di sisi lain, mereka adalah para pengikut setia JATMAN. Ini menjadi salah satu dilema terbesar bagi para jamaah.

Baca juga: MLB dan Serangkaian Polemik di Tubuh NU

Banyak para jamaah di akar rumpun juga kecewa dengan pendirian JATMA Aswaja, mereka menilai bahwa kelahiran ormas baru ini seolah dunia sufi telah bergeser dari urusan-urusan ukhrawi menjadi urusan duniawi yang bercampur-campur dengan politik, ambisi kekuasaan, dan urusan duniawi lainnya. Seolah sufi telah diracuni oleh perkara-perkara kotor duniawi.

Terlepas kekecewaan demi kekecewaan yang dialami oleh warga Nahdliyin, khususnya bagi mereka yang gandrung dengan tarekat, kelahiran JATMA Aswaja ini menandakan adanya perebutan otoritas kekuasaan di ranah tarekat di Indonesia. Karena ormas ini sudah terlanjur didirikan, maka yang perlu dipahami bagi warga Nahdliyin adalah jangan sampai kelahiran ormas ini menjadikan para murid atau jamaah terpecah belah.

Bila kesetiaan pada NU jauh lebih besar ketimbang pada sesosok tokoh, maka sudah seharusnya warga Nahdliyin tetap tegak lurus mengikuti aturan yang ada di organisasi. Sebab, NU bukan hanya organisasi keagamaan yang diresmikan negara, NU adalah organisasi keagamaan yang memiliki watak khas tempat bersemayamnya para ulama. Namun pada akhirnya, semua dikembalikan pada jamaah masing-masing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *