Search

Nurcholish Madjid (Cak Nur) dan Ide Pembaharuan Islam

Tidarislam.co – Prof. Dr. Nurcholish Madjid (1939-2005), yang akrab dengan panggilan Cak Nur, merupakan tokoh intelektual Islam di Indonesia yang mengusung ide-ide pembaharuan Islam. Berasal dari latar belakang keluarga kyai tradisional di Jombang, Cak Nur mendapatkan pendidikan dasar-dasar keislaman sejak dini di sekolah madrasah al-Wathaniyah di Mojoanyar yang didirikan ayahya, KH Abdul Madjid. Kemudian, Cak Nur nyantri di pesantren Darul Ulum Rejoso (1955). Sejak belia, Cak Nur sudah akrab dengan dunia “kitab kuning” atau literatur keislaman tradisional. Dari ayahnya pula, yang merupakan tokoh politik Masyumi, ia mewarisi bakat yang kuat tentang aktivisme dan politik Islam.

Pendidikan keislamannya semakin matang setelah menempuh pendidikan Islam bergaya modern di Pesantren Darussalam Gontor (1960). Di mata pemimpin pesantren Gontor, KH. Imam Zarkasyi, Cak Nur adalah seorang santri yang cerdas, berbakat, kritis, dan memiliki wawasan keislaman yang luas. Oleh karena itu Cak Nur termasuk menjadi “santri kinasih” (santri menonjol yang special di mata Kyai) Kyai Zarkasyi. Setelah lulus dari Gontor, Cak Nur melanjutkan studi sarjana di bidang sastra Arab di IAIN Syarif Hidayatullah (1968).

Baca juga: https://tidarislam.co/menengok-aktivitas-kurikulum-pesantren-gontor/

Cak Nur mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan doktoral dalam bidang studi Islam (Islamic Studies) di Universitas Chicaco Amerika Serikat (1984), dan menulis disertasi “kritik teologi dan filsafat” berjudul: Ibn Taimiyya on Kalam and Falsafa: (A Problem of Reason and Revelation in Islam). Selama belajar di Amerika itulah Cak Nur banyak terinspirasi oleh pemikiran tokoh pembaharu Islam dari Pakistan, Fazlurrahman.

Karir Cak Nur dalam bidang akademik dimulai dengan pekerjaan sebagai peneliti. Ia mengawali sebagai peneliti di Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LEKNAS)(1978–1984), hingga menjadi peneliti senior (senior researcher) di bidang agama dan filsafat di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (1984–2005). Di mata beberapa pegawai LIPI yang membantu dalam pekerjaannya, Cak Nur adalah sosok yang hangat, ramah, dermawan, dan seringkali membagikan gajinya untuk pegawai-pegawai yang lebih membutuhkan.

Selain menjadi peneliti dalam bidang penelitian agama dan filsafat, Cak Nur juga mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah hingga menjadi Guru Besar di Fakultas Pasca Sarjana (1985–2005). Cak Nur kemudian mendirikan Universitas Paramadina di bawah Yayasan Wakaf Paramadina, dan memimpin universitas tersebut dari tahun 1998 sampai meninggal dunia tahun 2005.

Sejak menjadi mahasiswa tahun 60-an, selain sebagai “pembaca buku” yang tekun, Cak Nur mulai bersentuhan dengan pergerakan kemahasiswaan dan aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Karier organisasinya melejit sampai menjadi ketua umum PB HMI selama dua periode (1966-1969). Semangat organisasi pergerakan ini, boleh jadi, merupakan buah pendidikan di Gontor yang memang sangat menekankan pendidikan kedisiplinan organisasi dan keterampilan.

Sejak muda, pikiran-pikiran politiknya tentang hubungan Islam dan negara dan tesis-tesisnya tentang sekularisasi menuai kontroversi dan menjadikannya terkenal sebagai “Natsir Muda”. Bagi Cak Nur, kita perlu membedakan tegas antara Islam sebagai lembaga dan Islam sebagai agama. Baginya, Islam tidak perlu menjadi lembaga yang melegitimasi atau menjadi sumber tata kelola politik negara. Oleh karena itu, slogan Cak Nur yang terkenal pada masa itu “Islam Yes, partai Islam No!” Politisasi agama justru akan merugikan agama itu sendiri karena terdesakralisasi menjadi instrumen kepentingan politik. Sekular, berarti, memisahkan agar tidak menjadikan agama yang sakral ke dalam kepentingan-kepentingan profan yang partikular dan sempit.

