Oleh: Halimah
Tidarislam.co- Bahasa adalah cermin peradaban. Di tangan para da’i dan penulis Muslim, bahasa menjadi alat yang bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menanamkan nilai, menyentuh jiwa, dan menyatukan perbedaan. Di Indonesia, bahasa Indonesia memegang peran unik yaitu sebagai bahasa nasional, ia merangkum ribuan budaya lokal yang kerap digunakan sebagai bahasa dakwah lalu menerjemahkan nilai-nilai langit agar membumi di tanah air.
Islam di Nusantara berkembang melalui pendekatan damai dan kebudayaan. Para ulama terdahulu menyampaikan dakwah dengan memanfaatkan bahasa lokal, dan kemudian bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia. Inilah yang membuat Islam terasa akrab, bukan asing. Ia menyatu dalam kehidupan masyarakat, dari lisan sehari-hari hingga karya sastra (Firdaus Naufal et al., 2023).
Bahasa Indonesia: Jembatan Dakwah yang Efektif
Bahasa Indonesia memiliki kekuatan unik dalam dakwah karena ia menjangkau semua kalangan, dari santri hingga sarjana, dari kota hingga desa. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Naufal et al., (2023) menjelaskan penggunaan bahasa Indonesia yang komunikatif dan penuh narasi dalam ceramah Ustadz Adi Hidayat menjadikan dakwahnya sangat mudah diterima. Pendekatan naratif dan pilihan kata yang tepat membuat pesan agama lebih membumi dan menyentuh hati.
Dakwah bukan hanya soal isi, tapi juga soal rasa. Ketika bahasa digunakan dengan empati dan kepekaan sosial, pesan yang disampaikan tidak hanya dipahami, tapi juga dirasakan. Di sinilah letak pentingnya menguasai bahasa Indonesia yang tidak hanya benar, tetapi juga tepat secara budaya dan psikologis.
Bahasa sebagai Cermin Akhlak Islam
Islam mengajarkan bahwa kata-kata bukanlah hal sepele. Ucapan adalah bagian dari amal. Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, dalam Islam, berbicara dan menulis adalah bagian dari tanggung jawab moral.
Dalam perspektif ini, bahasa Indonesia bukan hanya medium komunikasi, tetapi juga sarana untuk menampilkan akhlak Islami. Bahasa memiliki pengaruh kuat dalam membentuk persepsi terhadap dakwah. Bahasa yang kasar, ambigu, atau tidak sesuai konteks bisa merusak makna dakwah itu sendiri. Sebaliknya, bahasa yang lembut, sopan, dan tepat akan membuka hati pendengar (Sahib., 2013).
Hal ini sangat sesuai dengan karakter budaya Indonesia yang menjunjung tinggi tata krama. Bahasa Indonesia sebagai bagian dari budaya nasional membawa nilai kesantunan yang sejalan dengan akhlak Islami yaitu tidak menyakiti, tidak merendahkan, dan tidak memaksakan.
Baca juga: Peran Bahasa dalam Ekspansi Kekuasaan Islam
Bahasa Indonesia dan Kekuatan Budaya
Bahasa Indonesia juga mengandung dimensi budaya yang memperkuat dakwah. Bahasa ini bukan hanya sistem tanda, tapi juga ruang makna. Dalam tulisannya, Arman et al., (2018) menekankan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah dan etika, seperti Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), dapat memperkuat pesan dakwah, karena menunjukkan keseriusan dan ketertiban da’i dalam menyampaikan ajaran.
Tak hanya itu, bahasa Indonesia juga fleksibel. Ia mampu menampung kosakata Arab-Islami seperti rahmat, hikmah, shalat, ikhlas, namun tetap terasa dekat bagi penutur lokal. Bahasa ini adalah ruang perjumpaan antara Islam dan budaya Nusantara.
Fenomena ini terlihat jelas dalam dakwah digital. Banyak konten dakwah viral justru menggunakan bahasa Indonesia yang ringan, akrab, dan “gaul” namun tetap sopan dan bermakna. Ini menunjukkan bahwa bahasa bisa menjadi media yang adaptif, membuktikan bahwa nilai-nilai Islam dapat disampaikan secara kontekstual tanpa kehilangan kedalaman maknanya.
Menjaga Bahasa, Merawat Dakwah
Di era digital yang cepat dan penuh disrupsi, tantangan dakwah melalui bahasa semakin kompleks. Banyak ujaran kebencian, hoaks, dan dakwah yang bersifat menghakimi tersebar di media sosial. Di sinilah pentingnya literasi berbahasa yang di mana bukan hanya agar kita menulis dan berbicara dengan benar, tetapi juga agar kita berdakwah dengan benar.
Menjaga bahasa Indonesia berarti menjaga medium dakwah. Mendidik generasi muda untuk berbahasa santun, menulis dengan adab, dan berbicara dengan empati adalah bagian dari membangun masyarakat Islami yang sehat.
Penutup
Bahasa Indonesia adalah anugerah yang menyatukan bangsa dan membuka jalan bagi dakwah Islam yang damai, santun, dan membumi. Di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya, sejarah, dan akhlak yang memperkaya cara kita menyampaikan kebenaran. Ketika Islam disampaikan melalui kata yang indah, maka dakwah menjadi ajakan yang menyentuh, bukan paksaan yang menakutkan.
Maka mari rawat bahasa kita, karena di situlah kita menjaga iman, budaya, dan masa depan. Sebab Islam tidak hanya diturunkan dari langit ke kitab, tapi juga dari hati ke kata.
Referensi:
- Arman, L., (2018). “Komunikasi Efektif dalam Berdakwah (Kajian Penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia [EBI])”. Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, Vol. 9 No. 2, Juli-Desember 2018, p. 117-122
- Naufal, R.F, & Khatami, M.R. (2023). “Bahasa Indonesia Sebagai Media Komunikasi Efektif Dalam Dakwah (Analisis Ustadz Dr. Adi Hidayat, LC., M.A)”. Simpati, 1(2), 126–136.
-
Sahib, M. (2013). “Function and Language Influence as a Tool of Communication In Islamic Dakwah”. Jurnal Berita Sosial, 1(1), 12–21. https://doi.org/10.24252/beritasosial.v1i1.1137
Halimah, merupakan mahasiswa aktif di Universitas Nahdlatul `Ulama Yogyakarta, Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Angkatan tahun 2024. Instagram: @haalimah. Email: haalimah18@gmail.com
Baca juga: Keragaman Bahasa dan Aksara dalam Tafsir al-Quran