Oleh: KH Imam Zarkasyi
Trimurti Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
Pada umumnya yang biasa dicari setiap orang adalah kebahagiaan. Kebahagiaan di dunia terbagi menjadi dua: kebahagiaan lahir dan kebahagiaan batin. Untuk mencapai kebahagiaan lahir perlu kemakmuran atau kebendaan. Wujud kebahagiaan lahir mudah dimengerti, tapi kebahagiaan batin bagi banyak orang masih perlu dijelaskan.
Kemakmuran atau kekayaan harta benda, tak mutlak dapat menjamin kebahagiaan yang sesungguhnya. Orang yang tidak merasa aman dan tenteram, seperti selalu dikejar-kejar musuh yang tampak maupun tidak, atau tak putus dirundung kemalangan karena penyakit fisik, rohani dan sebagainya, tak akan merasakan kebahagiaan, meski secara lahir ia berada dalam keserbaadaan dan kecukupan.
Orang tua yang terganggu oleh perbuatan anak-anaknya yang nakal dan suka membuat malu, juga tak dapat merasakan indahnya kebahagiaan yang hakiki.
Hidup di dunia harus diisi dengan beragam kebaikan yang kelak akan menjadi tabungan hasanat (kebaikan-kebaikan) di akhirat. Tapi jika yang menjadi pusat perhatian seseorang dalam mengisi kehidupannya hanya urusan dunia, sungguh kasihan ia tak akan mendapat bagian di akhirat (Q.S. al-Baqarah/2:200)
Dalam hidup ini, janganlah hanya memikirkan kenikmatan sesaat hingga melupakan kehidupan di kemudian hari. Kalimat “kemudian hari” dapat dipahami sebagai hari tua atau pula kehidupan setelah meninggal.
Jadi, yang harus dicari dan diperjuangkan bukan hanya kenikmatan sesaat di dunia, tapi juga kehidupan yang baik di akhirat, agar kebahagiaan di dua dunia itu dapat diraih.
Kepada generasi muda yang ditimang-timang (diharapkan) atau dalam Bahasa Jawa “digolo-golo,” kami berpesan agar menjadi pemuda yang dapat diandalkan sebagai pejuang yang memiliki rasa tanggungjawab atas kesejahteraan umat dan kemajuan agama. Bukan kepentingan diri sendiri.
Tapi, dalam kehidupan dunia pasti akan ditemui bermacam-macam hama perjuangan. Dapat berupa harta, tahta, dan wanita. Inilah ibarat wereng-werengnya manusia.
Semoga para generasi muda mampu berjuang dengan benar dan tahan melawan wereng-wereng itu, sehingga mampu tampil sebagai penerus perjuangan yang bisa diandalkan.
Dalam perjuangan, jangan mencari yang enak-enak saja. Masing-masing mesti selalu mawas diri atau mau menilai diri sendiri, sampai di mana amal dan nilai perjuangannya untuk masyarakat, negara, dan agama? Apakah hidup kita hanya untuk kepentingan diri sendiri, atau segelintir manusia, atau keluarga?
Ingat racun kolonial yang sangat berbahaya, berupa kuatnya rasa individualisme. Pertahankanlah jiwa-jiwa sosial kemasyarakatan, kegotong-royongan atau kolektivisme. Jangan biarkan jiwa-jiwa itu menepis, atau malah habis.
Jangan pula biarkan bangsa ini terpecah karena bahaya laten individualisme. Sebab, dengan keterpecahan bangsa, kemajuan dan kesejahteraan pun hanya akan menjadi angan yang tak mungkin menjadi kenyataan.
Untuk itu, mari kita hidupkan dan bangkitkan jiwa perjuangan serta pengorbanan, demi meraih kebahagiaan yang hakiki.