Menengok Aktivitas dan Kurikulum Pesantren Darussalam Gontor

Oleh: Muhammad Nur Prabowo Setyabudi

Tidarislam.co –  Secara kelembagaan Pondok Pesantren Darussalam Gontor menjalankan pendidikan menengah, setara SMP&SMA untuk anak usia sekitar 12-19 tahun, dalam sebuah model pendidikan terintegrasi antara kelas dan asrama. Pesantren Gontor menyelenggarakan pendidikan akademik sebagai dasar-dasar pendidikan keislaman (dirasah Islamiyah). Namun, sebagai pesantren terintegrasi kelas dan asrama, kurikulum pesantren mencakup pendidikan akademik di kelas yang mengasah aspek kongnitif, dan pendidikan non-akademik di luar kelas atau di asrama yang mengasah aspek non-kognitif.

Kedua porsi tersebut boleh dikatakan berimbang. Pendidikan akademik diikuti evaluasi akademik setiap tahun dan ijazah (sertifikat kelulusan) ketika menyelesaikan program pendidikan tersebut dan untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi baik Islamic Studies secara ilmiah di perguruan tinggi atau yang lain. Adapun pendidikan non-akademik, sebagaimana umumnya pesantren di Indonesia, tidak dikenal sertifikat kelulusan. Keduanya diselenggarakan secara bilingual (bahasa Inggris dan Arab, kecuali untuk pelajaran umum).

Gontor sering menyatakan bahwa kurikulum pesantrennya adalah kurikulum terintegrasi selama 24 jam, tidak semata-mata kurikulum akademik di kelas semata, karena apa yang diselenggarakan di luar kelas merupakan bagian dari “milliu pendidikan” terintegrasi. Nama lembaga pendidikan akademik Gontor adalah Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah (KMI), yakni penyelenggaraan pendidikan dengan fokus jurusan pendidikan keguruan untuk mencetak para pendidik agama Islam, sebuah pendidikan terintegrasi untuk menghasilkan lulusan guru-guru agama yang akan berkiprah di masyarakat.

Adapun pendidikan non-akademik dan ubudiyah sebagaimana umumnya pesantren diselenggarakan oleh para staff Pengasuhan Santri yang juga terdiri dari ustadz-ustadz senior sebagai tangan kanan Kyai. Untuk pendidikan non-akademik banyak difasilitasi melalui keorganisasian yang diselenggarakan di setiap asrama, organisasi kedaerahan, organisasi pelajar (bernama OPPM atau Organisasi Pelajar Pondok Modern), dan berbagai organisasi lainnya. Pendidikan non-akademik, khususnya di luar asama, ini utamanya ditujukan untuk pengembangan akhlak, bakat dan mentalitas peserta didik.

Pendidikan akademik diselenggarakan di kelas pada pelajaran pagi pukul 07.00-12.00 dan pelajaran siang 12.00-02.30. Setelah itu, proses pendidikan sepenuhnya di luar kelas selama 24 jam (di luar jam kelas), baik di asrama maupun di unit-unit organisasi lainnya. Kurikulum akademik di kelas disusun oleh lembaga Direktur KMI yang terdiri dari guru-guru paling senior, tetapi kurikulum kerohanian dan mentalitas diselenggarakan oleh Kyai dan staf-staf pengasuhan santri secara berjenjang.

Di luar kelas, atau di luar jam pelajaran, santri-santri mendapatkan kurikulum “pendidikan mental dan rohani” dalam bentuk ekstra kulikuler non-akademik yang beragam, baik ubudiyah (terkait praktik peribadatan) maupun di luar ubudiyah mulai dari keterampilan organisasi, kepanduan (pramuka), orasi pidato, seni, olah raga, bahasa, seni, dan lain sebagainya. Beberapa tambahan ekstra-kulikuler juga diberikan dan disesuaikan untuk santri di pondok putri. (Kurikulum ini lebih diarahkan untuk pendidikan kedisiplinan, skill/keterampilan, kemampuan keorganisasian, ekstra olah-raga, dan pengembangan bakat yang jumlahnya sangat banyak sekali dan bervariasi untuk setiap strata kelas dan usia sehingga rasanya tidak mencukupi untuk mendeskripsikannya dalam satu tulisan pendek ini).

Pendidikan yang lebih holistik di Gontor menggunakan motto/etos idealisme kejiwaan/inspirasi nilai pendidikan yang disebut Panca Jiwa atau lima nilai kejiwaan (nilai keikhlasan, nilai kesederhanaan, nilai berdikari/kemandirian, nilai ukhuwah islamiyah, dan jiwa kebebasan), dan motto pendidikan karakter Pondok Modern (berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan bepikiran bebas). Untuk mengingatkan setiap waktu tentang nilai-nilai kepondokan ini, lingkungan sekitar pondok biasanya dihiasi dengan lukisan motto-motto pendidikan semacam ini.

Pendidikan Akademik di Kelas KMI Gontor

Sistem pendidikan akademik disusun berjenjang dari kelas 1-6 atau enam tahun. Dalam proses pendidikan selama 6 tahun tersebut, santri dibagi menjadi 2 kategori, yaitu santri dari lulusan Sekolah Dasar (SD) yang akan menjalani selamai 6 tahun dan dikategorikan sebagai santri sighor. Mereka akan menjalani kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, dan kelas 6. Sementara santri lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) akan menjalani proses pendidikan yang semestinya dilakukan 6 tahun tersebut diselenggarakan secara intensif selama 4 tahun dan dikategorikan sebagai santri kibar. Mereka menjalani secara akselerasi melalui kelas 1 intensif, 3 intensif, 5, dan 6. Artinya, kelas 1 & 2 reguler yang semestinya 2 tahun diselenggarakan dalam 1 tahun dalam tingkat kelas 1 intensif. Kelas 3 & 4 reguler yang semestinya 2 tahun diselenggarakan dalam 1 tahun dalam tingkat kelas 3 intensif. Kemudian baru menginjak kelas 5 dan kelas 6. Secara kurikulum akademik, tidak ada perbedaan antara kelas sighar (regular) dan kibar (intensif). Mereka menerima kurikulum dasar keislaman dan kurikulum umum dengan porsi yang hampir-hampir berimbang mulai dari matematika, biologi, dan fisika dasar, psikologi, hingga kewarganegaraan/citizenship.

Kurikulum pendidikan dasar keislaman dapat dibagi menjadi dirasah islamiyah dan durus lughah (dalam tradisi pesantren salaf disebut ilmu alat atau ilmu-ilmu kebahasaan untuk menguasai materi-materi keislaman lebih lanjut). Referensi atau rujukan rata-rata menggunakan buku-buku ulama lokal yang ditulis oleh Kyai Imam Zarkasyi yang diterbikan bagian kurikulum KMI (Qism Manhaj al-Dirasiy) Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) Ma’had Darussalam Gontor Ponorogo sendiri, karya ulama local yang lain, selain juga buku-buku rujukan yang diterbitkan oleh penerbit dari luar negeri, antara lain sebagai berikut:

Pendidikan dasar keislaman (Dirasat Islamiyah)

  1. Al-Qur’an. Pelajaran dasar ini diajarkan untuk kelas 1 dan 1 intensif. Materi pelajaran ini tidak diajarkan menggunakan buku referensi khusus. Pada kelas permulaan ini, guru mengajarkan bagaimana membaca al-Quran secara fasih dan benar, tetapi bukan dalam pengertian pembacaan qiraat(seni tilawah al-Qur’an) atau aneka ragam model qiraat dalam ilmu pembacaan al-Quran yang lebih dipelajaran dalam ulum al-Quran di perguruan tinggi.
  2. Tajwid. Pelajaran ini adalah tentang kaidah-kaidah dalam pembacaan al-Quran. Pelajaran ini menggunakan buku lokal Pelajaran Tajwid (bahasa Indonesia dan bahasa Arab) karya K.H. Imam Zarkasyi dan ‘Ilm Tajwid ‘ala Thariqah al-Madrasiyyah terbitan KMI.
  3. Terjemah (tarjamah). Siswa belajar tentang penerjemahan teks arab, terutama teks al-Quran. Pelajaran ini menggunakan buku Tarjamah (2 Juz) terbitan KMI.
  4. Tafsir al-Quran. Berbeda dengan pesantren-pesantren salaf yang umumnya menggunakan tafsir popular karya ulama tradisional Timur Tengah dan mengajarkan tafsir al-Qur’an secara analitis dan dari awal hingga akhir, KMI Gontor menggunakan tafsir lokal tafsir lokal atau karya ulama Indonesia sendiri yang cukup ringkas, yaitu Tafsir Madrasi (2 Juz), karya H. Oemar Bakry.
  5. Hadits. Pelajaran ini menggunakan kumpulan hadist-hadist pilihan dari kitab-kitab hadist yang sudah popular dari 9 Imam. Hadist-hadist pilihan tersebut kemudian dihafalkan. Adapun ketika bekal hafalan hadist sudah cukup, menginjak kelas 5, materi pelajaran hadist mulai menggunakan buku Bulughul Maram karya Ibnu Hajar al-Asqalani.
  6. Mustholah al-Hadits (Ulumul Hadits) atau ilmu tentang periwayatan hadis atau pelajaran tentang karakteristik hadist-hadist Nabi. Pelajaran ini menggunakan kitab yang sudah popular di Indonesia, Taisir Mustholah al-Hadits, karya Dr. Mahmud Thahan (Abu Hafsh Mahmud bin Ahmad bin Muhammad at-Thahhan), ulama al-Azhar dari Suriah. diterbitkan oleh Maktabah al-Ma’arif.
  7. Fiqh. Pelajaran ini adalah tentang hukum-hukum Islam terkait dasar-dasar peribadatan. Pelajaran ini menggunakan buku referensi Pelajaran Fikih (2 jilid) karya K.H. Imam Zarkasyi dalam bahasa Indonesia, dan Al-Fiqh: Muqarrar li Shaf al Tsani & Tsalis dalam bahasa Arab. Mata pelajaran berbahasa Indonesia untuk siswa kelas 1 & 2, sedangkan untuk kelas 3 & 4 menggunakan fiqih berbahasa Arab. Umumnya mengacu kepada madzhab syafii. Selebihnya, kelas 5 & 6 fokus siswa kepada mata pelajaran ushul fiqh atau filsafat hukum Islam atau prinsip-prinsip dasar hukum Islam.
  8. Ushul Fiqh atau prinsip-prinsip dasar dalam hukum Islam, menggunakan buku Mukhtasar Ushul al-Fiqh wal Qawa’id al-Fiqhiyah: Muqarrar li Shaff al-Tsalis terbitan KMI. Pada tataran lebih lanjut, referensi ushul fiqh menggunakan buku karya Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, untuk mata pelajaran kelas 5 & 6.
  9. Faraid (Ulumul Mawarits) atau ilmu tentang pembagian waris dalam Islam. Pelajaran ini diajarkan pada kelas 3, menggunakan buku lokal ‘Ilm al-Faraid, terbitan KMI.
  10. Tauhid (Aqidah) atau teologi Islam. Pada tahun pertama, diajarkan tauhid dengan buku lokal berbahasa Indonesia Ushuluddin (Aqa’id) karya K.H Imam Zarkasyi terbitan KMI, dan kelas 3&4 diajarkan menggunakan buku Kitab Tauhid (3 jilid) karya Dr. Shalih al-Fauzan dari Saudi Arabia. Selebihnya, kelas 5 & 6, fokus dikembangkan pada studi agama Islam atau Dinul Islam & perbandingan agama atau Muqaranat al-Adyan.
  11. Dinul Islam atau Al-Din Al-Islamiy, atau sendi-sendi agama Islam, adalah pelajaran tentang hal-hal dasar dalam agama Islam, dan yang membedakannya dengan agama lain. Pelajaran ini diajarkan untuk kelas 4 menggunakan buku al-Din al-Islamiy (2 jilid) karya ulama syaikh Hasan Manshur, Abdul Wahab Khoiruddin, et.al. terbitan Darussalam Press.
  12. Muqaranah al-Adyan atau perbandingan agama, adalah mata pelajaran untuk memperkenalkan tentang ragam agama-agama besar dunia. Pelajaran ini diajarkan untuk kelas 5 dengan menggunakan buku lokal al-Adyan, terbitan KMI.
  13. Tarikh Islam, atau sejarah Islam, diajarkan di kelas 1-3, menggunakan buku standar berbahasa Indonesia Sejarah Islamdan berbahasa Arab seperti Tarikh Islam dan al-Tarikh al-Islami terbitan KMI. Kelas 5, sudah tidak mengajarkan sejarah Islam, tetapi berlanjut kepada Tarikh al-Hadarah al-Islami atau Sejarah Peradaban Islam.
  14. Tarikh al-Hadara, atau sejarah peradaban Islam, menggunakan buku Tarikh al-Hadarah al-Islamiy: fil Fikril Islamiy terbitan KMI. Pelajaran ini mengajarkan perkembangan kebudayaan Islam dari masa ke masa.
  15. Tarbiyah Islamiyah, atau pendidikan pedagogis Islam, diajarkan mulai kelas 3-4, menggunakan buku Ushul al-Tarbiyah wa al-Ta’lim(2 jilid) terbitan KMI. Pelajaran ini mengajarkan tentang filsafat, metodologi, dan metode pengajaran Islam.

Pendidikan kebahasaan (Dirasat Lughawiyah)

  1. Imla’ (dikti Arab) atau dictation, pelajaran dasar menulis dalam bahasa Arab. Pelajaran ini menggunakan buku al-Imla terbitan KMI. Dengan pelajaran ini, siswa mampu menuliskan tuturan bahasa Arab ke dalam tulisan Arab yang baik. Biasanya metodenya adalah, pengajar mendiktekan kalimat bahasa Arab, kemudian siswa menuliskannya.
  2. Tamrin Lughoh, atau keterampilan bahasa Arab. Pelajaran ini merupakan pelajaran bahasa Arab dasar. Materi pelajaran ini menggunakan buku Tamrin al-Lughah (2 Juz) karya K.H. Imam Zarkasyi. Berbeda dengan pesantren tradisional pada umumnya, pengajaran bahasa Arab dalam pelajaran ini menggunakan metode langsung atau thariqah al-mubasyarah, dimana siswa langsung menerapkan dengan menuturkan tindakan tuturnya dalam bahasa Arab.
  3. Insya’ (mengarang dalam Bahasa Arab). Pelajaran ini mengajarkan santri atau siswa membuat komposisi dalam bahasa Arab yang baik dan benar. Keterampilan dasar ini diajarkan hampir dalam setiap jenjang kelas. Pelajaran ini juga menggunakan buku rujukan khusus al-Insya dari KMI.
  4. Muthala’ah atau Reading dalam bahasa Arab. Pelajaran ini termasuk pelajaran yang cukup sulit, karena menuntut santri untuk menghafalkan beberapa bait cerita-cerita hikayat dalam bahasa Arab secara baik dan benar. Seringkali cerita itu bersifat jenaka, hikmah, atau pesan moral tertentu. Tetapi yang lebih ditekankan adalah penggunakan kaidah bahasa dalam sebuah komposisi yang sesuai dengan bahasa Arab yang fasih. Beraneka buku rujukan yang digunakan, tetapi yang paling utama adalah: al-Qiraah al-Rasyidah (4 Jilid) karya Abdul Fattah Shabri et.al terbitan KMI.
  5. Nahwu, atau sintaksis bahasa Arab. Pelajaran ini diajarkan dari kelas 1 hingga kelas 6, dengan menggunakan referensi al-Nahwu al-Wadihkarya Ali Al-Jazim dan Musthofa Amin.
  6. Shorfu, atau morfologi bahasa Arab. Pelajaran ini diajarkan dari kelas 3 intensif hingga kelas 5, dengan menggunakan referensi terutama Al-Amtsilah al-Tashrifiyah lil Madaris al-Salafiyah al-Syafiiyah karya Syaikh Muhammad Ma’sum bin Ali.
  7. Balaghah, atau pelajaran tentang mengolah kata atau kalimat yang indah dalam bahasa Arab, menggunakan referensi al-Balaghah fi ‘ilmi al-Bayan,  al-Balaghah fi ‘ilmi al-Ma’ani, al-Balaghah fi ‘ilmi al-Badi’ karya Ghufran Zainul Alam terbitan KMI. Pelajaran ini diajarkan bagi level yang sudah mendapatkan pelajaran nahwu dan sharf, terutama dari kelas 3 intensif/4 hingga kelas 5.
  8. Mantiq, atau pelajaran tentang dasar-dasar logika dan penalaran dalam bahasa Arab atau bahasa secara umum. Pelajaran ini juga diajarkan untuk kelas yang sudah diajarakan nahwudan sharf, terutama kelas 5. Referensi yang digunakan adalah buku Mabadi’ ‘Ilmi al-Mantiq li al-Thalabah al-Kulliyatil al-Muallimin al-Islamiyah terbitan KMI.
  9. Tarikh Adab al-Lughoh, atau pelajaran tentang sejarah kebudayaan bahasa Arab. Pelajaran ini menggunakan referensi Tarikh al-Adab al-‘Arabiy (2 jilid), terbitan Qism al-Manhaj al-Dirasiy
  10. Mahfudzat atau kata-kata mutiara dalam bahasa Arab, atau pelajaran tentang kata-kata atau kalimat mutiara dalam bahasa Arab, atau kata-kata hikmah kehidupan atau motivasi yang dipetik dari karya-karya para pujangga, filsuf, atau sufi. Pelajaran ini diajarkan untuk mahasiswa dari kelas 1 hingga kelas 5. Referensi ini menggunakan buku Muqarrar al-Mahfudzat dari KMI.
  11. Kasyfu al-Mu’jam, atau bedah kamus, yakni pelejaran tentang bagaimana membuka kamus bahasa Arab dan menemukan makna kata bahasa Arab dalam kamus, terutama kamus al-Munjid. Pelajaran ini tidak diajarkan secara formal dalam kelas, tetapi menjadi kegiatan ekstra bagi siswa menjelang akhir dari kelas 5.
  12. Khoth al-Arabiy, atau menulis kaligrafi dalam bahasa Arab. Pelajaran ini diajarkan untuk kelas pemula, dan menggunakan referensi khusus al-Khatdari KMI.
  13. Reading, pelajaran membaca bahasa Inggris, menggunakan referensi English Lesson 1-6terbitan KMI. Pelajaran ini diajarkan mulai dari kelas 1 hingga kelas 6.
  14. Grammar, pelajaran gramatika bahasa Inggris, menggunakan referensi English Grammar 1-4 terbitan KMI.
  15. Composition, pelajaran mengarang dalam bahasa Inggris, tidak mengacu kepada referensi spesifik.

Beberapa kurikulum mata pelajaran umum diajarkan untuk siswa setelah kelas 3 intensif atau kelas 4-6. KMI tidak mengadopsi guru dari luar untuk mengajarkan mata pelajaran umum, tetapi mengandalkan guru-guru KMI yang dianggap kompeten dalam bidang tersebut. Adapun kurikulum pendidikan umum antara lain:

  1. Menggunakan referensi dari KMI.
  2. Menggunakan referensi dari buku-buku yang umumnya digunakan sebagai materi SMA.
  3. Menggunakan referensi dari buku-buku yang umumnya digunakan sebagai materi SMA.
  4. Menggunakan referensi dari buku-buku yang umumnya digunakan sebagai materi SMA.
  5. Menggunakan referensi dari buku-buku yang umumnya digunakan sebagai materi SMA.
  6. Menggunakan referensi Tata Negara(1-3) karya KH Abdullah Mahmud.
  7. Psikologi Pendidikan. Menggunakan referensi dari buku-buku yang umumnya digunakan sebagai materi SMA.
  8. Psikologi Umum. Menggunakan referensi dari buku-buku yang umumnya digunakan sebagai materi SMA.

Kegiatan penunjang akademik yang menjadi agenda tahunan (pelaksanaannya mengacu pada jadwal tahunan kegiatan akademik KMI yang sudah disusun setiap awal tahun):

  1. Ujian lisan dan ujian tulis: evaluasi akademik dilakukan setiap semester, dengan dibagi menjadi dua, yaitu ujian lisan (al-Imtihan al-Syafahi) dan ujian tertulis (al-Imtihan al-Tahririy). Setiap santri diwajibkan mengikuti dua ujian tersebut. Sementara santri kelas 6 yang dianggap sudah cakap, mendampingi guru-guru senior menjadi penguji dalam ujian lisan, dan pengawas ujian dalam ujian tulis. Lihat: https://gontornews.com/info-ujian-lisan-gontor-putri-satu/
  2. Manasik: kegiatan ini dilakukan untuk kelas pemula, kelas 1 dan 2, untuk memperkenalkan tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji. Lihat: https://www.gontor.ac.id/berita/tingkatkan-pemahaman-islam-melalui-praktik-manasik-haji
  3. Rihlah iqtishadiyah: kegiatan ini dilakukan untuk pembekalan siswa akhir menjelang kelulusan, dimana mereka melakukan economic study tour, atau studi banding ke beberapa pusat-pusat ekonomi lokal, terutama dari jaringan alumni. Lihat: https://www.gontor.ac.id/berita/rihlah-iqtishadiyah-sambangi-9-kota
  4. Fathul mu’jam: kegiatan ini dilakukan untuk pembekalan mengenal kamus bahasa Arab bagi siswa kelas 5. Lihat: https://www.gontor.ac.id/berita/menjaga-mahkota-pondok-dengan-fathul-mujam
  5. Fathul kutub: kegiatan ini dilakukan dengan memperkenalkan kepada siswa kelas 5 tentang kitab-kitab kuning karya ulama-ulama klasik yang biasanya dikaji di pesantren tradisional, dan mengkajinya secara bersama-sama. Lihat: https://www.gontor.ac.id/berita/kiai-syamsul-fathul-kutub-adalah-wadah-untuk-membangun-miniatur-ulama-intelektual
  6. Ujian Akhir Siswa KMI: kegiatan ini merupakan ujian akhir bagi siswa kelas 6 yang akan lulus dari pendidikan KMI. Kegiatan ini menjadi semacam ujian komprehensif bagi siswa akhir, karena materi ujian yang akan diujikan adalah akumulasi dari materi kelas 1 hingga kelas 6. Ujian biasanya dilaksanakan secara 2 minggu. Lihat:  https://www.gontor.ac.id/berita/ujian-tulis-gelombang-1-siswa-akhir-kmi-telah-dimulai
  7. Amaliyah Tadris atau Micro Teaching: kegiatan ini merupakan prasyarat kelulusan dari KMI setelah mengikuti ujian akhir, yaitu praktik mengajar siswa-siswa KMI. Mengajar dilakukan hanya selama 1 pertemuan saja, kemudian metode pengajarannya dievalusiasi secara bersama-sama.  Lihat: https://www.openulis.com/micro-teaching-gontor/
  8. Penulisan karya ilmiah akhir (al-Bahts al-Ilmiy): kegiatan merupakan kegiatan penulisan tugas akhir, semacam karya ilmiah akhir di perguruan tinggi, yaitu menulis ilmiah tentang topik-topik tertentu dalam bahasa Arab atau Inggris. Kegiatan ini juga menjadi salah satu syarat kelulusan dari KMI.

Guru-guru KMI adalah para alumi KMI sendiri. Pendidikan KMI dijalankan oleh guru-guru KMI atau ustadz-ustadz, yang sebagian besar merupakan lulusan KMI dan ustadz-ustadz senior yang sedang dan telah mengabdi menjadi kader tetap Pondok Modern Gontor. Mereka dikoordinir oleh direktur KMI, dan dievaluasi langsung setiap minggu oleh direktur KMI dan Kyai. Selain mengajar, aktivitas guru-guru adalah kuliah di UNIDA (bagi yang mengajar di Gontor 1 dan beberapa cabang lainnya), dan juga diberi tanggungjawab mengelola beberapa unit usaha pondok. Dari kegiatan tersebut, selain ajang pengabdian, mereka juga mendapatkan kompensasi material tertentu dari Pondok yang disebut uang “ihsan”, sebab, umumnya guru-guru sudah tidak mengandalkan supply uang lagi dari orang tua mereka di rumah, terlebih guru yang sudah berumah tangga. Mereka sudah dianggap lebih dewasa.

Baca juga: Mengisi Kehidupan (KH. Imam Zarkasyi)

Pendidikan Non-Akademik di Luar Kelas

Pendidikan non-akademik sepenuhnya dilaksanakan di luar jam kelas, yakni di asrama atau sering juga disebut sebagia “rayon”. Dapat dikatakan, ¾ dari seluruh jam kehidupan santri dihabiskan di asrama. Santri-santri belajar tentang pergaulan sosial, kedisiplinan, ibadah, dan keterampilan bahasa dan kepemimpinan di asrama. Setiap santri wajib tinggal di asrama, yang sudah dibagi berdasarkan jenjang usia dan strata kelasnya. Mereka tinggal di asrama dan melaksanakan kegiatan yang sudah ditentukan di setiap asrama. Di Gontor tidak dikenal istilah menjadi santri kalong sebagaimana dalam pesantren tradisional (santri pulang-pergi, karena hanya mengikuti kegiatan akademik saja di kelas kemudian pulang ke rumah). Mereka diwajibkan tinggal 24 jam di asrama.

Setiap asrama terdiri dari kamar-kamar yang terdiri dari umumnya 20-40 orang, dan setiap asrama terdiri dari 5-10 kamar, sehingga setiap asrama bisa dihuni oleh ratusan orang. Setiap asrama berkompetisi menjadi asrama yang terbaik dan berprestasi dari sisi kedisiplinan, kebersihan, dan prestasi lainnya. Ada even-even tertentu yang digelar untuk kompetisi antar asrama ini. Beberapa even besar untuk ajang kompetisi berbagai kegiatan ini biasanya sudah tersusun dalam agenda akademik 1 tahun, seperti Gontor Cup atau kompetisi olahraga seluruh santri Gontor, Aneka Ria Nusantara untuk kompetisi seni, dll.

Hampir setiap unit kegiatan non-akademik di Gontor termasuk kegiatan di asrama, dijalankan dengan mekanisme organisasi, di bawah ketua pengurus asrama yang bertanggungjawab kepada Pengasuhan Santri, dan Pengasuhan Santri bertanggung jawab kepada Kyai. Setiap pengurus organisasi juga diharuskan menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggotanya setiap akhir tahun. Artinya, ada kepengurusan dan kegiatan terorganisir yang dijalankan secara sistematis dan struktural. Setiap asrama memiliki pengurus asrama yang terdiri dari siswa-siswa senior kelas 5 dan 6 yang menjadi pembina bagi anggota asrama dari siswa-siswa junior. Selain organisasi arama, di Gontor juga ada organisasi pada level kepengurusan santri terbesar yaitu OPPM atau Organisasi Pelajarn Pondok Modern dengan berbagai unit cabang organisasinya (setiap santri Gontor selain pengurus OPPM berstatus sebagai anggota OPPM, dan ada sekitar 20-an cabang organisasi di bawah OPPM yang mengurusi kehidupan santri), kepengurusan organisasi daerah (KONSULAT) yang mewakili setiap provinsi asal santri, kepengurusan club-club ekstra kurikuler (FIRQOH), kepengurusan kepanitiaan (LAJNAH) yang bersifat adhoc atau sementara, kepengurusan organisasi pramuka (GUDEP). Setiap siswa/santri menjadi bagian dari anggota organisasi tersebut. Adapun setelah kelas 3 intensif/4, mereka sudah diperbolehkan menjadi pengurus organisasi. Setiap kelompok organisasi juga saling berkompetisi menjadi club yang terbaik, misalnya dalam hal olah raga, atau bahasa. Setiap santri diberi keleluasaan untuk aktif di organisasi apapun, selagi dapat menjalakan kewajibannya dalam setiap unit organisasi secara seimbang.

Gambaran kegiatan santri dan kehidupan sehari-hari di asrama (secara umum, kecuali ada kegiatan even tertentu yang mengharuskan perubahan jadwal kegiatan) sebagai berikut:

Jam pagi. Santri bangun pagi pukul 4.00. Kemudian mengambil wudhu dan bersiap melaksanakan shalat subuh berjamaah di kamar masing-masing untuk kelas 1-4, dan di masjid untuk kelas 5. Setelah shalat, membaca al-Qur’an bersama-sama di depan asrama, diikuti dengan ilqa al-mutaradifat atau penyampaian kosa kata bahasa Arab/Inggris dan latihan bahasa dan conversation atau muhadatsah shabah (percakapan bahasa), sampai pukul 05.30. Setiap santri diwajibkan memiliki block-note khusus untuk mencatat setiap vocab atau kosa kata, yang disebut kutaib (buku kecil) dan harus dibawa kemanapun mereka pergi –tidak membawa kutaib biasanya juga dianggap sebagai pelanggaran disiplin kecil. Setiap penanggungjawab bahasa dari pengurus setiap asrama yang diampu oleh kelas 5 bertanggung jawab atas pengembangan kemampuan bahasa setiap anggotanya di asrama, dengan dipantau oleh organisasi bagian bahasa pusat OPPM yang terdiri dari kelas 6.

Setelah latihan bahasa, santri bersiap-siap mandi (biasanya mengantri), sarapan di dapur umum, kemudian pergi ke kelas masing-masing. Untuk jatah sarapan, biasanya pengurus OPPM bagian dapur umum sudah menyiapkan kupon untuk mengambil jatah makan sehari-hari untuk sebulan penuh, sehingga ketika hendak makan, santri tinggal mengantri (yang biasanya antriannya cukup panjang) dan menukarkan kuponnya untuk seporsi jatah makan. Setelah sarapan, santri bergegas ke kelas masing-masing.

Seluruh kegiatan kelas akademik ini diatur oleh bagian akademik atau pengurus KMI, mulai dari pembagian kelas, peralatan, pembagian guru, dll. Kelas dimulai pukul 07.00. Ketika bel berbunyi pukul 07.00, seluruh santri dipastikan sudah berada di dalam kelas, kemudian disusul dengan guru-guru yang segera memasuki kelas. Kelas dimulai pukul 07.00 sampai menjelang dzuhur, kira-kira pukul 12.00. Ketika bel pulang berbunyi, seluruh siswa segera kembali ke asrama masing-masing untuk melaksanakan shalat dzuhur berjamaah. Santri kelas 1-4 shalat di asrama, sementara santri kelas 5 (selain yang menjadi pengurus asrama) melaksanakan shalat di masjid.

Jam siang. Setelah shalat berjamaah selesai, kegiatan selanjutnya adalah kelas pejalaran siang yang dimulai pukul 13.00. Kegiatan ini diatur oleh bagian Qism Taqlim atau bagian pengajaran dari pengurus pusat OPPM, bukan lagi bagian guru-guru KMI. Sebelum memasuki kelas siang, santri makan siang di dapur sebagaimana sarapan pagi. Setelah makan siang, santri bergegas kembali ke kelas pelajaran siang. Guru yang mengajar di pelajaran siang biasanya berasal dari santri-santri kelas 6 yang dipersiapkan untuk kelulusan KMI dan menjadi kandidat pengajar/ustadz/guru. Kelas siang berakhir sebelum ashar. Ketika bel berbunyi pada 14.45, santri kembali ke asrama masing-masing. Karena kegiatan belajar sudah selesai, dan jam kerja bagian KMI hanya sampai pada kegiatan kelas, selanjutnya yang bertugas mengawasi kegiatan santri-santri adalah bagian pengasuhan santri dan bagian pengurus harian OPPM, yang terdiri dari santri kelas 6. Mereka memastikan agar jadwal dan kegiatan santri berjalan dengan disiplin dan tepat waktu.

Jam sore. Shalat ashar dilaksanakan kembali di asrama. Santri kelas 5 bersembahyang di masjid. Setelah shalat jamaah, santri-santri membaca al-Quran atau seringkali diikuti dengan pelatihan shalawat atau tahsin al-Quran oleh pengurus asrama. Setiap hari, sebagian santri di asrama (biasanya ditentukan berdasarkan nomor kamar) diberi kewajiban bersih-bersih asrama sembari menunggu waktu baca al-Quran selesai dan lonceng sore berbunyi. Sampai pukul 15.30, kegiatan selesai dan lonceng berbunyi, tanda kegiatan asrama sementara selesai, dan selanjutnya adalah waktu yang bebas untuk santri melaksanakan kegiatan masing-masing. Kegiatan sore amat sangat bervariasi, dan menjadikan hiruk pikuk kehidupan di pondok menjadi lebih ramah karena kegiatan ekstrakurikuler ini. Sebagian santri ada yang memilih tidak mengambil kegiatan ekstra atau kursus apapun dan memilih istirahat dan bersantai bersama teman-teman, mandi sore lebih awal, mencuci, melaundri pakaian, atau berbelanja ke cafetaria. Sementara sebagian santri lainnya ada yang mengambil kegiatan kursus atau ekstra dan berkegiatan dengan kelompok atau study clubnya, semisal: club sepak bola, club computer, club seni, club takraw, club volley, club drum band, club diskusi, club jurnalisme, club bahasa, club band, club qiraat al-Quran, club kaligrafi, dan banyak lagi. Kegiatan ekstra dilaksanakan di luar asrama. Sebagian santri yang terlibat dalam kegiatan kepanitiaan yang secara rutin bergilir untuk seitap santri, juga biasanya bekerja lebih ekstra pada sore hari.

Pada pukul, kira-kira, 16.45, santri mulai bersiap-siap untuk mandi, dan pergi ke masjid. Seluruh santri mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 wajib sembahyang maghrib di masjid. Biasanya waktu maghrib adalah momentum Pengasuhan Santri atau Kyai menyampaikan tausiyah atau sekedar menyampaikan informasi hal-hal penting. Kegiatan di masjid dimulai pukul 17.15, dengan membaca al-Quran bersama-sama sembari menunggu adzan maghrib. Bagian keamanan pondok memastikan tidak ada santri yang terlambat pergi ke masjid. Apabila ada yang terlambat, dianggap sebagai pelanggaran disiplin dan mendapatkan hukuman tertentu.

Selama sekali seminggu (Kamis?), seluruh santri diharuskan melaksanakan kegiatan pramuka secara bersama-sama pada jam sore ini. Kegiatan ini sepenuhnya diatur oleh pengurus bagian kegiatan Pramuka. Setiap santri menjadi anggota pada kelompok pramuka tertentu. Beberapa santri kelas 5 dan 6 ditunjuk sebagai Pembina dalam kelompok tersebut. Di luar jam pramuka, santri berkegiatan pada umumnya.

Setiap santri kelas 6 mendapat giliran untuk menjadi imam shalat 5 waktu, termasuk shalat maghrib di masjid Jami (menjadi imam shalat maghrib dengan makmum 4 ribuan santri adalah pengalaman yang sangat menarik tak terlupakan, karena harus memiliki persiapan ekstra untuk tidak salah melafadzkan bacaan shalat). Setelah shalat maghrib, lalu dzikir berjamaah, kemudian diikuti dengan pengumuman-pengumuman –biasanya yang pasti tidak terlewatkan adalah pengumuman tentang pelanggaran disiplin harian baik terkait pelanggaran bahasa atau disiplin lainnya–, kegiatan di masjid pun selesai. Salah satu praktik ibadah yang menjadi bagian shalat di Gontor adalah menggunakan dzikir dan doa secara jahr atau suara keras setelah shalat (sebagaimana budaya dalam pesantren tradisional) dan pembacaan qunut (sebagaimana juga dalam kultur nahdliyyin). Juga, setiap mengawali shalat 5 waktu, ada puji-pujian (sebagaimana juga dalam kultur nahdliyyin), khususnya membaca syair atau bait-bait Abu Nawas, syair yang sangat sufistis menurut banyak orang.

Jam malam. Setelah shalat maghrib, santri kembali ke asrama, duduk rapi, sembari menunggu lonceng tanda aktivitas malam dimulai. Sembari menunggu mereka membaca al-Quran di teras asrama (tidak boleh masuk kamar). Waktu menjelang ini juga biasanya dimanfaatkan untuk mengevaluasi pelanggaran-pelanggaran bahasa dan disiplin di tingkat asrama (untuk pelanggaran disiplin yang dilakukan di asrama) dan di tingkat pusat (untuk pelanggaran disiplin yang dilakukan di luar asrama). Bagi yang tercatat melanggar, harus mempertanggungjawabkan dan mendapatkan hukuman, sehingga seringkali mengganggu waktu jam makan malam karena harus mendapatkan hukuman. Setelah lonceng berbunyi, tanda makan malam dimulai, santri-santri mengantri untuk makan malam di dapur umum. Biasanya pemandangan yang tampak di pondok adalah santri berlarian menuju dapur agar tidak terlalu lama mendapatkan jatah antrian.

Setelah makan, kembali ke asrama, menunggu waktu isya. Biasanya sebagian santri menghabiskan waktu ini untuk bersantai setelah makan, berbelanja di koperasi, atau pergi ke warung telephon atau telephon pondok untuk bersilaturahmi dengan keluarga melalui telephone. Dan banyak kegiatan informal lainnya. Begitu adzan isya dimulai, dipastikan santri sudah kembali ke asrama masing-masing. Bagian keamanan pondok akan memantau kegiatan ini. Shalat isya dilaksanakan di asrama untuk anggota asrama, dan di masjid untuk kelas 5.

Setelah shalat Isya, kegiatan selanjutnya adalah kegiatan malam, baik belajar malam di luar asrama (untuk hari-hari selain hari untuk latihan pidato (hari Selasa atau Kamis), dan hari diskusi ilmiah untuk kelas 5. Ketika hari untuk khutbah mimbariyah atau pidato, setiap santri, setelah shalat isya, pergi ke kelas latihan pidato masing-masing. Kegiatan ini sepenuhnya diatur oleh bagian Qism Ta’lim atau bagian pengajaran dari pengurus OPPM. Santri yang berhalangan, semisal sakit atau terkendala, harus izin secara resmi ke bagian ini.

Apabila di luar hari kegiatan pidato, kegiatan malam diisi dengan belajar malam atau muwajjah. Santri bebas belajar dimana saja di lingkungan pondok. Guru-guru biasanya juga turut mendampingi di malam hari, mengawasi santri-santri (sekedar membangunkan yang tertidur, memberi semangat, memberi nasehat, atau memberikan pemahaman ketika santri bertanya tentang suatu pelajaran tertentu). Kyai biasanya juga turut serta di depan gedung pertemuan sembari mengawasi kegiatan santri dan guru-guru. Kegiatan malam seperti ini terasa lebih leluasa dan mengasyikkan, di samping karena tidak ada hukuman yang berlakukan. Santri-santri bisa lebih rileks sambal membaca dan menghafalkan hadits, muthalaah, atau mengasah bahasa.

Kegiatan belajar malam selesai pukul 22.00. Kemudian mereka kembali ke asrama masing-masing. Biasanya, mereka akan berkumpul kembali, atau dikumpulkan, oleh pengurus asrama untuk sekedar menyampaikan beberapa pengumuman, membaca doa-doa, dan motivasi tertentu, dan menandai jam istirahat malam di mulai. Namun biasanya, waktu malam seperti ini masih banyak santri yang belajar di asrama, sebelum akhirnya dipaksa oleh pengurus untuk segera bergegas tidur malam karena harus bangun pagi-pagi. Sebagian santri yang masih bertahan dengan stamina yang bagus, masih sempat bangun malam untuk melaksanakan tahajjud pada tengah malam. Sebagian santri lainnya yang terlanjur terlelap karena terlalu lelah berkegiatan, seringkali terlewatkan dan tak jarang bangun pagi harus dengan cara dipaksa dan dibasuh air. Sesuatu yang tampak memalukan di mata santri-santri yang lain.

Lingkungan sehari-hari di Gontor bersifat multicultural, bilingual, disipliner hingga diwarnai solidaritas social. Lingkungan keseharian santri di asaram diciptakan lebih plural dan tidak tersekat berdasarkan daerah. Tidak ada kategorisasi social tertentu yang berlaku untuk menentukan asrama, kecuali hanya klasifikasi santri sighar (kecil) dan kibar (besar). Lingkungan santri relatif lebih engaliter dan tidak feodalistik, dalam arti, santri tidak dibedakan berdasarkan asal daerah, asal strata social dan ekonomi. Semua diperlakukan sama. Seorang anak pejabat, bergaul sama dengan anak-anak bukan pejabat. Setiap kamar bisa terdiri dari santri dari daerah yang sangat berbeda, antara orang papua dan orang aceh.

Kehidupan asrama juga tidak mengenal sekat kedaerahan. Selain itu, lingkungan asrama adalah lingkungan bilingual. Setiap hari diwajibkan untuk bertutur dengan bahasa Arab atau Inggris. Jadwal itu berganti secara dwi-mingguan. Dua minggu bertutur berbahasa Arab, dan dua minggu bertutur dengan bahasa Inggris. Bertutur dengan bahasa local adalah termasuk pelanggaran serius dan lebih berat, daripada berbahasa Indonesia. Pengurus bahasa di asrama dan pengurus pusat bahasa di tingkat OPPM bertanggungjawab atas disiplin kebahasaan ini. Salah satu pelanggaran disipliner yang dilakukan santri dan paling sering terjadi adalah pelanggaran bahasa ini. Hukuman bagi pelanggar, biasanya, dipajang di pinggir asrama untuk berteriak melafalkan kosa-kata-kosa-kata tertentu sembari membawa papan “saya melanggar bahasa!”, sesuatu pemandangan yang tampak menggelikan bagi orang asing, tapi sudah menjadi pemandangan sehari-hari sehingga tampak berlalu begitu saja.

Kehidupan di asrama juga merupakan kehidupan yang lebih disiplin. Mulai dari tindakan tutur, kebersihan, hingga ibadah, keteraturan waktu, menjadi bagian dari aturan disiplin. Pengurus asrama memastikan agar segalanya berjalan sesuai dengan aturan disiplin yang sudah ditetapkan. Beberapa tercatat sebagai pelanggaran disipliner, seperti: tidak mau mengantri di kamar mandi, membuang sampah sembarangan, memakai pakaian yang tidak sesuai jamnya, menaruh barang secara sembarangan, makan bersama (atau disebut sebagai tajammu’) dan banyak lagi.

Selain itu, kehidupan di asrama merupakan miniatur kehidupan untuk berlatih tentang solidaritas. Ketika ada satu santri mendapatkan kunjungan orang tua, misalnya, oleh-oleh tidak boleh disimpan sendiri di almarinya. Dengan sadar, dia dituntut untuk turut berbagi dengan sesama santri, minimal dengan santri sesama penghuni kamarnya. Selama tinggal di asrama, tidak diperboleh adanya perkelahian dan pengumpatan dalam bentuk apapun. Pelanggaran yang paling serius adalah yang bersifat syariat, seperti mencuri, pelanggaran seksual, dan lain-lain, yang berakibat sangat serius, karena itu dianggap sebagai pelanggaran besar dan berakibat yang berangkutan dikeluarkan dari pondok, dan otomatis dari asrama dan status sebagai siswa KMI.

Penamaan asrama seringkali mengacu kepada negara-negara yang menjadi sintesa atau inspirasi pondok modern, seperti Gedung Indonesia I, Gedung Indonesia II, Gedung Saudi, Gedung Aligarh, Gedung Al-Azhar, Gedung Syanggit, Gedung Santiniketan, Gedung Pakistan, Gedung Tunis, dll (mengacu ke negara-negara Timur Tengah), Nin Xia (tiongkok), dll.

Adapun santri-santri yang berasal dari luar negeri, biasanya pondok pesantren memberikan fasilitas khusus dan asrama khusus untuk memberikan pendidikan yang lebih intensif. Santri-santri yang berasal dari amerika, eropa, Malaysia, dll, biasanya ditempatkan di asrama khusus yang dibimbing oleh ustadz yang lebih kompeten.

Aneka ekstra kulikuler di luar asrama

Setiap jam sore habis ashar, setelah selesai kegiatan kelas dan sembahyang sore di asrama, mulai dari setelah ashar hingga sebelum maghrib, santri diberi kebebasan dan keleluasaan untuk mengikuti kegiatan ekstra-kurikuler apapun di luar asrama sesuai minat dan preferensinya. Dengan kebebasan ini, santri bisa menggali bakat yang terpendam dalam dirinya untuk kemudian diaktualisasikan melalui kegiatan-kegiatan ekstra atau kursus kemahiran tertentu yang dibuka setiap semester. Santri yang tekun dan berbakat dalam hal itu seringkali kemudian menjadi anggota tetap dari klub tersebut. Pada akhirnya, mereka juga memiliki solidaritas di atas rata-rata pada umumnya terhadap sesame anggota kelompok mereka, untuk tidak menyebutnya fanatisme dalam pengertian yang positif, karena club-club kemahiran itu menjadi keluarga kedua setelah keluarga di asrama, kemudian diikuti dengan solidaritas kedaerahan yang tidak lebih prestisius dibanding kekeluargaan yang terjalin antar sesame anggota club. Untuk menyebut sebagian club dan aktivitas ekstra di antaranya.

  1. Eksra kurikuler dalam bentuk baik seni maupun olah raga: mulai dari club olah raga, club seni, club pengembangan bahasa, hingga pentas seni terbesar, panggung gembira. Aneka reagam club olah raga mulai badminton, ping pong/tenis meja, takraw, senam, pencak silat/bela diri, dan lain sebagainya. Salah satu klub favorit yang paling banyak diminati dan kegiatan olah raga paling bergengsi di bidang olah raga tentu adalah Sepak Bola. Puncak ajang bergengsi dalam bidang olah raga sepak bola adalah Gontor Cup. Lihat: https://www.gontor.ac.id/catatan/gontor-dan-olahraga
  2. Jam’iyyatul Qurra (komunitas pembaca al-Quran) untuk tahfidz dan Tahsin al-Quran, atau kursus pembacaan al-Quran. Sebagian santri adalah tamatan pesantren tahfidz, dan mereka harus menyalurkan rutinitasnya dengan didampingi para ahlinya dan di lingkungan yang mendukung kegiatan hafalannya. Mereka juga mengasah kemahiran membaca tilawah al-Quran. Kegiatan ini berpusat di Masjid Jami’. Mereka, bersama Pengasuhan Santri, juga diberi tugas harian untuk mengatur kondisi pembacaan al-Quran dan quality control imam shalat di masjid Jami’ sehari-hari. Lihat: https://www.gontor.ac.id/berita/jamiyyatul-qurro-adakan-amaliyah-untuk-tingkat-q

https://web.facebook.com/JamiyyatulQurraPmDarussalamGontorPonorogo/?_rdc=1&_rdr

  1. Pramuka selain menjadi aktivitas yang wajib diikuti setiap santri, sebagian santri memilih untuk aktif lebih lanjut dalam kegiatan scout movementini dalam organisasi yang disebut POT. Seringkali orang-orang yang terpilih di antara mereka menjadi duta pondok untuk mengikuti ajang kompetisi scout movement pada level internasional. Mereka terbagi dalam kelompok-kelompok aktivis kepramukaan pada berbagai jenjang kemahiran. Setiap tahun, mereka juga menggelar kursus mahir dasar (KMD) dan kursus mahir lanjutan (KML) untuk siapa saja yang ingin menjadi tutor dalam kegiatan ini, suatu tingkat yang prestisius jika diukur dari prestasi kepramukaan pada umumnya. Tidak semua santri bisa mendapatkan lisensi pada tataran KMD atau KML ini. Kegiatan penting lainnya dalam kepramukaan adalah Perkajum. Lihat: https://www.gontor.ac.id/berita/pmdg-kembali-mengadakan-perkajum

https://www.gontor.ac.id/berita/kmd-gontor-sarana-penanaman-jiwa-leadership-santri

  1. Jurnalisme & Diskusi Ilmiah (FP2WS, ITQAN, Darussalam Pos). Beberapa santri yang menyukai kegiatan ilmiah menyalurkan bakatnya untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung jurnalisme ilmiah, seperti FP2WS untuk aktivitas diskusi ilmiah, bedah buku, penyelenggaraan seminar ilmiah, dll, ITQAN untuk aktivitas tulis-menulis, dan Darussalam Pos untuk aktivitas jurnalisme. Membuat karya tulis adalah sesuatu yang prestisius bagi mereka daripada bermain olah raga, meski sebagian mereka yang tangguh dalam membagi paruh waktu dapat menyeimbangkan kedua keterampilan tersebut. Lihat: https://www.gontor.ac.id/berita/diskusi-umum-siswa-kelas-6-usung-tema-adab-dan-akhlaq
  2. Keterampilan pidato, baik dalam bahasa Arab, Inggris, maupun Indonesia, dianggap sebagai kecakapan dasar bagi santri. Orang yang memiliki keterampilan khusus dalam bidang ini biasanya juga dianggap sebagai santri yang cakap dan memiliki reputasi tersendisi. Dalam berbagai momentum, disediakan panggung khusus untuk berlomba dalam mengadu keterampilan berorasi di depan umum dengan bahasa asing ini. Meskipun demikian, tidak semua santri, terutama santri yang lebih cenderung soliter, pada akhirnya berminat untuk menjadi ahli dan orator yang ulung (orator public), karena memilih untuk mengaasah keterampilan di bidang yang disukainya, seperti menjadi seniman, penulis, dll. Lihat: https://www.gontor.ac.id/berita/psc-kelas-5-asah-kemampuan-santri-di-atas-mimbar
  3. Forum Diskusi Ilmiah (Debat). Meski tidak sefavorit club-club olah raga, peran club ilmiah semacam ini juga sangat penting dalam pelenggaraan kegiatan santri. Seringkali mereka juga diberi amanat sebagai penyelenggara seminar ilmiah umum di Gontor dengan mengundang pembicara dari luar. Biasanya dari kalangan alumni-alumni yang menjadi penulis ternama di luar. Forum debat atau FP2WS biasanya diisi oleh santri-santri yang, selain mahir dalam orasi, juga mahir dalam debat ilmiah. Mereka tergabung dalam FP2WS. Mereka membuat diskusi ilmiah di malam hari secara rutin, hanya saja, sayangnya, tidak semua santri berminat dalam kegiatan yang menguras pikiran dan energi ini (terutama karena mereka sudah terlampau lelah dengan kegiatan di siang hari sehingga memilih istirahat dan belajar santai di malam hari).
  4. Setiap hari, pondok menyediakan ribuan buku bagi siapa saja yang hendak berkunjung ke perpustakaan. Siapa saja yang tidak memiliki kesibukan di ruang kursus dapat berkunjung ke perpustakaan. Waktu sore hari adalah waktu yang menarik untuk membaca dan berkunjung ke perpustakaan. Pada hari-hari tertentu, terutama pada hari diskusi umum, seluruh santri juga diwajibkan untuk berkunjung ke perpustakaan untuk sekedar mengakrabkan diri dengan buku-buku.
  5. Pada sore hari, sebagian santri memilih mengasah keterampilan computer, dengan datang ke Darussalam Computer Center (DCC) di gedung NinXia. Pondok menyediakan fasilitas dan pelatihan computer dan internet untuk santri. Staf Darussalam Computer Center terdiri dari beberapa santri pilihan dari kelas 5 dan 6 yang memiliki kemahiran tertentu dalam bidang ini. Selain itu, seluruh santri kelas 6 diwajibkan untuk memiliki sertifikat pelatihan dasar computer, setidaknya keterampilan menggunakan Ms Word dan Mx Excel, sebagai syarat kelulusan dari KMI.
  6. Even-even tahunan, kompetisi dan ekspresi seni kedaerahan. Jika diikuti, banyak sekali kegiatan-kegiatan event tahunan di Gontor yang dijadikan sebagai ajang ekspresi dan panggung untuk mengasah kemampuan bakat dan keberanian santri. Salah satunya, yang penulis menjadi bagian dari ketua penyelenggara kegiatan tersebut, adalah Aneka Ria Nusantara. Kegiatan ini merupakan kegiatan setahun sekali, yaitu penampilan berbagai macam seni keaderahan dari seluruh konsulat atau daerah di Indonesia dan luar negeri. Dalam kegiatan ini, terasa sekali berbagai macam seni yang merupakan khasanah kebudayaan Nusantara. Selain Aneka Ria Nusantara, ada juga Folk Song, yaitu lomba menyanyi lagu-lagu, baik lagu daerah maupun lagu-lagu umum dan religi, yang dikomposisi sendiri. Kegiatan ini merupakan ajang kompetisi antar-asrama. Selain menjadi ajang mengasah bakat, kegiatan ini juga menjadi wahana berlajar berorganisasi kepanitiaan bagi penyelenggara kegiatan tersebut, yang dipilih dari mereka yang duduk di bangku kelas 3 & 4, sebelum mereka terlibat dalam kepanitiaan-kepanitiaan yang lebih besar lagi di tahun berikutnya. Acara puncak kompetisi dan ekpresi itu, dan yang dianggap paling favorit dalam penampilan seni, adalah Panggung Gembira untuk siswa kelas 6 dan Drama Arena untuk siswa kelas 5, dimana santri-santri dua kelas tersebut secara totalitas menampilkan kemampuan seni mereka masing-masing. Boleh dikatakan, hampir setiap bulan ada kegiatan even bulanan dan tahunan semacam ini.
  1. Akhir kegiatan akademik dan non-akademik tahunan. Kegiatan akademik dan non-akademik pondok pesantren Gontor biasanya dimulai pada 10 hari setelah Syawwal, hingga menjelang Ramadhan tahun berikutnya. Biasanya dimulai dengan kegiatan Khutbatul Arsy (perkenalan kembali tentang kepondokmodernan), baru kemudian aktivitas akademik dimulai. Setelah menjalani kegiatan 11 bulan dari bulan Syawwal hingga Sya’ban, siswa kelas 1-4 diberikan waktu liburan selama Ramadhan penuh di rumah masing-masing. Mereka menjalani perpulangan ke daerah masing-masing. Perpulangan ke daerah masing-masing wajib dilakukan secara bersama-sama dengan sesame daerahnya, dengan dikoordinir oleh setiap organisasi KONSULAT daerah masing-masing, dengan didampingi dengan ustadz senior yang menjadi pembimbing konsulat dan berasal dari daerah tersebut. Disini tidak diperkenakan pulang sendiri-sendiri. KONSULAT Jakarta, misalnya, mengakomodir pepulangan santri ke Jakarta secara bersama-sama. Terkadang, setiap daerah memeriahkan perpulangan ini dengan membuat acara masing-masing di daerahnya sebagai bentuk perayaan liburan dan memperkenalkan kembali tentang Gontor di daerah masing-masing. Selama liburan panjang di rumah tersebut, mereka akan dikirim hasil evaluasi pembelajaran dan perilaku di pondok selama setahun, dan keputusan naik dan tidaknya ke jenjang tingkat kelas berikutnya.