Aktivisme dalam gerakan Islam mengantarkannya bertemu dengan banyak tokoh internasional di berbagai negara. Cak Nur berdialog, bertukar pikiran, dan mengalami perjumpaan intelektual dengan tokoh-tokoh besar di dunia Islam. Pemikirannya semakin berpengaruh berkat keberhasilan memimpin HMI dan menjadi “penulis manifesto” Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI (diresmikan dalam kongers ke-10 HMI) yang digunakan sebagai landasan ideologi dan gerakan perjuangan, dan memenuhi kebutuhan gerakan sesuai konteks keummatan-keislaman, kemahasiswaan, dan keindonesiaan.  

Pemikiran Cak Nur tercermin dalam karya-karya tulisnya. Salah satu upaya Cak Nur dalam memulai ide pembaharuan Islam, antara lain, dengan menghadirkan karya Khasanah Intelektual Islam (Bulan Bintang, 1984). Melalui saduran buku ini, Cak Nur berhasil menghadirkan pikiran-pikiran besar para intelektual Muslim klasik dan modern paling berpengaruh yang selama ini banyak membentuk peradaban Islam.

Pikiran dan komentar Cak Nur dituangkan dalam pendahuluan buku ini, bahwa sejarah perkembangan pemikiran Islam terjadi karena ide-ide progresif dan inovatif dari para intelektual Muslim pada masanya. Umar bin Khatab, menurutnya, adalah prototype seorang pembaharu Islam pada masa klasik pasca meninggalnya Nabi Muhammad SAW. Untuk menyebut pembaharu kontemporer, antara lain, Muhammad Abduh. Oleh karena itulah, dalam pandangan Cak Nur, ide-ide pembaharuan (tajdid) menjadi keniscayaan bagi kemajuan suatu peradaban, termasuk dalam hal ini peradaban Islam yang dicita-citakan.  

Baca juga: https://tidarislam.co/gus-dur-dan-warisan-pribumisasi-islam/

Selain itu, ide-ide pembaharuan pemikiran Islam Cak Nur juga tertuang dalam karya-karya yang lain. Mengutip versi Tempo, karya Cak Nur paling populer antara lain: Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia (1997), Islam Agama Peradaban, Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah (1995), Islam Agama Kemanusiaan, Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia (1995), Kaki Langit Peradaban Islam (1997), Masyarakat Religius (1997), Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan (1993), Ibn Taimiyah tentang Kalam dan Falsafah (2020), Perjalanan Religius Umrah dan Haji (1997), Cita-Cita Politik Islam (1999), Islam Doktrin dan Peradaban (2008).

Buku yang terakhir ini (setebal 718 halaman), Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, termasuk karya paling monumental yang memuat kumpulan pemikiran Cak Nur tentang Islam dalam konteks agenda membangun peradaban. Buku ini adalah kumpulan makalah-makalah Cak Nur dalam forum seminar Klub Kajian Agama di Paramadina. Cak Nur mengajak untuk memikirkan tentang doktrin-doktrin Islam yang menjadi fondasi etis bagi prasyarat suatu peradaban, berangkat dari konsep-konsep etis dalam al-Quran, seperti Islam, iman, ihsan, tauhid, takwa, akhlak, etos kerja, dan mengaktualisasikan ajaran-ajaran pokok tersebut menjadi corak keberagamaan yang inklusif dan menghormati perbedaan (pluralisme) guna menghadapi sebuah realitas masyarakat yang majemuk. Dalam konteks membangun peradaban itu pula Cak Nur menekankan pentingnya memahami visi universalisme dan kosmopolitanisme Islam.

Pemikiran Islam Cak Nur juga tak dapat dilepaskan dari visi mendasarnya tentang al-Quran (baca: wahyu). Cak Nur memang manusia unik, karena di samping membawa kontroversi tentang ide-ide pembaharuan pemikiran yang inklusif dan progresif, mengandalkan “nalar burhani” (dalam istilah yang digunakan Abid Aljabiri), tapi ia dikenal tak pernah lepas dari mushaf al-Quran ke manapun. Cak Nur juga pembaca dan pengutip al-Quran yang fasih baik dalam tutur maupun tulisan, mencerminkan sebuah keaktifan “nalar bayani” (masih dalam istilah Abid Aljabiri). Dapat dikatakan, ide-ide pembaharuan Cak Nur itu merupakan hasil pembacaannya terhadap al-Quran dengan perspektifnya sebagai penafsir modern. Hampir semua ide-ide Cak Nur merupakan upayanya mendialogkan antara pesan al-Quran dengan kenyataan kemajuan sejarah, ilmu pengetahuan, dan perjuangan cita-cita besar suatu peradaban Islam. Spiritualitas atau “nalar irfani” yang dibangun pun, adalah menuju spiritualitas yang inklusif, yang terbuka dalam memahami perbedaan keimanan dan kemajemukan masyarakat di Indonesia.

Cak Nur menjelma menjadi salah satu ikon pembaharu pemikiran Islam di Indonesia. Penguasaan literasi keislaman yang mendalam, kemampuan akademik yang mumpuni, keluasan pergaulan intelektual, dan kekuatan aktivismenya membentuk pandangan-pandangan keislaman modern: pemikiran “Islam substansial” yang berwatak moderat, inklusif, kontekstual, dan selalu berdialog dengan ide-ide modernitas (seperti negara bangsa, demokrasi, kesetaraan, dan humanisme), serta mengedepankan kepentingan kebangsaan atau keindonesiaan. Pemikiran Islam seperti ini yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat berperadaban maju (masyarakat madani).

Murid-murid Cak Nur terus mengembangkan gagasan besar pembaharuan Islam Cak Nur dengan, antara lain, menginisasi Nurcholish Madjid Studies dan Nurcholish Madjid Society (NMSC). Para aktivis NMSC dan beberapa penerus ide-ide pembaharuan Cak Nur berhasil mengkompilasi tulisan-tulisan Cak Nur di berbagai forum dan media menjadi versi Karya Lengkap Nurcholish Madjid sehingga dapat diakses publik secara luas. Seluruh karya tulis Cak Nur selanjutnya dapat dilacak melalui halaman: https://nurcholishmadjidstudies.id/karyacaknur/.  

Buku Inspirasi untuk Dunia: Islam Indonesia Dalam Perspektif Pemikiran Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Ahmad Syafii Maarif. Sumber: https://dpu.uiii.ac.id/en

Sebagai bentuk pengakuan atas pemikiran Cak Nur, beberapa tokoh Muslim dan peneliti dari dalam dan luar negeri mencoba menuliskan dan memberikan komentar terhadap ide-ide pembaharuan Islam Cak Nur, disandingkan dengan dua pemikir sezaman yang memiliki banyak kesamaan dalam ide-ide keislaman progresif, yakni Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii) dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Mereka mencoba menunjukkan bahwa ide-ide “trio” pemikir Islam Indonesia tersebut sejatinya layak menjadi inspirasi bagi pembangunan dunia Islam yang lain, terutama yang sedang bergelut dengan demokratisasi masyarakat Muslim. Diharapkan, upaya pembacaan ulang terus-menerus semacam ini tidak hanya menjadi ajang transmisi ide-ide pembaharuan, tetapi juga menjadi media reproduksi dan reaktualisasi gagasan pembaharuan Islam di masa depan.

Muhammad Nur Prabowo Setyabudi, merupakan peneliti di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN, dan bagian dari penulis buku Inspirasi Untuk Dunia.

2 thoughts on “Nurcholish Madjid (Cak Nur) dan Ide Pembaharuan Islam”

  1. Pingback: Muhammad Abduh, Sang Pembaharu Islam dari Mesir – Tidar Islam

  2. Pingback: Islam di Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Siddiq - Tidar Islam

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top