Baca juga: Pendidikan, Perubahan Sosial, dan Orientasi Tata Nilai Islam

Pengabdian

Setelah menjalai pendidikan akademik, non-akademik, selama kurang lebih 4 tahun (untuk santri kelas intensif) dan 6 tahun (untuk santri kelas regular), santri santri yang telah mengikuti ujian akhir dan dinyatakan lulus dari KMI akan diwisuda, dan diwajibkan untuk mengabdi selama 1 tahun di tempat-tempat yang telah ditentukan (biasanya ditentukan sesuai dengan kebutuhan dan qualifikasi kemahiran individunya). Tugas mereka adalah mengajar, dan menerapkan ilmu pendidikan yang telah mereka dapatkan selama bertahun-tahun di pondok. Dengan demikian, proses pendidikan di pesantern berjalan selama 5-7 tahun. Mereka yang lulus dan mengabdi kemudian diberi gelar sebutan sebagai guru KMI atau ustadz. Mulanya mereka menjadi ustadz junior, kemudian seiring waktu menjadi guru senior atau kader tetap jika terus mengabikan diri di pondok. Namun kewajiban dasar yang berlaku adalah mengabdi selama 1 tahun, baik di pondok pesantren Gontor dan cabang-cabangnya (20 cabang?) di berbagai daerah atau di jaringan pondok-pondok alumni di seluruh Indonesia.

Setelah mereka mengajar selama 1 tahun dan dianggap cakap, mereka dibebaskan untuk kemudian terus mengabdi sebagai guru KMI, atau kembali ke daerah masing-masing untuk melakukan studi lanjut atau berkarir sesuai minat masing-masing. Selain itu, ada wadah jaringan antar alumni yang juga masih berperan yaitu IKPM, atau ikatan keluarga pondok modern, sebuah organisasi jejaring yang menjadi ajang tempat bertemu dan bersilaturahmi antar sesame alumni pondok modern Gontor lintas generasi dan usia.

Sebagian guru yang mengabdi di Gontor cabang terdekat bisa langsung menaiki jejang kuliah S1 yang disedikan oleh program terbuka dari Universitas Darussalam Gontor di cabang-cabang tersebut, tetapi mereka yang mengabdi di tempat-tempat yang jauh, sulit bagi mereka untuk langsung mengenyam bangku kuliah. Mereka harus menunggu sampai pengabdian selesai, mengambil ijazah KMI, dan mendaftar di perguruan tinggi dan berkompetisi dengan lulusan SMA untuk seleksi masuk perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia atau di luar negeri. Sementara sebagian lainnya yang memiliki privilege dengan mengabdi di UNIDA sudah otomatis mengabdi dengan menjadi mahasiswa Islamic Studies di sana, dan tidak dibebani mengajar kecuali sedikit saja. Selama pengabdian tersebut, beberapa guru yang terpilih ada juga yang dikirim ke timur tengah, khususnya Al-Azhar, untuk melanjutkan pendidikan dengan beasiswa yang disepakati dari kerjasama Gontor-Al-Azhar. Nantinya, ketika studi dengan beasiswa itu selesai, mereka diwajibkan kembali ke pondok dan mengabikan diri selama berapa tahun ia studi dan menerima beasiswa tersebut. Sementara mayoritas alumni-alumni yang memilih kembali ke kampung halaman, mereka harus berjibaku dan berkompetisi sendiri untuk masuk ke perguruan-perguruan tinggi yang diminatinya.

Sampai hari ini, alumni KMI tersebar di hampir kampus-kampus baik “religious” seperti IAIN dan PTAIN, juga kampus-kampus yang “secular” dan tidak berbasis agama seperti UGM, UI, UNPAD, dll. Pondok tidak memberikan intervensi terhadap alumninya untuk mengembangkan diri ke dalam bidang keilmuan dan keorganisasian tertentu. Sebab, setelah mereka selesai mengabdi selama 1 tahun, kemudian mereka menghadap secara pribadi kepada Kyai untuk memohon restu pulang dari pesantren, mengambil Ijazah KMI, dan pulang kembali ke kampung halaman masing-masing. Sebagian melanjutkan karir akademik ke jenjang perguruan tinggi, baik mengambil keilmuan Islamic Studies, maupun ilmu-ilmu lainnya, sebagian lainnya mengembangkan pengabdian masing-masing di masyarakat dengan menjadi kyai atau ustadz. Mereka bebas aktif dalam jaringan intelektual dan aktivisme tertentu, sebagian menjadi aktivis Muhammadiyah, aktivis NU, aktivis Persis, dan lain sebagianya. Biasanya, perkembangan lebih lanjut alumni Gontor tergantung kepada afiliasi, kultur, dan jejaringnya, karena seringkali motto yang berlaku di Gontor adalah: “Pondok hanya memberikan kunci ilmu –baca: keterampilan dasar-, dan santri yang membuka gudang ilmu masing-masing dengan terjun di masyarakat dan menguji keilmuannya”.

*NB: Deskripsi program dan kegiatan di Gontor bisa mengalami perubahan dan perkembangan setiap tahun, sehingga catatan di atas hanya sebagai gambaran umum saja berdasarkan pengalaman pribadi penulis.

Muhammad Nur Prabowo Setyabudi, merupakan alumni KMI Gontor tahun 2005, kini mengabdi sebagai peneliti agama di Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora, Badan Riset dan Inovasi Nasional.

Baca juga artikel terkait: Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Habib Chirzin)

2 thoughts on “Menengok Aktivitas dan Kurikulum Pesantren Darussalam Gontor

Comments are closed.